Kopi TIMES

Dahsyatnya Korupsi Jual Beli Jabatan Mengalahkan Pengadaan Barang Jasa

Selasa, 11 Mei 2021 - 13:12 | 118.24k
Kiagus Firdaus (Kia), Wartawan TIMES Indonesia.
Kiagus Firdaus (Kia), Wartawan TIMES Indonesia.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat menjadi tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan. Tak ada yang menyangka, sosok orang terkaya di Nganjuk ini terkena OTT yang dilakukan KPK dan Bareskrim Mabes Polri. Ia terduga korupsi jual beli jabatan Rp 10 jutaan. 

Padahal sebagai bupati, Novi dikenal tajir dengan harta Rp 116 miliar. Tapi masih nekad melakukan korupsi jual beli jabatan yang berkisar puluhan hingga ratusan juta.

Lalu kok banyak kepala daerah kaya raya tapi tetap korupsi? Jawabannya cukup mudah, saat mereka kaya raya sebelum menjadi menjadi kepala daerah, cost atau biaya hidup pengeluaran mereka sudah termanajemen dengan baik dan pengeluaran sesuai kebutuhan. Sehingga apa yang dikeluarkan tidak akan minus dari pendapatan mereka sebagai pengusaha, karena mereka tahu berapa uang yang harus dibagi-bagi dan keluarkan.

Hal ini berbeda ketika mereka sudah menjadi kepala daerah, pengeluaran pasti akan bertambah dengan sendirinya.

Cost atau pengeluaran itu bertambah, yang dahulu hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga sekarang bertambah untuk seluruh warga atau konstituennya di wilayah tersebut.

Biaya-biaya makin besar yang dikeluarkan seperti untuk ormas, yayasan, lembaga, golongan, partai dan pribadi yang dulu mereka semua membantu kemenangan kepala daerah tersebut.

Belum lagi biaya-biaya langsung uang receh yang diberikan seperti saat kunjungan ke pelosok, ke pasar, warga, tukang becak, hadiah-hadiah perlombaan, permintaan akomodasi, menjamu tamu dan relasi dari teman TK hingga kuliah serta pengeluaran untuk secondary family, belanja tuntutan sebagai kepala daerah saat kunker dan lain - lain yang itu hampir setiap hari keluar.

Kedatangan tamu-tamu baik yang dikenal dekat bahkan tamu yang sok kenal dekat kepala daerah, antri tiap hari di pendopo hanya untuk bertemu menyapa yang dalam hati, pasti setelah salaman mau pulang akan disangoni amplop oleh ajudan atau kepala daerah langsung. (Apakah termasuk Anda, hehehe)

Bahkan banyak ketika kepala daerah pulang kerja dari lapangan, mau masuk ke pendopo turun dari mobil melihat kanan kiri dan sekitarnya masih banyak melihat warganya yang dari tampang mukanya sedang membutuhkan uluran bantuan uang atau makan, tak segan kepala daerah menyuruh ajudannya untuk kasih uang ke mereka.

Nah pertanyaannya, kan kepala daerah punya fasilitas dari kantor, punya uang operasional dari kantor, punya dana hibah dan bansos dari kantor, mengapa tidak cukup?

Ya terang saja tidak cukup, kita kembali melihat APBD masing-masing daerah selain Jakarta dan Surabaya mungkin daerah tersebut hanya punya APBD berkisar dari Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun termasuk Kabupaten Nganjuk sendiri tahun 2021 hanya mempunyai APBD sebesar hanya Rp 2,3 triliun. 

Pastinya APBD tersebut sudah terencana dan terserap untuk program-program prioritas kepala daerah, apalagi kalau ketemu kepala daerah yang visioner, pasti uang tersebut habis untuk pembangunan-pembangunan skala prioritas tersebut.

Nah, bagaimana dengan gaji kepala daerah?

Lagi-lagi takkan cukup, seorang bupati hanya mendapatkan gaji pokok sebesar Rp 2,1 juta dengan tunjangan mencapai ratusan juta perbulan tergantung pada besaran PAD dari masing-masing daerah.

Anggap saja total gaji mereka perbulan mencapai Rp 200 juta saja, itu habis buat saat kunker atau menjamu tamu tiap hari dengan rata-rata perhari keluar dari ajudan untuk tamu-tamu berkisar Rp 1 juta - Rp 10 juta untuk tamu-tamu tersebut.

Mengapa Bupati Nganjuk salah satu indikasi korupsinya melalui dengan jual beli jabatan bukan dari pengadaan barang/jasa? 

Terang aja, setelah reformasi 1998 singkatnya negeri ini terus berbenah khususnya dalam reformasi birokrasi.

Banyak sekali perubahan khususnya menuju Indonesia yang bersih, transparan dan akuntabel yang telah dilakukan, baik pada perbaikan peraturan perundang-undangan dan sebagainya termasuk tentang pengadaan barang jasa yang makin hari makin baik dengan sistem yang sudah berbasis IT, transparan dan akuntabel walau masih bisa diatur dikit-dikit secara humannya.

Pengadaan barang/jasa saat ini melalui E-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat dan tender atau lebih kita kenal dengan bahasa LPSE, ULP atau eKatalog saat ini memang hampir menyentuh sempurna walau human masih bisa memainkan sistemnya.

Tetapi artinya peluang untuk KKN melalui pengadaan barang/jasa makin hari makin sulit.

Disinilah ada modus baru yang tidak perlu repot cari tambahan uang dengan ribet dan bahayanya sistem pengadaan barang/jasa, yaitu jual beli jabatan, mengapa?

Dalam dunia birokrasi, di mana ASN saat ini makin baik kesejahteraannya mulai dari staf hingga pejabat mulai dari kasubag/kasie, lurah, camat, kabag/kabid, sekretaris, kepala dinas/badan/biro hingga sekda, makin tinggi jabatan makin besar kesejahteraan, kewenangan dan fasilitas yang didapat.

Nah berbeda dengan pengadaan barang/jasa, menaikkan atau mempromosikan bahkan memutasi jabatan dari staf hingga sekda itu menjadi *Hak Prerogatif Kepala Daerah*.

Walau ada beberapa daerah sudah menggunakan mutasi jabatan berbasis fit & proper test, assessment, open bidding dan lain-lain tetap aja sistem tersebut kembali ke suka-suka kepala daerah atau hak prerogatifnya tadi, sehingga semua proses transparan promosi dan mutasi tadi hanyalah formalitas saja.

Di Kabupaten Nganjuk sendiri berdasarkan data BPS Nganjuk 2020 jumlah jabatan eselon 4 hingga 1 berjumlah 708 jabatan.

Berdasarkan pernyataan dari KPK, jual beli jabatan Bupati Nganjuk berkisar antara Rp 10 - Rp 150 juta, kalau kita pakai rata-rata per orang Rp 75 juta artinya, Rp 75 juta kali 708 jabatan, maka ada potensi uang jual beli jabatan sebesar Rp 53.100.000.000.

Artinya kesempatan potensi mencari uang sebesar puluhan miliar sangatlah mudah, mengingat untuk promosi jabatan memang urusan personal seorang ASN.

Satu sisi banyak tergiurnya ASN dengan jabatan dan fasilitas serta kesejahteraan yang didapat hingga mereka menghalalkan segala cara bukan dengan cara yang kompetitif menunjukkan prestasi dan kreasi kerja lagi. Tetapi siapa yang bisa bayar dia pasti dapat jabatan.

Dan perlu Anda ketahui, tanpa adanya unsur jual beli jabatanpun, budaya yang berlaku sampai dengan saat ini yang sulit untuk dihapus adalah ketika kita seorang staf atau pejabat mendapatkan promosi jabatan, tetap aja kita akan memberikan uang ucapan terima kasih, baik itu kepada atasan kita langsung seperti kepala dinas ataupun atasan kita tadi yang mengatasnamakan kepala daerah bahwa kepala daerah harus dikasih uang ucapan terima kasih. 

Permainan mencari uang dari jual beli jabatan atau uang ucapan terima kasih, ini lebih mudah daripada mencari uang di pengadaan barang/jasa.

Mengingat uang yang diberikan untuk jual beli jabatan atau ucapan terima kasih tadi adalah uang pribadi sehingga seorang ASN sehingga tidak terlalu nampak modus korupsinya.

Tetapi dari sinilah efek domino korupsi itu dimulai, di mana seorang ASN apalagi dia sudah menjabat dan ingin pindah jabatan ke posisi yang lebih strategis, tentunya untuk membayar uang jual beli jabatan atau ucapan terima kasih tadi akan mencari uang di dinas atau lembaganya masing-masing sehingga kembali potensi korupsi lagi dari level bawah. Begitulah cerita nyata dunia birokrasi

Bayangkan di negeri ini ada 514 bupati/wali kota, 34 gubernur, kabinet menteri dan lainnya.(*) 

***

*) Oleh: Kiagus Firdaus (Kia), Wartawan TIMES Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES