Kopi TIMES

Merebut Identitas Pers Mahasiswa

Sabtu, 24 April 2021 - 00:33 | 124.25k
Ramadhani Sri Wahyuni, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Pegiat di Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat.
Ramadhani Sri Wahyuni, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Pegiat di Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat.

TIMESINDONESIA, SEMARANGPers mahasiswa adalah watchdog dalam tatanan kehidupan kampus. Begitulah adagium yang kemudian populer hingga saat ini.

Namun, adagium tersebut agaknya perlu dipertanyakan kembali (dalam konteks hari ini), apakah gaung pers mahasiswa masih sebegitu menggelegar ketika dihadapkan pada sejumlah persoalan kampus yang bahkan, dalam satu kondisi, kampus sendiri lebih memilih tutup mulut?

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kritik pedas berdatangan dari kalangan pemangku kebijakan kampus. Mereka menganggap, kinerja yang dilakukan oleh pers mahasiswa cenderung menyudutkan kampus dan bahkan, tidak membangun citra baik kampus dalam kacamata khalayak umum.

Kritik yang dilontarkan oleh birokrasi kampus tersebut, seolah ingin menegaskan bahwa pers mahasiswa harus menjadi humas kampus yang hanya berfokus sebagai penulis skenario pencitraan bagi pihak yang berkepentingan. 

Namun, kritik semacam itu seolah mendistorsi dan mengebiri identitas pers mahasiswa sebagai penyeimbang dan penjaga iklim kehidupan kampus. Padahal, dalam Undang-Undang Pers No 49 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 menyebut, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan tugas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Meskipun pers mahasiswa tidak diakui sebagai bagian dari pers, namun jika merujuk pada pengertian tersebut, pers mahasiswa sebenarnya juga melakukan kerja-kerja jurnalistik sama halnya dengan pers secara umum. Mereka melakukan pengawasan, kritik, dan menegakkan keadilan dalam tingkat kampus.

Pers mahasiswa mengawasi dan mengawal kinerja lembaga kampus, baik itu lembaga kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa atau pun mengawasi kinerja pimpinan Universitas mulai dari Rektorat, Dekanat, hingga pada jajaran prodi. Bahkan, dari mahasiswa sendiri pun tak luput dari pengawasan pers mahasiswa.  

Merujuk pada kritik yang dilakukan oleh kampus tersebut, seolah kampus ingin menahbiskan diri sebagai lembaga anti kritik dengan melakukan counter attack kepada pers mahasiswa. Layaknya miniatur sebuah negara, kampus tidak seharusnya mengukuhkan diri sebagai lembaga yang bersifat anti kritik dan menghiraukan segala pendapat yang hadir dari luar diri atau kelompoknya. 

Di sini, ada semacam perebutan identitas pers mahasiswa. Kampus ingin mendefiniskan ulang bahwa pers mahasiswa adalah lembaga yang hadir untuk membangun citra baik kampus. Sementara, kalangan pers mahasiswa juga ingin menunjukkan identitasnya bahwa, pers mahasiswa bukanlah humas kampus. 

Jika dalam sebuah negara pers menjadi salah satu pilar dalam menegakkan iklim demokrasi, dan sebagai corong untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat, maka pers mahasiswa merupakan salah satu wujud kedaulatan mahasiswa untuk menyampaikan pendapat dan mengeluarkan pikiran. Dengan kata lain, pers mahasiswa memiliki semacam kewajiban untuk menegakkan keadilan dan ikut mengawasi seluruh kelembagaan maupun organisasi-organisasi yang ada di kampus. 

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pers mahasiswa akan bergerak jika kampus sendiri lebih memilih untuk bungkam terhadap kritikan dan akses informasi? Apakah pers mahasiswa akan tetap ‘bertarung’ melawan kampus, atau memilih untuk tiarap demi menjaga formalitas eksistensi organisasi dan menjadi humas kampus? 

***

*)Oleh: Ramadhani Sri Wahyuni, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Pegiat di Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES