Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Anak Bulu Antara Hobi dan Bisnis

Selasa, 27 April 2021 - 15:18 | 36.90k
Yandri Radhi Anadi S.H., M.Kn. Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Yandri Radhi Anadi S.H., M.Kn. Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kejelian dalam memanfaatkan dalam setiap peluang memang tidak dimiliki setiap orang, dalam menyalurkan hobi, peluang usahapun bisa muncul dengan kemampuan membaca situasi, bahkan sampai ada adagium “hobi yang baik adalah hobi yang menghasilkan”. Termasuk dalam hobi memelihara kucing, banyak peluang bisnis yang bisa dijalankan, seperti mengembangbiakkan kucing, jasa grooming kucing, petshop dan lain sebagainya. Bisnis hewan peliharaan cenderung fokus pada keindahan hewan kesayangan yang dimiliki. Hanya dengan sedikit hewan peliharaan saja namun mempunyai tampilan yang sangat indah serta menawan tentu saja dapat menghasilkan keuntungan yang besar.

Dalam perjalanannya, hobi ini menjadi bisnis yang menguntungkan, baik dilakukan oleh sendiri maupun secara bersama. Ketika dilakukan secara bersama, ada beberapa metode yang bisa dilakukan, salah satunya adalah mengunakan sistem bagi hasil, dasar bagi hasil ialah penyerahan kucing sebagai amanat, yang dititipkan oleh pemilik kucing kepada orang lain, untuk dipelihara baik-baik, diternakkan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Membangun usaha dengan sistem bagi hasil merupakan salah satu cara yang jitu untuk mendirikan usaha. Pembagian hasil atau keuntungan adalah di antara pemilik modal dan pengelola. Mengenai proporsi pembagian hasilnya diserahkan kepada masing-masing pihak yang mengadakan kontrak kerjasama.

Usaha yang dapat dilakukan dengan sistem bagi hasil berupa barang maupun jasa. Bagaimana sebenarnya menjalankan usaha dengan sistem bagi hasil di mata hukum? Hal ini sebenarnya merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan usaha. Pilihan sistem bagi hasil atau sistem pembagian keuntungan lainnya menjadi kebutuhan atau pilihan para pihak.

Menurut Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat  (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik  tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak .

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it) .

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak  yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap.

Namun asas kebebasan berkontrak itu bukanlah bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.

Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak.

Dalam pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya. untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal 108 dan 110 menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pasal 1320 (3) menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum .

Pasal 1320 ayat jo.1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang .

Menurut undang-undang causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam pasal 1332 yang menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian.

Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.Dengan demikian maka jelas bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak.

Dalam bisnis bagi hasil kucing yang bisa dijalankan diantaranya, penyertaan modal oleh pemilik modal untuk diserahkan pada peternak yang kemudian dikelola oleh peternak, mengingat dalam bagi hasil ini banyak hal yang harus diperhatikan mulai dari pemilihan pejantan atau indukan yang baik, bagaimana dengan biaya pakan dan kesehatannya, dan ketika ada yang mati, bagaimana dengan konsekuensinya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Adapula dengan sistem jointbreed atau biasa disebut “besanan” dimana masing-masing pihak memiliki satu pejantan dan satu indukan untuk kemudian dikawinkan dan anakannya akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Pun demikian dengan sistem jointbreed, pihak yang punya indukan pasti akan merawat setelah proses perkawinan, melahirkan hingga sampai siap untuk diadopsikan, tentunya bagian yang didapat akan beda dengan pihak yang memiliki pejantan, belum lagi pemilihan dari anakan yang akan menjadi bagian dari masing-masing pihak.

Berangkat dari penjelasan tentang kebebasan berkontrak sebaiknya sebelum melakukan bisnis bagi hasil ini dilakukan kesepakatan bersama secara jelas dan sedapat mungkin secara tertulis untuk mengindari konflik dikemudian hari.

Damai dan sukses selalu breeder kucing Indonesia.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Yandri Radhi Anadi S.H., M.Kn. Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES