Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Anak-Anak Jatim?

Jumat, 23 April 2021 - 09:52 | 39.27k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan  Penulis Buku.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan  Penulis Buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Bagi anak-anak, apalah artinya punya banyak pemimpin baru di Jatim (yang dilahirkan mrlalui Pilkada serentak akhir tahun 2020), kalau nantinya tidak akan memberikan pengaruh besar dalam keberlanjutan hidupnya di tengah masyarakat. Apalah artinya punya gubernur dan wakil gubernur, kalau  kehadirannya nanti tidak mampu  menghadirkan atmosfir baru dalam kehidupan anak-anak.

Anak-anak di Jatim memang membutuhkan pemimpin yang bisa memperbaharui kehidupannya. Pemimpin ini sudah selayaknya diperoleh dari pesta demokrasi, yang nota bene sebagai ajang sakralitas memproduk pemimpin yang tepat. Dari sosok yang tepat inilah, nasib anak-anak dipercayakan kepadanya.

Mengapa bupati/walikota dan pasangan terpilih punya tanggungjawab besar dalam memanusiakan anak?  bisakah nantinya gubernur terpilih memanusiakan anak-anak Jatim? atau ada kemauankah bupati/walikota dan pasangan terpilih memanusiakan anak-anak Jatim? Tepatkah mempercakan ? proyek suci” pemanusiaan anak dipercayakan kepada bupati/walikota dan pasangan terpilih?

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sudah selayaknya pemanusiaan anak-anak dipercayakan pada gubernur terpilih, pasalnya bupati/walikota dan pasangan terpilih merupakan orang nomor satu yang secara yuridis punya kewajiban  utama untuk menjalankan pembangunan dengan prinsip keadilan dan egalitarian, menyejahterakan masyarakat, menyukseskan pendidikan,  memeratakan peluang kerja, dan menanggulangi berbagai bentuk penyakit sosial (social desease) yang menjamur di masyarakat.

Anak-anak di Jatim  merupakan subyek pembangunan yang membutuhkan perhatian  serius atau bercorak istimewa (exstra ordinary) dari bupati/walikota dan pasangan terpilih. Di tangan bupati/walikota dan pasangan terpilih bisa keluar kebijakan, bisa menyebar dengan cepat nilai-nilai kebajikan, dan bisa tegak prinsip pemanusiaan manusia, termasuk anak-anak. Ucapannya bisa didengar  dan membuat pejabat dibawahnya  ketakutan jika tidak segera atau secepatnya melaksanakan “titah”-nya. Langkah kakinya bisa membuat bawahannya harus cerdas menerjemahkan kinerjanya.  Sikapnya bisa membuat bawahan dan masyarakat menjadikannya sebagai sumber keteladanan.

bupati/walikota dan pasangan terpilih, seperti kata Mas’udi Mahfudz (2008), merupakan sosok pemegang kartu truf yang menentukan warna realitas sosial kewilayah yang  dipimpinnnya. Ketika kondisi sosial di suatu daerah masih lekat dengan potret buram dan ketidakberdayaan masyarakat (social empowerless), maka bupati/walikota dan pasangan terpilih yang harus bertanggungjawab. Bupati/walikota dan pasangan terpilih punya kewenangan memerintah, mengordinasi, dan mengawasi, sehingga kondisi empowerless  yang terjadi di daerah, sudah selayaknya dijadikan indikasi menggugat impotensi peran fundamental gubernurnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pernyataan tersebut mendeskripsikan peran strategis gubernur dalam membangun dan mencerahkan daerah (masyarakat) yang dipimpinnya. Di tangan (dalam kekuasaan) bupati/walikota dan pasangan terpilih, terdapat berbagai sektor strategis yang wajib digarapnya. Ketidakberdayaan masyarakat dan akumulasi penyakit sosial, merupakan sampel yang menguji amanat kepemimpinannya. Dirinya akan disebut sebagai gubernur yang pejuang (mujahid), kalau apa yang diperankan memang senyatanya membedah, membebaskan, dan mencerahkan kehidupan masyarakat.

Salah satu problem yang wajib dibedah, dibebaskan, dan dicerahkan  oleh bupati/walikota dan pasangan terpilih adalah ketidakberdayaan dan penyakit sosial yang melanda anak-anak. Komunitas permata hati ini masih dibelit atau ”terhegemoni” oleh problem serius yang membutuhkan kekuatan besar untuk merubahnya, yang kekuatan besar ini berada di pundak mereka.

Tidak sulit ditemukan kondisi anak-anak di negara ini yang menghadapi problem ketidakberdayaan dan belitan beragam penyakit sosial. Ada banyak diantaranya seperti berada dalam suatu lingkaran setan, yang membuatnya kesulitan membebaskan dan memberdayakan dirinya. Hidup yang dijalaninya merupakan potret kehidupan yang rawan secara moral, kesehatan, dan keselamatan hidupnya.

Dari sisi pendidikan saja misalnya, di Jatim masih ratusan ribu anak-anak yang belum bisa mengikuti program wajib belajar, menjatuhkan opsi drop out, atau gagal meneruskan studinya karena faktor kemiskinan.  Penderitaan anak di dunia pendidikan ini masih dilengkapi dengan banyaknya anak-anak yang mengalami buta aksara dan  buta huruf.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ke depan, problem ketidakberdayaan atau belitan penyakit sosial”menjajah” anak-anak di Jatim, diniscayakan akan semakin beragam dan berat, pasalnya dengan semakin beratnya keluarga atau orang tua dalam menanggung biaya (kebutuhan) anak-anak, mulai dari masalah pendidikan, pangan bergizi, dan kesehatan, hingga keberlanjutan hidupnya, maka nasib anak-anak ibarat berada di tepi jurang atau menjalani kehidupan dengan kerawanan yang tinggi, bilamaa tidak menjadi agenda pekerjaan utama gubernur  terpilih.

Kekuatan tangan-tangan kotor yang mencoba memanfaatkan atau menjadikannya (anak-anak) sebagai obyek perdagangan berlapis dan bermodus kriminaltas serius seperti dijadikan sebagai eksperimen menjalankan modus operandi baru kejahatan,  dimungkinkan terbuka lebar akibat kondisi anak yang sedang tidak berdaya. Kondisi dermikian ini tentu saja menjadi tantangan berat bagi gubernur Jatim atau “Jatim 1” mendatang, yang  sudah bertekad mendaulatkan dirinya sebagai ”Khalifah” baru.

Kontrak moral-sosial-politik yang ditanda-tangani oleh bupati/walikota dan pasangan terpilih lewat parpol atau kekuatan politik yang mengusungnya, hingga saat berkampanye di masyarakat, sejatinya merupakan  perjanjian agung yang tidak boleh hanya manis di lidah dan jadi ”macan kertas”. Pembuktian diri lewat peran-peran kepemimpinannya, kalau dirinya menjadi pemimpin yang memihak dan mengadvokasi anak, benar-benar harus dijadikan agenda utamanya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan  Penulis Buku.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES