Kopi TIMES

Beban Perempuan Indonesia di Satu Tahun Pandemi

Sabtu, 24 April 2021 - 02:12 | 47.05k
Nindya Purnama Sari, ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.
Nindya Purnama Sari, ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sejak kasus terkonfirmasi pertama di Indonesia, virus corona tercatat telah menginfeksi lebih dari 1,6 juta orang dengan jumlah pasien yang meninggal mencapai lebih dari 43 ribu jiwa. Meskipun telah melalui ulang tahunnya yang pertama namun pandemi belum juga berakhir. Pergolakan terkait mana yang lebih didahulukan, pemulihan ekonomi atau kesehatan terus menjadi perdebatan. Namun sesungguhnya yang tidak kalah penting adalah efeknya pada aspek sosial. Perempuan yang merupakan jiwa dari sebuah keluarga cenderung lebih rentan dibandingkan laki-laki.

IPG (Indeks Pembagungan Gender) digunakan untuk mengukur keseimbangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2020 IPG Indonesia mencapai 91,06, artinya berdasarkan tiga dimensi pembangunan, yaitu kesehatan, pendidikan dan penghidupan yang layak, pencapaian pembangunan penduduk perempuan lebih rendah dibandingkan penduduk laki-laki. Bahkan jika dibandingkan dengan IPG tahun sebelumnya, nilai ini mengalami penurunan, akibat perlambatan perempuan dalam mengejar ketertinggalannya.

Maria Holtsberg dari UN Women Asia dan Pacific, menyatakan bahwa terdapat lima akibat Covid-19 dalam kehidupan sosial perempuan di Asia. Dari lima dampak tersebut, setidaknya terdapat tiga dampak umum yang dirasakan perempuan Indonesia, yaitu ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan pendidikan.

EKONOMI 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada triwulan IV-2020 kondisi perekonomian Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,19 persen dibandingkan triwulan IV-2019. Pelemahan ini berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Tercatat sekitar 2,56 juta pengangguran baru muncul akibat pandemi Covid-19 dan 24,03 juta orang lainnya mengalami pengurangan jam kerja. 

Peningkatan status dan peran perempuan dalam pembangunan, serta tuntutan ekonomi mendorong perempuan untuk turut serta memperoleh penghasilan keluarga. Namun, dengan adanya wabah Covid-19, pada tahun 2020 tingkat pengangguran perempuan meningkat sebesar 1,24 poin. Disamping itu, banyaknya perempuan yang turut serta dalam perekonomian juga menurun sebesar 1,32 poin dibandingkan 2019. Meningkatnya peremmpuan yang menganggur, serta terlemparnya perempuan dari pasar tenaga kerja menunjukkan lemahnya posisi perempuan dalam perekonomian. 

KDRT

Bersumber dari data BPS, pada September 2020 penduduk Indonesia yang terperosok ke dalam jurang kemiskinan meningkat sebanyak 2,76 juta orang. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga merongrong keharmonisan rumah tangga. Muara dari ketidakharmonisan rumah tangga adalah perceraian. Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 291.677 pasangan yang melakukan perceraian.

Meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, namun kasus perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama ini masih tergolong tinggi mengingat di tahun 2020 dilakukan pembatasan kegiatan sosial, serta pembatasan pelayanan dan persidangan oleh Pengadilan Agama.

Himpitan ekonomi yang berdampak pada ketidaknormalan kondisi rumah tangga, serta posisi subordinasi perempuan dalam masyarakat kita mengakibatkan rentannya tindakan kekerasan pada perempuan. Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan 2020 yang dirilis oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Pada Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, dari 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan, 79 persen diantaranya merupakan KDRT.

PENDIDIKAN

Dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait kegiatan belajar dari rumah (BDR). BDR merupakan metode pemerintah dalam pemenuhan hak anak dalam mendapatkan layanan pendidikan selama pandemi Covid-19.

Metode BDR selain mendorong murid untuk lebih mandiri dalam belajar juga menuntut peran aktif orang tua dalam mendampingi pembelajaran anak. Sayangnya, anggapan bahwa perempuanlah yang berkewajiban merawat keturunan masih cukup erat di masyarakat kita. Akibatnya, dengan adanya BDR tuntutan terhadap perempuan semakin meningkat. Ketidakmampuan dalam menyampaikan materi belajar selain dapat mengakibatkan masalah mental bagi ibu juga berakibat pada kondisi anak. Hal ini secara tidak langsung  dapat berakibat pada tidak optimalnya proses belajar. 

Peran perempuan dalam rumah tangga menentukan keberlangsungan rumah tangga, untuk itu kondisi fisik dan mental perempuan perlu dijaga. Perjuangan perempuan memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Peran serta laki-laki dalam pengurusan rumah tangga turut membantu mewujudkan keharmonisan rumah tangga.

Selain di lingkup rumah tangga, keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan juga perlu terus ditingkatkan. Pada pembangunan, perempuan tidak hanya dilihat dari keberadaannya saja, tetapi juga dari keterlibatannya. Oleh karenanya, pembangunan perlu dipastikan terjadi di semua aspek serta dinikmati oleh semua pihak dengan mengutamakan kebijakan yang responsif.

***

*)Oleh: Nindya Purnama Sari, ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES