Kopi TIMES

Payung Hukum dan Hak-hak Pers Mahasiswa

Selasa, 04 Mei 2021 - 00:33 | 366.28k
Hanifuddin Musa, Asal Intansi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.
Hanifuddin Musa, Asal Intansi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Pers memiliki sejarah besar dan panjang dengan berbagai lika-liku, dinamika, dan tragedi dalam perjalanan bangsa. Secara historis dapat kita lacak, pers justru menjadi garda untuk kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu, pers nasonal dimanfaatkan sebgai pemicu untuk mengobarkan api perlawanan melawan penjajah. 

Dalam kurun waktu setengah abad lebih lamanya, indikasi pers saangat dikhawatirkan. Pers mengalami pelarangan liputan. Tahun 1998 merupakan tahun penting dalam sejarah perubahan orde lama menjadi reformasi disegala bidang. Sejak  masa pemerintahan BJ Habibie dimulainya kelonggaran pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekpresi. Pers mampu menghirup udara segar, menghirup udara bebas serta mampu menunjukkan kedaulatannya sebagai kontrol sosial.

Regulasi atau tatanan pemerintah yang awalnya segelintir orang yang mendengar, kini berbalik arah hampir semua masyarakat bisa mengetahui bagaimana dinamika bangsa Indonesia sedang di garap oleh trias politica. Dalam tatanan birokrat kampus, juga pers yang menjadi penyambung lidahnya hingga segala informasi bisa tersampaikan kepada mahasiswa.

Payung Hukum

Seiring perkembangan zaman. Pers mahasiswa atau yang sering dikenal dengan sebutan Lembaga Pers mahasiswa (LPM) sering mendapatkan angina tidak segar. Intimedasi dan pemberedelan terhadap pers mahasiswa bukanlah hal yang baru. Berdasarkan catatan Tirto.id, dalam kurun waktu 2014 hingga 2016 sudah terjadi empat kasus pemberedelan terhadap pers mahasiswa. 

Secara legalitas pres mahasiswa memang belum memilik payung hukum yang jelas. sehingga membuat pers mahaiswa rentan dihalang-halangi hingga, represif dan sampai mengalami kekerasan. Pers Mahasiswa belum dianggap  sebagai entitas pers yang perlu dilindungi. Secara eksplisit tidak masuk dalam kategori perusahaan pers berbadan hukum seperti yang tertuang dalam UU pers No. 40 Tahun 1999.

Akantetapi meski tak dijamin secara spesifik dalam undang-undang No. 40 Tahun 1999, pers mahasiswa memiliki perlindungan hukum secara konstitusional maupun perundang-undangan dengan kebebasan akademik, seperti UU Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012.

Di luar aturan kebebasan akademik diatas, ternyata juga diatur dengan adanya aturan internal kampus. Namun, baik UU Dikti maupun aturan internal kampus yang bisa menjamin kebebasan dalam peliputan, ternyata masih banyak pelarangan liputan yang terjadi. Contohnya adalah ancaman pembekuan LPM Poros Universitas Ahmad Dahlan pada 2016, terkait peliputan mereka atas ketidak siapan pihak Universitas dalam pembukaan fasilitas kedokteran. Dan masih banyak kasus lainya yang saat ini mengancam para pers mahasiswa.

Hal ini parlu kita ketahui bersma bahwa kita adalah insan yang melakukan kegiatan jurnalistik sama dengan pers pada umumnya. Denagn itu tentu kita juga bisa mendapatkan kebebasan pers yang sudah diatur di UU Pers No 40 Tahun 1999 serta mendapatkan perlindungan dari segala tekanan yang ada.

Hak Pers Mahasiswa

Kebebasan pers merupaan perwujudan dari kebebasan berpendapat baik menceritakan suatu peristiwa yang dialami atau mengungkapkan pikiran dengan cara menyampaikan kepada media massa dalam semua kondisi. Undang-undang menyebutkan, inti dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan mengungkapkan suatu peristiwa adalah dibolehkanya seseorang menampilkan pendapatnya secara terang-terangan serta mengungkapkan pemikirannya tampa adanya ikatan. (Muzakkir, 2020:78) 

Dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1) disebutkan “Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran pentingnya penegakan supermasi hukum yang dilakukan oleh pengadilan, tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta dengan hati nurani insan pers”   Artinya, berpendapat atau mengeluarkan pendapat dimuka umum boleh selagi tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku seperti pencemaran nama baik atau yang menyangkut HAM (Hak asasi manusia). Kode etik jurnalsitik mendefinisikan kebebasan pers sebagai kebebasan seseorang untuk menulis apa yang dia mau dan menyebar luaskannya melalui surat kabar, buku atau media cetak lain untuk dikonsumsi secara umum. (Muzakkir, 2020: 78)

Akan tetapi lagi-lagi ketika kita menulis sebuah narasi yang mengarah kepada persoalan yang dirasa merugikan, maka akan muncul kritikan yang dilontarkan oleh birokrasi kampus. Seolah ingin menegaskan bahwa pers mahasiswa harus menjadi humas kampus yang hanya berfokus sebagai penulis skenario pencitraan bagi pihak yang berkepentingan. 

Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita semua yang disebut para kaum intelektual. Makna intelektual sendiri adalah seseorang yang aktivitasnya hanya membaca, menulis, berdiskusi, dan berjuang mengubah tatanan sistem yang karut marut, sistem yang tidak berjalan diatas roda yang semestinya, atau ketidak adilan yang menimpanya. 

Sedangkan menurut pandangan Tan Malaka, Intelektual adalah sebagai barisan pelopor dan memiliki kemampuan untuk mengubah “Kemauan Massa” menjadi “Tindakan Massa” sehingga menjadi “Aksi Massa” karena memang mahasiswa memiliki sebuah kecakapan, kecerdasan, peka, dan waspada akan kepentingan tertentu.

Disisi yang lain mahasiswa memiliki sebuah tanggung jawab beser menuju perubahan yang lebih baik. Perjuangan mahasiswa menjadi resolusi bagi kita semua dari segala definesi tentang ketimpangan sistem yang ada. Tidak hanya tunduk dan bersujud pada sistem yang merugikan. Maka tidak heran jika kondisi saat ini menjadi pertanyaan besar bagi kita semua tentang hak-hak kita sebagai insan pers yang selalu mengalami intimidasi dan pemberedelan.

Sangat disayangkan jika hak-hak kebebsan dan hak mendapatkan sebuah informasi dihalangi. Mahasiswa hanya dibolehkan meliput angina segar (positif saja). Perlu diketahui, identitas pers mahasiswa bukanlah humas kampus. Pers mahasiswa adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan jurnalistik sama halnya lembaga pers lainya segala kegiatan dan persoalan diliput dari berbagai sisi

Pers mahasiswa paling tahu kondisi kampusnya baik tatanan system yang kurang baik dipandang serta seluk-beluknya. Maka sebagai pers kampus sudah sewajibnya menginformasikan demi kebaikan kampus itu sendiri. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pers mahasiswa akan bergerak jika kampus sendiri lebih memilih untuk bungkam terhadap kritikan dan akses informasi? 

***

*)Oleh: Hanifuddin Musa, Asal Intansi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES