Hukum dan Kriminal

Banyak Milenial Direkrut Teroris, GMNI Minta Perhatian Serius Pemerintah

Kamis, 22 April 2021 - 14:25 | 44.32k
Ilustrasi - Teroris Direkrut dari Denerasi Milenial. (FOTO: Shutterstock)
Ilustrasi - Teroris Direkrut dari Denerasi Milenial. (FOTO: Shutterstock)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perekrutan teroris mengincar kaum muda atau generasi milenial. Generasi muda yang duduk di bangku sekolah menengah dan perguruan tinggi menjadi sasaran empuk bagi jaringan teroris untuk melakukan regenerasi. Hal tersebut yang menjadi sorotan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). 

Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino menyebut sejumlah fakta dan data. Peristiwa pengeboman di gereja Katolik di Makassar, Sulawesi Selatan, pelakunya seorang pemuda kelahiran 1995. Pun pelaku penyerangan Mabes Polri juga kelahiran 1990-an. Sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat, sekitar 500 orang telah bergabung dengan ISIS, yang sebagian besar adalah anak muda.

“Banyak pelaku teroris kini justru generasi milenial, anak muda menjadi sasaran empuk jejaring terorisme untuk mempertahankan regenerasi,” kata Arjuna dalam keterangannya, Kamis (22/4/2021).

Menurut Arjuna, kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan karena banyak dari anak muda direkrut melalui media sosial. Banyak dari anak muda terpapar terorisme karena kerap mengkonsumsi konten berita mengenai propaganda ISIS di media sosial tanpa mengecek kebenarannya.

“Banyak dari mereka bersimpati dengan ISIS karena mengkonsumsi konten di media sosial. Banyak situs-situs yang berisi propaganda ISIS menjadi bacaan favorit anak muda," sambungnya.

Menurut dia, banyaknya anak muda yang direkrut menjadi teroris merupakan gambaran kegagalan program deradikalisasi yang selama ini dicanangkan pemerintah. Program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah selama ini hanya berorientasi pada “proyek” semata. Tanpa ada perencanaan, arah dan indikator yang jelas. 

"Sehingga program deradikalisasi hanya terselenggara secara formalitas tetapi tidak mencapai terget yang diinginkan," ujarnya.

Bahkan, menurut Arjuna, masih sedikit sekali perhatian pemerintah terhadap deradikalisasi di kalangan anak muda. Banyak program pemerintah di bidang kepemudaan justru hanya menghabiskan anggaran. Perhatian pemerintah terhadap program strategi pencegahan terorisme dan ekstremisme di kalangan anak muda relatif minim bahkan terabaikan.

“Minim sekali program kepemudaan yang dicanangkan pemerintah yang difokuskan pada strategi pencegahan terorisme dan ekstremisme di kalangan anak muda. Banyak program kepemudaan hanya sekedar menghabiskan anggaran, tidak ada yang menyasar pada deradikalisasi secara komprehensif,” paparnya.

Untuk itu, lanjut dia, untuk mencegah agar anak muda tidak terjerumus pada konten-konten ekstremis dan masuk pada jebakan perekrutan teroris, diperlukan penciptaan narasi-narasi tandingan di media sosial yang mampu melawan godaan konten-konten terorisme dan ekstremisme.

Dan, hal tersebut perlu dukungan dan perhatian pemerintah, sehingga organisasi mahasiswa yang juga berupaya mencegah merebaknya pandangan ekstremisme dan perekrutan teroris tidak bergerak sendiri.

“Program deradikalisasi di kalangan anak muda perlu menjadi perhatian pemerintah, jika pemerintah serius mempersempit ruang terorisme. Sehingga organisasi pemuda yang bergerak di garis nasionalisme tidak bergerak sendiri melawan jejaring sistematis perekrutan teroris,” kata Arjuna Putra Aldino, Ketua DPP GMNI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES