Kopi TIMES

Kiat Cukup Beras untuk Wilayah Minim Sawah 

Rabu, 12 Mei 2021 - 08:21 | 54.20k
Tri Karjono, Stat Ahli BPS Provinsi Jawa Tengah.
Tri Karjono, Stat Ahli BPS Provinsi Jawa Tengah.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Empat bulan awal tahun ini grafik panen padi nasional berdasar berbagai fenomena alam maupun tren tahunan sangat dimungkinkan berada di atas rata-rata dibanding bulan-bulan yang lain selama setahun ini. Produksi selama subround pertama ini biasanya dapat dijadikan acuan perkiraan kasar produksi padi suatu wilayah dalam setahun kedepan. Namun demikian hampir dapat dipastikan wilayah-wilayah tertentu mana yang secara kontinyu terjadi surplus produksi beras. Lebih tinggi produksinya dibanding total yang dibutuhkan oleh penduduknya.

Pembangunan konstruksi yang masif pada wilayah tertentu, baik oleh pembangunan transportasi, industri maupun perumahan seperti DKI Jakarta atau Yogyakarta misalnya, dipastikan menjadikan suatu wilayah yang semakin sempit lahan sawahnya. Demikian pula wilayah dengan sebagian atau seluruh lahannya tidak memiliki daya dukung yang cocok untuk pengusahaan sawah untuk ditanam padi. Jikapun bisa dimanfaatkan maka harus menggunakan cost yang lebih sehingga tidak menguntungkan secara ekonomi. Seperti banyak lahan yang ada di luar Jawa dan beberapa wilayah lain di luar beberapa wilayah pulau Sumatera dan Sulawesi. Alhasil wilayah-wilayah tersebut menjadi wilayah dengan kondisi defisit, karena produksi padinya lebih rendah dibanding total kebutuhan yang ada.

Di sisi lain, beras sebagai produk lanjutan hasil pertanian padi, merupakan makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Semua masyarakat butuh akan kecukupan makanan pokoknya (beras)  dari sisi jumlah dan tersedia ketika dibutuhkan serta keterjangkauan harga. Alhasil kecukupan ketersediaan dan kepastian harga akan sangat terganggu ketika suplai kurang akibat distribusi yang terganggu. Masih beruntung ketika hanya karna distribusi mobilitas yang terganggu, akan lebih bermasalah ketika terjadi permainan harga di tingkat distributor sebelum sampai konsumen.

Seperti contoh diatas, bagaimana akibatnya ketika suplai beras dari Jawa Timur, Jawa Tengah atau Jawa Barat sebagai tiga besar lumbung padi nasional ke wilayah defisit terganggu. Jika tata niaga dan distribusi seluruhnya diserahkan kepada swasta yang mampu mengendalikan jumlah dan harga ke wilayah defisit, maka harga tinggi bahkan bukan tidak mungkin kelangkaan beras akan terjadi di wilayah tersebut.

Apa yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan, mungkin bisa menjadi salah satu solusi bagaimana mengatasi beberapa diantara itu semua. Kita ketahui bahwa DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah provinsi dengan rasio ketergantungan terhadap produksi padi dari wilayah lain yang paling tinggi. Produksi beras 2,67 ribu ton tidak sebanding dengan kebutuhannya yang mencapai 1,18 juta ton per tahun (BPS, 2020).

Oleh karena itu adalah sebuah keharusan bagaimana caranya agar warganya mendapat kepastian kecukupan beras untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan menutup semua defisit yang ada. Mengandalkan pada distributor dan pedagang dirasa sangat riskan oleh kemungkinan permainan harga seperti uraian diatas. Apalagi melakukan impor dari negara lain, ketika secara nasional angka kecukupan beras terpenuhi, sepertinya juga tidak mungkin.

Kolaborasi Antarwilayah

Cara yang ditempuh DKI Jakarta saat ini adalah dengan melakukan kolaborasi kerjasama denga produsen padi. Diketahui bahwa belum lama ini Gubernur DKI Jakarta melakukan panen raya padi 1000 hektar di Kabupaten Cilacap. Padahal Kabupaten Cilacap bukan merupakan bagian wilayah DKI Jakarta melainkan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah.

Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Provinsi Jawa Tengah, Cilacap merupakan produsen terbanyak kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Grobogan. Pada tahun 2020, produksi padi Jawa Tengah sebesar 9,49 juta ton gabah kering giling (GKG). 8,37 persen atau 793,9 ribu tin disumbang dari produksi Kabupaten Cilacap. Dengan jumlah produksi tersebut dan perkiraan kebutuhan beras penduduk Cilacap berdasar hasil Sensus Penduduk 2020 dan kebutuhan perkapita sebesar 111,58 kilogram per tahun (Survei Bapok,2017), maka kebutuhan beras Cilacap sebanyak 217,0 ribu ton. Dengan demikian pada tahun 2020 saja terjadi surplus beras lebih dari seratus persen atau sekitar 237,19 ribu ton.

Potensi tersebutlah yang ditangkap Jakarta sebagai peluang untuk dapat dilakukan kerjasama dengan Cilacap agar sebagian kelebihan produksi yang terjadi dapat dilarikan ke ibukota. Kerjasama ini sendiri telah berlangsung sejak tahun 2019 yang lalu, yang diawali dengan lahan seluas 250 hektar, meningkat 500 hektar pada 2020 dan 1000 hektar pada 2021 ini.  

Nilai Positif

Ada beberapa nilai positif dari apa yang dilakukan Jakarta dan Cilacap tersebut. Pertama memberi tambahan keyakinan terhadap warga Jakarta akan kecukupan kebutuhan berasnya. Tentunya ini bukan satu-satunya sumber keyakinan tersebut. Tetapi paling tidak menjadi tambahan bagi pemenuhan stok diluar yang bersumber dari distributor atau pedagang swasta.

Kedua, menjadi alat kontrol dan pengendali bagi fluktuasi harga di pasaran. Kita tahu bahwa kadang bahkan sering kita dengar akibat dikendalikannya pasokan beras oleh distributor atau pedagang swasta, menjadikan harga di lapangan menjadi fluktuatif. Jelas prinsip pedagang akan berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari apa yang dia perdagangkan. Dengan keterlibatan pemerintah daerah sebagai pemasok beras maka harga pasar akan mampu terkendali dengan kapan saatnya harus melakukan operasi maupun kapan saatnya harus bertahan.

Ketiga, bagi produsen gabah dalam hal ini petani asal dimana padi tersebut di tanam akan lebih diuntungkan dengan adanya sistem ini. Seringkali kita dengar, ketika panen raya terjadi harapannya petani mendapat keuntungan lebih dari hasil panennya, justru dihadapkan pada harga gabah yang rendah, bahkan lebih rendah dari harga patokan minimal yang ditetapkan. Banyak alasan pihak penebas untuk memaksa petani menjual padinya dengan harga murah. Mulai dari karena melimpahnya padi hasil panen dimana-mana (berlaku hukum ekonomi dimana suplay tinggi harga turun), alasan tingginya kandungan air akibat tingginya curah hujan bahkan memanfaatkan psikologi kesederhanaan petani yang merasa cukup hidup dengan pendapatan yang tidak berlebihan. 

Dengan kepastian petani bahwa hasil panennya akan terserap tanpa harus dipermainkan oleh penebas atau tengkulak, maka petani akan merasa lebih nyaman. Apalagi jika perjanjian ini telah disepakati sebelumnya bahwa hasil panen akan dibeli dengan harga tertentu. Bahkan jika disamping kepastian harga, pemda yang menjalin kemitraan juga ikut terlibat mulai dari menyediakan benih yang berkualitas, memastikan ketersediaan pupuk yang cukup dan sebagainya. Toh pada akhirnya keberhasilan panennya akan dinikmati juga oleh pihak mitra induk.

Keempat, melalui kerjasama ini dapat dipastikan rantai tata niaga beras dari produsen ke konsumen menjadi terpangkas. Jelas semakin panjang rantai distribusi maka akan menambah biaya yang tentunya dibenakan kepada konsumen akhir. Dengan begitu biaya akan dapat ditekan, yang tentunya akan mengurangi beban konsumen dengan membayar harga  pasar yang lebih murah.

Kelima, kerjasama seperti ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi petani wilayah tersebut untuk lebih bersemangat dalam bercocok tanam utamanya padi. 

Menjadi Alternatif

Bagi Jakarta sendiri kolaborasi dengan Cilacap jelas tidak cukup. Namun kolaborasi antar daerah terkait ketahan pangan ini bisa diperluas dan menjadi salah satu prototipe kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak bagi antarwilayah yang lain. Namun demikian tentunya harus memperhatikan pula berapa maksimal luas lahan sawah yang bisa dikerjasamakan. Bagaimanapun wilayah produsen harus memastikan dan menjamin bahwa masyarakatnya harus tercukupi terlebih dahulu dari padi atau beras produksi sendiri. Karena jika tidak tentunya akan beresiko terhadap harga serta ketepatan waktu dan jumlah pasokan.

Jika hal ini dapat dilakukan secara masif di berbagai wilayah maka kelangsungan jumlah produksi padi, bahkan lebih meningkat oleh semangat menanam akibat hasil yang lebih menjanjikan, bukan hal yang mustahil. Dengan kepastian harga oleh ketersediaan yang cukup juga akan menjamin inflasi yang terkendali. Laju inflasi seringkali diakibatkan oleh sedikit saja fluktuasi harga komoditas beras sebagai nilai konsumsi terbesar dalam penimbang penghitungan angka inflasi.

***

*)Oleh : Tri Karjono, Stat Ahli BPS Provinsi Jawa Tengah.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES