Kopi TIMES

Pahami Kebangkitan Tiongkok di Abad 21

Rabu, 21 April 2021 - 19:32 | 157.25k
Muhammad Raihan Ronodipuro. Penerima gelar Master of Law in International Relations dari School of International and Public Affairs, Jilin University, China.
Muhammad Raihan Ronodipuro. Penerima gelar Master of Law in International Relations dari School of International and Public Affairs, Jilin University, China.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – “Emansipasi pikiran, mencari kebenaran dari fakta dan bersatu sebagai satu kesatuan dalam memandang masa depan" Pidato Deng Xiaoping di Sidang Pleno Ketiga Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok ke-11 (1978)

Pada abad kedua puluh satu, Tiongkok telah mengubah dirinya menjadi kekuatan ekonomi global. Amerika Serikat secara langsung marah oleh perkembangan ekonomi internasional Tiongkok, memimpin perumusan strategi poros Asia sebagai tanggapan atas kinerja Tiongkok di benua Asia.

Mulai sekitar tahun 1978, Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang dipimpin oleh Deng Xiaoping mulai mengalihkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok ke arah fokus yang lebih berorientasi pasar. Deng Xiaoping menekankan pentingnya akademisi dan ilmuwan sosial dalam membangun reformasi ekonomi Tiongkok dengan kebijakan yang tidak bertentangan dengan pentingnya strategi utama mereka (China’s Grand Strategy). Reformasi ekonomi Tiongkok telah menghasilkan terciptanya negara yang kuat dengan sektor manufaktur yang berkembang pesat.

Modernisasi telah terjadi di empat sektor utama yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok: pertanian, manufaktur, iptek dan keamanan. Ketika kebijakan pintu terbuka diadopsi, Tiongkok mulai memahami bahwa era globalisasi memaksa Tiongkok untuk sedikit melonggarkan pintu perdagangannya.

Pertama-tama, kebangkitan Tiongkok telah menggunakan strategi reformasi untuk menstabilkan ekonomi. Strategi reformasi Deng Xiaoping menekankan pada keterbukaan industri dan pengembangan ekspor. Reformasi kebijakan Deng menciptakan peluang untuk perdagangan bebas, tetapi tetap tunduk pada kontrol kebijakan yang ketat untuk memastikan keberlangsungan jangka panjang kebijakan sosialisme Tiongkok.

Konsep pemikiran yang dibangun didasarkan pada sosialisme ilmiah Friedrich Engels. Deng menambahkan tiga tujuan dengan konsep pemikiran rekonstruksi ekonomi ini, yaitu, gerakan dan reformasi demokrasi, pemerataan pendapatan dan agenda politik. Deng Xiaoping bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sosial ekonomi dengan pergerakan ketiga margin tersebut.

Selain itu, Tiongkok telah merevitalisasi sektor manufaktur. Sektor manufaktur Tiongkok adalah yang paling signifikan. Alhasil, sektor manufaktur Tiongkok telah menghasilkan beragam produk untuk diekspor. Sektor manufaktur ini telah mengembangkan industri militernya menjadi yang terkuat di kawasan Asia. Hal ini disebabkan oleh perkembangan dan inovasi Tiongkok atas berbagai instrumen perdamaian. Akibatnya, beberapa negara Asia Tenggara telah mengimpor senjata buatan Tiongkok untuk memperkuat militernya. Akibatnya, terlihat jelas bahwa sektor manufaktur Tiongkok mendorong negara tersebut untuk memodernisasi militernya.

Banyak investor asing telah menghasilkan peningkatan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Investasi tersebut sangat penting bagi Tiongkok untuk memasok kebutuhan domestik negara, seperti minyak dan mineral, sekaligus melindungi kepentingan domestik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Kemandirian dan kemampuan masyarakat Tiongkok untuk menghasilkan pendapatan melalui kerja keras dan inovasi adalah tiga elemen terpenting yang berkontribusi pada keberhasilan reformasi ekonomi.

Terakhir, pertumbuhan Tiongkok telah dipengaruhi oleh faktor geopolitik. Dengan meningkatnya penekanan sektor produksi di koridor Sungai Yangtze, kebutuhan Tiongkok untuk mengembangkan hubungan transportasi antara kawasan tengah dan investasi pesisir menjadi semakin penting. Dengan selesainya Bendungan Tiga Ngarai, bendungan terbesar di dunia, lalu lintas peti kemas di wilayah tersebut diperkirakan akan meningkat. Transportasi sungai dan pembangunan pelabuhan di sepanjang sungai telah mendapat perhatian di Tiongkok sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur transportasi peti kemas. Singkatnya, pertumbuhan pesat Tiongkok dipengaruhi oleh faktor geopolitik.

Tiongkok sedang mereformasi kebijakan internalnya, terutama setelah tragedi Tiananmen Square 1989, yang memicu protes besar-besaran oleh mahasiswa Tiongkok yang menuntut reformasi. Tiongkok yang memiliki infrastruktur industri secara bertahap mulai bangkit di berbagai sektor, terutama manufaktur dan industri. Samuel Huntington menyebutkan kebangkitan Tiongkok dalam bukunya "Clash of Civilizations", di mana dia meramalkan bahwa Tiongkok akan menjadi superpower di abad kedua puluh satu.

Terlepas dari kenyataan bahwa Tiongkok merupakan negara Asia pertama yang memproduksi senjata nuklir pada tahun 1960-an, namun peralatan militer Tiongkok berupa pesawat terbang, kapal perang dan kapal induk masih merupakan generasi yang lebih tua dan belum dapat bersaing dengan negara adidaya lainnya seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Akibat kenaikan ekonomi Tiongkok, sektor manufaktur mendorong upaya negara untuk memodernisasi militernya. Banyak negara di dunia benar-benar menjadi kekuatan militer, tetapi mereka pada akhirnya tidak dapat melindungi dominasinya.

Kekuatan ekonomi Tiongkok yang tumbuh didukung oleh pengaruh politik dan citra yang tumbuh di arena lain, seperti eksplorasi ruang angkasa. Populasi Tiongkok yang meningkat, kecanggihan teknologi dan lokasi geografis yang unik adalah faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada Tiongkok menjadi negara adidaya global. Kekuatan veto Tiongkok menjadi kekuatan yang mampu menstabilkan keunggulan Tiongkok dan semua aktivitas Tiongkok sejalan dengan kekuatan veto AS dan negara adidaya lainnya.

Muhammad Raihan Ronodipuro, menerima gelar Master of Law in International Relations dari School of International and Public Affairs, Jilin University, China. Dia adalah seorang analis riset dengan fokus pada masalah Hubungan China-Indonesia dan Asia-Pasifik. (*)

***

*) Penulis adalah Muhammad Raihan Ronodipuro. Penerima gelar Master of Law in International Relations dari School of International and Public Affairs, Jilin University, China. Dia adalah seorang analis riset dengan fokus pada masalah Hubungan China-Indonesia dan Asia-Pasifik.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES