Kopi TIMES

Mempertahankan Lebaran Effect Tanpa Mudik

Rabu, 12 Mei 2021 - 14:08 | 121.48k
Diana Dwi Susanti, Statistisi Ahli di BPS Provinsi Jawa Tengah.
Diana Dwi Susanti, Statistisi Ahli di BPS Provinsi Jawa Tengah.

TIMESINDONESIA, JAWA TENGAH – Saat ini mayoritas penduduk di Indonesia yang berasal dari kalangan Muslim tengah menikmati tradisi bulan ramadan. Bulan ramadan adalah bulan mulia dan penuh rahmat dengan puncak tradisi ini adalah lebaran. Ramadan dan lebaran biasanya ditandai dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga. Apalagi jika Tunjangan Hari Raya (THR) diterima oleh sebagian besar karyawan baik negeri maupun swasta. Belum lagi dengan aliran zakat/donasi sosial lainnya yang dalam durasi singkat akan mengerek daya beli masyarakat ekonomi bawah. Lebaran effect selalu ditunggu oleh masyarakat, karena dampaknya sangat berpengaruh ke semua lapisan masyarakat. Lebaran effect menjadi momentum dalam peningkatan ekonomi masyarakat..

Kebiasaan mendekati lebaran, belum afdol jika tidak membuat rendang, opor ayam, ketupat, kue kering dan segala macam jajanan konsumsi keluarga atau suguhan tamu yang datang. Membeli pakaian, aksesoris, dan perhiasan juga menjadi semacam prasyarat wajib bagi anak-anak, remaja bahkan orang dewasa. Dan perilaku ini dilakukan hampir rata-rata setiap keluarga Indonesia.

Tradisi mudik berkunjung ke sanak saudara ikut meningkatkan ekonomi yang merata hampir di seluruh wilayah. Bisa dikatakan momen ramadhan dan lebaran ini diharapkan mampu mendongkrak perekonomian Indonesia. 

Larangan Mudik

Berat jika melarang masyarakat Indonesia untuk tidak mudik. Mudik telah menjadi budaya dan tradisi yang begitu kental bagi masyarakat. Sudah dua kali lebaran yaitu  tahun 2020 dan 2021, mudik dilarang di Indonesia. Penyebabnya adalah pandemi covid-19 yang masih belum pergi dari Indonesia. Kasus covid-19 terus bertambah. Terutama ketika usai liburan atau perayaan keagamaan. 

Lonjakan kasus yang selalu terjadi pasca libur panjang atau perayaan keagamaan. Pertama, libur Idul Fitri tahun lalu yang menaikkan angka kasus harian hingga 93 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sampai 66 persen.

Kedua,  libur panjang 22-23 Agustus 2020 menaikkan kasus sampai 119 persen dan meningkatkan tingkat kematian mingguan hingga 57 persen. Ketiga, libur panjang periode 28 Oktober sampai 1 November 2020 yang menaikkan kasus covid-19  sampai 95 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan 75 persen.  Terakhir libur panjang natal dan tahun baru 2020 menaikkan kasus harian sampai 78 persen dan tingkat kematian hingga 46 persen.

Hal tersebut membuat pemerintah mengambil langkah kebijakan larangan mudik pada lebaran tahun 2021 dengan mengeluarkan peraturan melalui Surat Menteri Koodinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor S-21/MENKO/PMK/III/2021 tanggal 31 Maret 2021. Demi menjaga lonjakan kasus covid-19 yang belum teratasi. Karena belum semua warga melakukan vaksinasi.

Namun upaya pemerintah untuk menjaga ekonomi tetap tumbuh dengan mengeluarkan THR dan bantuan sosial. Untuk menjaga daya beli masyarakat dalam mempersiapkan lebaran tahun 2021.

Lebaran Effect Tanpa Mudik

Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2021 masih terkontraksi -0,74 persen yang disebabkan oleh melambatnya dua motor penggerak ekonomi nasional. Yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi yang disebabkan pandemi covid-19. 

Dari sisi pengeluaran, ekonomi Indonesia masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga dengan kontribusi 56,93 persen. Selanjutnya kontribusi investasi sebesar 31,98 persen. Sisanya pengeluaran pemerintah, lembaga non profit hingga arus perdagangan luar negeri. 

Dengan kontribusi terbesar, konsumsi rumah tangga menjadi salah satu acuan untuk mengukur ekonomi secara keseluruhan. Tren pertumbuhan konsumsi selalu sejalan dengan laju ekonomi. Saat konsumsi melambat, hampir dipastikan akan berefek pada agregat pertumbuhan ekonomi.

Terkontraksinya konsumsi rumah tangga pada triwulan I tahun 2020 disebabkan oleh kelas menengah ke atas menahan konsumsinya pada awal tahun. Padahal distribusi pengeluaran masyarakat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) masyarakat yang mempunyai pengeluaran tinggi sebesar 45 persen dan masyarakat dengan pengeluaran menengah sebesar 36 persen. Sedangkan masyarakat dengan pengeluaran rendah hanya 17 persen.

Meningkatkan Konsumsi Golongan Menengah ke Atas 

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka perlu mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. THR yang sebagian besar diterima oleh masyarakat menengah ke atas diharapkan dapat menggerakkan komponen konsumsi rumah tangga. 

THR yang dibelanjakan untuk membeli kebutuhan pokok, berpengaruh terhadap penjual dan produsen. Jika setiap orang membelanjakan uang THR itu, maka konsumsi rumah tangga akan tumbuh. Dampak positif THR juga akan mengangkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Saat ini kesempatan industri riil meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan ramadhan dan lebaran. Maka efek selanjutnya pendapatan karyawan dan perusahaan akan meningkat. Seterusnya akan mendorong juga daya beli karyawan dan perusahaan untuk belanja.  Begitulah seterusnya menjadi sebuah lingkaran yang terus berputar dan menjadi sistem yang harus dikelola dengan baik dan hati-hati penuh antisipasi dan perhitungan oleh pemerintah.

Lebaran memang tanpa mudik. Namun masyarakat terutama golongan menengah ke atas bisa tetap melakukan silaturahmi dengan keluarga melalui virtual. Masih bisa berbagi dengan mengirimkan hadiah atau keperluan lebaran ke kampung halaman. Saat lebaran tempat wisata juga dibuka walaupun dengan protokol kesehatan dan pembatasan kunjungan. Setidaknya dengan dibukanya tempat wisata mendorong masyarakat menengah ke atas untuk menikmati wisata. 

Walaupun terjadi pro kontra antara mudik dilarang namun tempat wisata dibuka. Tempat wisata dibuka tentu dengan pengawasan dan penjagaan yang ketat. Dan ada batasan untuk pengunjung. Dengan dibukanya tempat wisata, setidaknya ekonomi masih menggeliat. Namun jika mudik tidak dilarang, ribuan bahkan ratusan ribu masyarakat akan berbondong-bondong untuk datang ke kampung, ke sanak keluarga. Hal tersebut tentu akan meningkatkan kasus covid-19 yang tidak bisa dibendung. Seperti yang terjadi di India. 

Lebaran kali ini memang masih menjadi ujian berat terutama bagi para perantau. Namun bijak dalam menanggapi masalah dan tetap melakukan belanja lebaran untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Dengan demikian lebaran effect akan tetap terasa walaupun tidak bersua secara tatap muka. (*)

***

*)Oleh: Diana Dwi Susanti, Statistisi Ahli di BPS Provinsi Jawa Tengah.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES