Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Warna-Warni Adat Tradisi di Idul Fitri Sebagai Pengikat Persaudaraan

Senin, 24 Mei 2021 - 12:45 | 44.57k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Keindahan hari raya idul fitri dihiasi dengan kalimat takbir, perasaan bahagia, dan kemegahan masjid. Sang fajar mulai terbit dari ujung timur, seluruh umat islam beramai-ramai pergi menuju masjid. Rasanya ingin segera melaksanakan sholat idul fitri. Senyum lebar tergambar diwajah, sapaan hangat dan kalimat baik terlontar kepada sesama umat muslim. Semua merasakan kebahagian, kemenangan, dan kemeriahan

Usai melaksanakan sholat Idul Fitri berjamaah, dilanjutkan lagi dengan mengisi adat tradisi yang sudah dijalankan sejak dulu oleh para leluhur. Adat adalah gagasan kebudayaan yang memliputi nilai-nilai budaya, norma yang lazim dan dilakuakn pada suatu kelompok masyarakat. Dapat disimpulkan adat tradsi ialah suatu kebiasan yang diciptakan oleh manusia yang bisa mengatur interaksi dalam bermasyarakat. Terdapat warna-warni dalam perayaan dan penyambutan menjelang hari raya Idul Fitri.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Berbicara mengenai keragaman dalam perayaan hari raya idul fitri mempunyai nilai tinggi dikehidupan. Tradisi buday menceritakan bagaimana masyarakat etap hidup dan menjalankan adat kebiasaan dan menjunjung tinggi nilai sosial. Arti budaya lokal dan keragaman terwujud dari pemikiran, perilaku masyarakat yang terbentuk secara alami. Budaya lokal di Indonesia menjelang hari raya ialah dengan istilah takbiran. Takbiran ini biasanya dilakuakn di masjid dengan sekolompok orang yang mengumandangkan kalimat takbir. Lebih baik lagi ada takbir keliling. Keseruan takbir keliling ini dirasakan dari generasi muda maupun generasi tua. Jalinan komunikasi terbentu karena ada sekolompok memiliki kesamaan dalam kehidupan sosial. Keakayan budaya membuat perayan Idul Fitri ini melebur menjadi tradisi unik. Keutuhan tardaisi hari raya menjadi moment yang dirindukan oleh umat muslim khususnya wilyah Indonesia. Momen dimana seluruh keluarga berkumpul dan bersuka cita, momen yang begitu ditunggu setiap tahunnya.

Firman Allah surah Al-Imran ayat 110 berbunyi “Kamu umat islam adalah umat  terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh berbuat yang makruf, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tebtulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang- orang fasik”. Pada yat tersebut dijelaskan manusia berpegang teguh pada amar ma’ruf wa al-nahy munkar. Namun diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan lainnya keluar dari batas-batas keimanan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kunjungan yang dilakukan dalam perayaan idul firti merupakan kebiasaan masyarakatuntuk saling berkunjung ke rumah kerabat, saudara, dan orang tua dikampung halaman. Umat muslim memanfaatkan momen lebaran untuk memperat tali persaudaraan antara keluar, saudara, dan umat agama lain. Gambaran suka cita dapat dirasakan untuk semua orang. Hidup bermasyarakat untuk mengajarkan sebuah kerukunan dan kedamaian. Segi pemaknaan arti berkunjung atau anjang sana dalam kamus KBBI ialah kunjungan untuk melepaskan rasa rindu. 

Berlanjut mengenai acara halal bihalal, acara ini menjadi produk asli Indonesia dan hanya di Indonesia yang ada. Arti luas halal bihalal adalah menghalalkan kesalahan yang yang dilakukan oleh manusia. Maksudnya menghalalkan kesalahan dalam konteks ini ialah memaafkan, saling memaafkan bila ada kesalahan yang pernah dilakukan. Biasanya acara dini digelar dengan mendirikan tenda, atau halamn ayang luas sekaligus mengundang da’i (mubaligh) sebagai pencerah. Makna kata halal bihalal ini tergantung pada niat orang yang menggelarnya dan perspektif masyarakat dalam menilainya.

Tradisi selanjutnya yakni mudik. Tradisi ini memang begitu fenomenal khususnya masyarakat Indonesia. Mudiak dapat disebut dengan kegiatan para perantau yang pulang ke kampung halamannya. Kampung yang selalu dirindukan. Kegiatan mudik ini ini setiap tahunya akan terjadi, bila saja dijalan itu macet memang itu sudah tradisinya (ciri khas menjelang hari raya). Dalam istilah jawa “mudik” ini menjadi penggalan singkatan kata dari “mulih dilik” atau “mulih diluk”. Dalam arti Bahasa Indonesia adalah pulang sebentar. Setelah pulang ke kampung , dikemudian hari perantau akan kembali ke tempat rantaunya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tradisi selnajutnya ialah tradisi Ketupat. Tradisi yang begitu Khas saat lebaran. Istilah Jawa, ketupat ini artinya “ngaku lepat” alias mengaku kesalahan. Lebaran ketupta ini kononya diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga. Beliau memperkenalkannya pada masyarakat Jawa. Pelaksanannya dimulai seminggu sesudah lebaran. Tradisi ini merupakan upaya Walisongo untuk merangkul kebudayaan Jawa melalui pendekatan kultural (budaya). Dari kutipan sumber (Dody Ertanto )Ketupat biasanya disajikan denagn sayur berkuah santan. Makna filosifinya santen (santan) ini adalah pangampunten (memohon maaf). Sebah simbol dari kebersihan dan kesucian setlah memohon ampun.

Tradisi terakhir yakni bagi-bagi angpao (sangu). Tradisi seperti ini diniatkan untuk bersedekah dari orang yang memberi dan biasanya berlaku dalam masyarakat secara umum khusunya kalangan anak-anak. Tetapi kita jangan jadikan tradisi ini sebagai patokan kalo “Lebaran pasti dapat sangu”. Bisa dihilangkan mindset seperti itu. Diniatkan saja untuk bersedekah. Hehehehee.....

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES