Kopi TIMES

Malpraktik Jurnalistik dan Mundurnya Profesor

Kamis, 29 April 2021 - 09:35 | 163.12k
Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi)
Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Baru-baru ini, pakar Ilmu Komunikasi UI, Effendy Gazali, menyatakan mundur sebagai dosen dan profesor (Guru Besar). Salah satu alasannya adalah merasa kecewa terhadap para jurnalis yang banyak melanggar kode etik jurnalistik dalam membuat berita. Dia merasa gagal meski sudah mengajar jurnalistik sekitar 20 tahun. Dia pun menyebut "Dispers" sebagai lawan "Pers", yakni pers yang bukan lagi pers atau pers yang sudah terdistorsi. Saya tidak membahas kasus pribadi Effendi Gazali. Saya memberi perhatian pada kualitas praktek jurnalistik ini.

Jurnalistik Bersifat Generalis

Jurnalistik merupakan salah satu bidang Ilmu Komunikasi. Bidang yang lain seperti kehumasan, komunikasi pemasaran, dan penyiaran. Karena Ilmu Komunikasi bersifat multidisiplin maka semua bidangnya pun bersifat generalis. Generalis bermakna semua orang dari semua disiplin keilmuan bisa berkarir di bidang profesi komunikasi. Beda, misalnya, profesi dokter yang khusus hanya bisa dimasuki lulusan kedokteran.

Industri Komunikasi

Di satu sisi, hal ini menguntungkan karena bidang komunikasi selalu hadir dalam setiap detik nafas masyarakat. "We cannot not communicate" kata ilmuwan komunikasi dari kelompok Palo Alto AS. Manusia pun disebut "animal simbolicum" karena selalu mengelola simbol (kumpulan simbol disebut pesan) sebagai bahan dasar proses komunikasi. Jurnalistik dan bidang ilmu komunikasi pada dasarnya adalah praktik mengelola simbol-simbol (pesan) untuk ditransmisikan kepada masyarakat. Pentransmisian ini yang disebut proses komunikasi. Pentransmisian simbol yang mengandung makna (bisa dipahami orang lain) disebut informasi.

Karena sebagai kebutuhan hidup, wajar jika komunikasi berkembang menjadi industri komunikasi/informasi. Teknologi komunikasi ikut mendorong perkembangan ini, bahkan membuat eskalasi dampak komunikasi makin berganda. Masyarakat makin tidak bisa lari/lepas dari terpaan komunikasi (ubiquitous of communication). Industri komunikasi bisa menstimulus ekonomi, demokratisasi, masyarakat informasi, dan sebagainya. 

Bencana Komunikasi

Di sisi lain, industri komunikasi menuntut ketersediaan SDM yang profesional/berkualitas. Terpaan informasi yang terus-menerus, repetisi, simultan, dan akumulatif dari televisi, surat kabar, radio, dan internet memiliki dampak besar, yakni bisa mengubah dan membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. 

Jika informasi yang disampaikan bersifat tidak faktual, adu domba, tidak berimbang, atau tidak edukatif maka bisa membuat kebencian, perpecahan, dan disharmoni masyarakat. Inilah yang saya sebut sebagai bencana komunikasi.

Kode Etik dan Malpraktik Jurnalistik

Bencana komunikasi, bisa karena praktik jurnalistik tidak berjalan sesuai kaidah jurnalistik dalam ilmu komunikasi. Ketidaksesuaian ini saya sebut malpraktek jurnalistik. 

Malpraktek ini berdampak besar karena terkait pola pikir. Malpraktek kedoktetan bisa membuat satu pasien meninggal, dan ini pun tidak terjadi setiap hari.  

Malpraktek jurnalistik di era digital bisa membuat tawuran antardesa dan disintegrasi bsngsa yang bisa membuat lebih banyak korban dan terjadi setiap saat. 

Penyebab Malpraktek Jurnalistik

1. Tekanan penyokong modal
Para jurnalis memang sering dilematis. Idealisme jurnalistik "sering kalah/mengalah" dengan permintaan penyokong modal, apalagi jika penyokong modal ini memiliki afiliasi parpol tertentu. 

2. Kesejahteraan jurnalis
Persaingan industri informasi dan kesejahteraan jurnalis menjadi faktor "mengalahnya" jurnalis.
Tidak jarang, jurnalis juga merangkap pencari iklan, endorser produk atau aktor politik. Muncul hidden-advertising, yang membuat kabur batasan berita sebagai produk jurnalistik dan iklan sebagai produk bagian marketing. Memang UU Pokok Pers no 40/1999 menyebut pers sebagai lembaga ekonomi, tapi, bukan melalui "jual beli berita". Mestinya, redaksi/jurnalis membuat berita yang berkualitas untuk membuat jumlah audience meningkat, dan akhirnya pengiklan banyak yang masuk.

3. Malpraktek adalah profesionalitas yang hilang. Jurnalis yang profesional menguasai tigal hal. Pertama, expertise. Harus menguasai teori-teori komunikasi dan kaidah jurnalistik. Kedua, skilfulness. Harus mampu mengaplikasikan teori tersebut sebagai landasan praktek (theoretical based on practice). Kode etik jurnalistik, misalnya, merupakan wujud teori objektivitas berita, seperti berita harus benar, akurat, tidak mencampur fakta dan opini jurnalis, mengandung relevansi, dan imparsial. Ketiga, jurnalis harus mempunyai adab/etika sebagai orang yang menyadari profesinya ini berdampak pada pola pikir dan perilaku banyak orang.

Solusi

Bagi lembaga pendidikan ilmu komunikasi, persoalan ini bukan pada kurangnya kurikulum atau teori-teori. Tetapi, perlu penekanan pada pembentukan adab/etika dan praktikum jurnalistik untuk para calon praktisi yang diluluskannya. 

Memang harus terus-menerus. Sumber adab jurnalis adalah agama, yang juga menjadi grand-theory jurnalistik. Para dosen harus tiada henti memberikan contoh dan "cerewet" mengingatkan mahasiswa.

Saya berharap sang profesor tidak mundur. Terlepas dari kekecewaan, ilmu komunikasi butuh figur pendidik dalam proses edukasi yang takberkesudahan. Profesor jangan mundur karena jurnalistik terbuka bagi semua orang dari semua ilmu dan banyak pemain yang bermain di industri pers.

Bagi, lembaga pers, perlu menyeleksi SDM dengan baik.  Pelatihan-pelatihan dan pemagangan yang cukup sebelum jurnalis terjun membuat berita.

*) Penulis, Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES