Pendidikan

Di Tangan Mahasiswa ITS ini, Tempurung Siwalan Diubah Jadi Filter pada Masker Kain

Kamis, 29 April 2021 - 18:31 | 33.61k
Eunike Rhiza Febriana Setyadi mahasiswa dari Departemen teknik Kimia ITS menampilkan esay yang inovatif (Foto: Humas ITS)
Eunike Rhiza Febriana Setyadi mahasiswa dari Departemen teknik Kimia ITS menampilkan esay yang inovatif (Foto: Humas ITS)

TIMESINDONESIA, SURABAYAMahasiswa ITS Eunike Rhiza Febriana Setyadi melalui esainya, menggagas masker kain yang lapisan tengahnya diberi filter khusus berbahan dasar limbah tempurung siwalan.

Hal itu untuk menjawab soal peningkatan limbah masker di masa pandemi. Limbah masker tidak hanya berdampak bagi lingkungan, namun juga berpotensi menularkan virus ke masyarakat sekitar.

“Limbah masker medis sulit terurai dan membutuhkan sumber daya yang cukup besar dalam pengelolaannya,” ungkap mahasiswi yang akrab disapa Ike ini, Kamis (29/4/2021).

Tempurung Siwalan Diubah Jadi Filter pada Masker KainContoh Desain masker dengan penambahan carbon sheet dari tempurung siwalan (Foto: Humas ITS)

Melalui esai bertajuk Potensi Active Carbon Sheet Mask Ramah Lingkungan dari Limbah Tempurung Siwalan guna Mengurangi Penyebaran Covid-19 di Indonesia, Eunike menggagas ide masker kain yang lapisan tengahnya diberi filter khusus berupa lembaran karbon aktif.

“Lapisan karbon aktif dapat memaksimalkan efektivitas penyaringan kotoran terutama virus,” terang mahasiswa Teknik Kimia angkatan 2018 ini.

Lebih lanjut, mahasiswa asal Tuban ini menjelaskan bahwa karbon aktif ini bisa diperoleh dari kandungan selulosa yang sangat tinggi pada tempurung siwalan yaitu sebesar 89,2 persen. Buah ini juga mudah ditemukan, khususnya di Kabupaten Tuban yang memproduksi sebanyak 5.477 ton per tahun.

“Selain harganya terjangkau, pemanfaatan buah siwalan juga dapat membantu perekonomian warga,” ucapnya.

Sebelum memproses limbah tempurung siwalan menjadi karbon aktif, tempurung terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan kotoran yang menempel lalu dikeringkan di oven bersuhu 150 °C selama dua jam untuk menghilangkan kandungan air (proses dehidrasi).

Kemudian tempurung siwalan akan melewati tahap karbonisasi. Sebanyak 1 kilogram sabut siwalan ditempatkan dalam wadah tertutup dan dipanaskan dalam tanur pada suhu 300 °C selama sejam.

Tempurung Siwalan Diubah Jadi Filter pada Masker Kain aProses pembuatan active carbon yang berada di dalam masker kain (Foto: Humas ITS)

“Tempurung siwalan ini akan berubah menjadi bentuk arang yang kemudian didinginkan, digiling dan diayak hingga arang berukuran 90 mesh,” imbuh Eunike.

Setelah melewati tahap karbonisasi, arang yang diperoleh akan masuk ke tahap aktivasi. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan pori-pori permukaan arang, sehingga dapat meningkatkan daya adsorpsi terhadap cairan dan gas. Pada tahap ini, karbon direndam dengan natrium karbonat (Na2CO3) 25 persen.

“Penggunaan Na2CO3 karena sifatnya yang nontoxic sehingga ramah lingkungan dan harganya terjangkau dibandingkan aktivator lain,” tambah Ike.

Lebih dalam, Ike menjelaskan bahwa aktivasi dilakukan selama 24 jam dengan perbandingan massa arang dan volume aktivator adalah 1:10. Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring, pencucian arang aktif dengan aquades, lalu dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 150 °C selama empat jam.

Terakhir, tempurung siwalan yang sudah menjadi karbon aktif ini dibentuk menjadi lembaran tipis. Maka karbon aktif perlu ditambahkan bubuk kitosan yang sudah dilarutkan dalam asam asetat 2 persen, dengan perbandingan 50:50.

“Senyawa kitosan ini antimikroba, tidak beracun, dan memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi,” ungkapnya meyakinkan.

Hasil pencampuran karbon aktif dengan kitosan ini akan menghasilkan active carbon sheet dengan ukuran pori-pori sebesar 3,702 nanometer. Ukuran pori ini efektif menyaring berbagai macam debu, udara beracun, bakteri, virus yang berukuran sekitar 125 nanometer, bahkan coronavirus yang ada saat ini. “Filter karbon aktif ini dapat digunakan sebagai filter masker kain dalam waktu 4-7 hari pemakaian,” jelas Ike.

Gagasan yang cukup inovatif ini pun telah berhasil meraih juara 2 dalam perlombaan esai nasional Forum Komunikasi Mahasiswa Politeknik Indonesia (FKMPI) Lampung, beberapa waktu lalu. Ike mengungkapkan bahwa kurangnya penelitian terkait proses pengubahan karbon aktif menjadi lembaran tipis adalah kendala utama.

“Hingga saat ini saya belum dapat menemukan penelitian mengenai hal tersebut,” ujarnya.

Ike berharap esai yang digagasnya tersebut dapat diteliti lebih lanjut, terutama dalam menguji langsung keefektifan masker kain dengan filter tempurung siwalan ini. “Harapannya ide ini nantinya dapat ditindak lanjuti dan diimplementasikan di masyarakat umum,” tutup mahasiswa ITS ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES