Pendidikan UIN Malang

Syiar Ramadan, UIN Maliki Malang Bahas Puasa dan Pengembangan Multikecerdasan

Rabu, 12 Mei 2021 - 10:23 | 653.16k
Syiar ramadan UIN Maliki Malang di hari ketiga puluh ramadan. (Foto: Nadira Rahmasari/TIMES Indonesia)
Syiar ramadan UIN Maliki Malang di hari ketiga puluh ramadan. (Foto: Nadira Rahmasari/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki Malang) membahas Puasa dan Pengembangan Multikecerdasan di syiar ramadan hari ketiga puluh ramadan. Narasumber yang dihadirkan yakni Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA, Dr. Mohammad Mahpur, M.Si., Dr. Muhammad Walid, M.A, Dr. Elok Halimatus Sa'diyah, M.Si dan Rektor UIN Maliki Malang, dan Prof. Dr. Abdul Haris, M.Ag sebagai moderatornya.

INFORMASI SEPUTAR UIN MALANG DAPAT MENGUNJUNGI www.uin-malang.ac.id

"Ketika orang melakukan puasa, puasa secara tradisi dapat meningkatkan kreativitas. Hal-hal ini menjadi penting untuk mencerdaskan anak," ujar Prof Abdul Haris, Rektor UIN Maliki Malang.

Dalam paparannya, Prof. Dr. H. M. Zainuddin menyampaikan, puasa sesungguhnya secara lahir dan batin tidak saja mencegah makan minum dan hubungan suami istri di siang hari. Tapi mengendalikan hati juga. Relevansinya dengan kecerdasan seseorang, puasa dapat mencerdaskan intelektual dan hati. Terdapat kajian, yang isinya keajaiban berpuasa karena makanan itu berkurang kemudian mengalir darah dan oksigen ke otak, sehingga kecerdasan bisa menjadi maksimal. Makanya orang islam memiliki kecerdasan dan intelek. Orang muslim memiliki kecerdasan lahir dan batin.

Nabi bersabda yang artinya, sesungguhnya dalam diri manusia adalah segumpal darah maka kalau rusak, badan akan rusak. Kalau segumpal darah itu baik, maka dirinya baik. Dan segumpal darah itu maksudnya hati.

"Fitrah itu diberikan oleh Allah kepada manusia untuk dapat menjadi prospek. Sesungguhnya, potensi yang baik harus dikembangkan. Sehingga dapat menjadi generasi muda yang eksis," ujarnya.

Sementara itu, Dr. Mohammad Mahpur menyampaikan, momentum akan baik, apabila orang mau berpuasa. Di dalam puasa manusia punya kemampuan untuk meningkatkan kecerdasan. Puasa kesempatan bagi anak-anak berkumpul dengan teman yang baik. Mereka berkumpul melaksanakan tarawih dan menunggu waktu adzan dengan bahagia. Sehingga nanti hal itu akan mewujudkan kecerdasan sosial.

"Puasa tidak diamalkan dengan serius pada dulu, karena lebih banyak bahagia sehinga kurang menikmati. Tradisi ini dapat diperkuat dengan stimulus," jelasnya.

Selanjutnya, Dr. Muhammad Walid menuturkan, semua dosen dan para guru yang bergerak di dunia pendidikan dapat menyalurkan energi positif sebagai petunjuk untuk mencerdasakan. Di saat anak usia 5 tahun, kecerdasan akan terbentuk 5 persen. Dan akan menjadi 8% ketika anak berusia 8 tahun. Akan berkembang maksimal ketika anak usia 12 tahun.

Cara pengajar melejitkan, yaitu yang pertama, memberikan stimulus panca indera di saat anak usia belum genap 13 tahun. Kedua, berikan sesuatu pengalaman yang berbeda untuk memberikan jalur-jalur yang berbeda. Mengajar harus melihat kompetensi dan energi positif. Karena setiap anak didik memiliki pontensi yang berbeda. Di FITK UIN Maliki Malang, mahasiswa diajarkan untuk dapat menerbakan energi positif untuk melejitkan kecerdasan anak.

"Fitrah, itu sudah batil tinggal siapa saja yang mencoret-coretnya. Potensi dalam konteks pendidikan nasional mengacu pada potensi anak siap di didik dan memiliki kecerdasan," tuturnya.

Narasumber lainnya, Dr. Elok Halimatus Sa'diyah menyampaikan, kecerdasan acuan untuk mengoptimalkan kompetensi kecerdasan anak. Allah memberikan bakat untuk dikembangkan kepada masing-masing anak untuk di variasikan. Tidak ada anak yang tidak cerdas, tapi setiap anak memiliki bakatnya sendiri-sendiri. Setiap ibu yang cerdas bisa menjadikan anak yang cerdas. Cerdas disini bukan mengharuskan ibu untuk S1, tapi dari caranya mendidik anak untuk mengembangkan potensinya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda.

Kalau seorang anak dikembangkan sesuai dengn bakatnya dia akan melejit dengan cepat. Tapi kalau anak dikembangkan tidak sesuai dengan bakatnya dia mungkin akan tetap mampu tapi tidak akan maksimal. Orang yang bahagia, adalah dia yang bekerja di hobinya. Dan hobi yang bisa memberikannya uang.

INFORMASI SEPUTAR UIN MALANG DAPAT MENGUNJUNGI www.uin-malang.ac.id

"Seorang anak dikatakan berkembang, ketika ia bisa mengoptimalkan kompetensi. Kalau dia dipaksa untuk berkembang dia akan bisa tetapi dia akan kurang bahagia," ujar Elok Halimatus dalam Syiar Ramadan yang digelar oleh UIN Maliki Malang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES