Peristiwa Nasional

Sejarah Hari Ini: 5 Mei, Mengenang Godfather of Broken Heart Didi Kempot

Rabu, 05 Mei 2021 - 11:08 | 87.69k
Didi Kempot (FOTO: TIMES Indonesia)
Didi Kempot (FOTO: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTASejarah hari ini akan mengulas Godfather of Broken Heart Didi Kempot yang tepat satu tahun lalu meninggal dunia. 5 Mei juga mencatat beberapa perstiwa penting lainnya, seperti peringatan Hari Bidan Sedunia dan juga munculnya petisi 50 yang mewarnai dunia politik di Indonesia. Berikut ulasan peristiwa tersebut:

2020: Didi Kempot Meninggal Dunia

Pada Selasa 5 Mei 2020, Didi Kempot, seniman lagu campursari meninggal dunia. Didi Kempot, pemilik nama asli Dionisius Prasetyo, meninggal dunia akibat serangan jantung pada usia 53 tahun pukul 07.30 di RS Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah.

Ribuan “sobat ambyar” julukan bagi fans setia Didi Kempot menangisi kepergiannya yang mendadak. Kurang lebih 24 ribu tweet mengisi halaman twitter dengan ucapan duka cita atas kepergian seniman campursari ini. Ucapan belasungkawa terus mengalir untuk seniman campursari legendaris tersebut, termasuk dari Presiden RI Joko Widodo.

Didi Kempot adalah maestro campursari itu lahir dari keluarga seniman di Surakarta, pada 31 Desember 1966. Tak heran kalau Didi terjun ke dunia seni, orang-orang terdekatnya juga berkecimpung di dunia yang sama. Ayahnya Ranto Edi Gudel pemain ketoprak di Jawa Tengah. Ibunya Umiyati Siti Nurjanah, penyanyi tradisional di Ngawi. Kakaknya Mamiek Prakoso, pelawak yang tenar lewat grup Srimulat.

Sebelum dielu-elukan sebagai The Godfather of Broken Heart, lagu-lagunya yang sebagian besar bertema kehilangan dan patah hati, Didi Kempot merintis karier dari musisi jalanan. Penyanyi yang biasa tampil dengan rambut gondrong dan blankon ini mulai jad musisi jalanan sejak 1984 di kota Surakarta, sebelum akhirnya mengadu nasib di ibu kota.

Lagu "Cidro" dari album pertamanya dulu kurang terkenal di Indonesia, tapi justru menjadi pintu yang menghubungkan Didi dengan penggemar di mancanegara, khususnya Suriname dan Belanda.

Lagu tersebut dibawa oleh seorang turis Suriname di Indonesia yang berdomisili di Belanda. Setelah diputar di radio Amsterdam, lagu tersebut meledak dan digemari di sana.

“Saya keluar negeri itu pada 1993. Itu ke Suriname dan Belanda. Nah sekarang kalau saya datang ke Suriname, pasti (saya) selalu disambut oleh menteri yang ada disana dan ditonton presiden. Wis koyo pejabat lah (sudah kayak pejabat lah),” ujar Didi pada Agustus 2019.

Sebelum meninggal, Didi Kempot sempat menggelar konser amal dari rumah yang ditayangkan di Kompas TV pada 11 April 2020. Dari konser tersebut, terkumpul dana Rp 7,6 Miliar. Dana tersebut disumbangkan untuk penangangan Covid-19.

Atas jasa dan sumbangsihnya dalam bermusik, Didi Kempot memperoleh penghargaan Post Humous Award 2020 melalui Anugerah TIMES Indonesia (ATI), baca: https://www.timesindonesia.co.id/read/news/319290/post-humous-award-didi-kempot-penghibur-lara-lewat-lantunan-lagu-patah-hati.

1992: Hari Bidan Internasional

Hari-Bidan-Internasional.jpg(FOTO: portalmakassar.com)

Hari bidan sedunia atau internasional diketahui telah ada sejak tahun 80-an. Akan tetapi peresmian secara formal terjadi tahun 1992. Tujuan diadakannnya hari bidan sedunia adalah untuk mengingat peranan penting seorang bidan dalam kehidupan manusia terutama yang berhubungan dengan persalinan juga kesehatan reproduksi.

Hari bidan sedunia juga menjadi tolak ukur kualitas bidan seiring berkembangnya jaman. Peranan bidan tidak hanya penting bagi wanita hamil melainkan juga bagi seluruh masyarakat. Dengan begitu, bidan tidak hanya berperan membantu persalinan melainkan juga menjaga dan merawat wanita yang tengah hamil. Maka untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan bidan di Indonesia, maka dilakukan dan diberi izin kepada perguruan tinggi dengan jurusan kebidanan yang bermutu.

1980: Petisi 50

Sesuai dengan judul yang tertera, petisi ini diterbitkan pada 5 Mei 1980 dan ditandatangani oleh 50 tokoh nasional seperti mantan kepala staf angkatan bersenjata yakni Jenderal Nasution, Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin, juga mantan perdana menteri yakni Burhanuddin dan Mohammad Natsir.

Petisi ini yang dibacakan pada 5 Mei digelar sebelum sebelum sidang DPR pada 13 Mei. Isi Petisi 50 menggugat Presiden Soeharto lantaran telah menodai serta menyalahgunakan filosofi bangsa sekaligus dasar negara, Pancasila. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES