Wisata

Wisata Religi Makam Sunan Sendang Duwur di Lamongan dan Kisahnya

Minggu, 16 Mei 2021 - 19:22 | 653.45k
Gapura Makam Sunan Sendang Duwur di bukit Amitunon Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (FOTO: Dokumen for TIMES Indonesia).
Gapura Makam Sunan Sendang Duwur di bukit Amitunon Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (FOTO: Dokumen for TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Selain makam Sunan Drajat, terdapat wisata religi dan di Kabupaten Lamongan yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi yakni makam Sunan Sendang Duwur. Makam ini terletak di atas bukit Amitunon Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Makam Sunan Sendang Duwur berbeda dengan yang lain karena memiliki bangunan berarsitektur tinggi serta menggambarkan perpaduan kebudayaan Islam dan Hindu. Tak hanya itu masjid yang ada di lokasi makam tersebut menyimpan misteri atas kepindahannya dari Mantingan Jepara Jawa Tengah.     

Makam Sunan Sendang Duwur memiliki bangunan gapura bagian luar berbentuk tugu bentar dan gapura bagian dalam berbentuk paduraksa seperti gapura perbatasan antara Lamongan-Gresik.   

Sedangkan dinding penyangga cungkup makam dihiasi ukiran kayu jati yang bernilai seni tinggi dan sangat indah. Dua buah batu hitam berbentuk kepala Kala menghiasi kedua sisi dinding penyangga cungkup.

Gapura-Makam-Sunan-Sendang-Duwur-2.jpg

Walaupun kompleks makam terletak di dataran yang cukup tinggi, tetapi tetap bisa dijangkau oleh kendaraan umum ataupun pribadi. Sarana jalan yang sudah baik dan memadai memudahkan para pengunjung yang ingin kesana untuk berwisata ziarah.

Saat ini situs makam Sunan Sendang Duwur makin ramai pengunjung. Selain berziarah, mereka ingin melihat peninggalan bersejarah salah satu sunan berpengaruh dalam syiar agama Islam di Jawa itu.

Memang, sejarah penyebaran agama Islam di Pulau Jawa tidak bisa dipisahkan dari sejarah Sunan Sendang Duwur. Bukti peninggalan, makam dan masjid kuno, memberi jawaban bagaimana kiprah sunan tersebut.

Data dari berbagai sumber menyebutkan, masjid kuno itu menyimpan sejarah yang berbeda dengan pembangunan masjid lainnya. Sebab, tempat ibadah umat Islam ini tidak dibangun secara bertahap oleh Sunan Sendang Duwur, melainkan melalui suatu kemukjizatan.

Masjid tersebut bentuk keberhasilan Sunan Sendang Duwur atas perintah dari Sunan Drajat. Sunan Sendang Duwur berhasil memboyong masjid peninggalan suami Mbok Rondo Mantingan Jepara dalam keadaan utuh tanpa bantuan orang lain.

Atas izin dari Sang Pencipta, dalam waktu tidak lebih dari satu malam, masjid tersebut berhasil diboyong ke bukit Amitunon, Desa Sendang Duwur.

Masjid Sendang Duwur pun berdiri di sana, ditandai surya sengkala yang berbunyi  gunaning seliro tirti hayu yang berarti menunjukkan angka tahun baru 1483 Saka atau Tahun 1561 Masehi.

Namun cerita lain menuturkan, masjid tersebut dibawa rombongan (yang diperintah Sunan Drajad dan Sunan Sendang Duwur) melalui laut dari Mantingan menuju timur (Lamongan) dalam satu malam.

Rombongan itu diminta mendarat di pantai penuh bebatuan mirip kodok (Tanjung Kodok) yang terletak di sebelah utara bukit Amitunon di Sendang Duwur.

Rombongan dari Mantingan itu disambut Sunan Drajat dan Sunan Sendang Duwur beserta pengikutnya. Sebelum meneruskan perjalanan membawa masjid ke bukit Amitunon, rombongan itu diminta istirahat karena lelah sehabis menunaikan tugas berat.

Gapura-Makam-Sunan-Sendang-Duwur-3.jpg

Saat istirahat, sunan menjamu rombongan dari Mantingan itu dengan kupat atau ketupat dan lepet serta legen, minuman khas daerah setempat. Berawal dari sini, sehingga setiap tahun di Tanjung Kodok digelar upacara kupatan.

Untuk diketahui bahwa Sunan Sendang Duwur bernama asli Raden Noer Rahmad adalah putra Abdul Kohar Bin Malik Bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Baghdad.

Ia lahir pada tahun 1320 M dan wafat pada tahun 1585 M. Sosok Sunan Sendang Duwur merupakan tokoh kharismatik yang pengaruhnya dapat disejajarkan dengan Wali Songo saat itu.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Lamongan Mifta Alamudin mengatakan, situs Makam Sunan Sendang Duwur merupakan salah satu bukti adanya akulturasi budaya Islam dengan Hindu dalam sejarah persebaran Islam di Nusantara.

Menurutnya, gapura di kompleks makam membuktikan adanya relief surya majapahit dan model relief burung merak yang terdapat pada dasar bangunan gapura paduraksa.

"Itu menggambarkan adanya penghormatan pada tokoh yg dimakamkan di komplek tersebut. Burung merak merupakan salah satu burung kendaraan perang dalam cerita pewayangan hindu," kata Mifta Alamudin.

Udin, sapaan akrab Mifta Alamudin, berharap bukti-bukti arkeologis yang mengandung makna tinggi dalam sejarah persebaran Islam masa lampau di Lamongan bisa menjadi tauladan untuk generasi yang akan datang akan pentingnya toleransi antar umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

"Ke depan menjadi kewajiban pemerintah, untuk tetap melestarikan keberadaan situs sejarah dan religi Makam Sunan Sendang Duwur sebagai warisan budaya bangsa. Apalagi keberadaannya telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya peringkat nasional," tuturnya.

Makam Sunan Sendang Duwur bisa menjadi salah satu daftar wisata religi dan sejarah di Kabupaten Lamongan. Selain itu makam ini juga memiliki bangunan berarsitektur tinggi yang menggambarkan perpaduan antara kebudayaan Islam dan Hindu sehingga layak untuk dikunjungi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES