TIMESINDONESIA, PAMULANG – Banyak masyarakat Indonesia selama bulan Ramadan 1442 H menjadi pebisnis gorengan dadakan. Permintaan gorengan yang tinggi selama bulan Ramadan menimbulkan peluang bagi pelaku usaha UMKM baru ini.
Tradisi buka puasa dengan gorengan hampir dilakukan oleh masyarakat mulsim di pelosok tanah air. Tempe goreng, mendoan, tahu goreng, pisang goreng atau resoles adalah beberapa jenis makanan favorit umat Islam selama berbuka.
Maka jangan heran pada sudut jalan tertentu menjelang waktu berbuka puasa lalu lintas macet penuh dengan masyarakat sedang ngabuburit sambil mencari gorengan untuk berbuka puasa.
Gorengan adalah makanan wong cilik yang di jual dipinggir jalan, depan ruko atau dekat perkantoran atau dekat kampus, sekolahan bahkan banyak di jual di terminal bus atau stasiun kereta api.
Pada hari biasa penjual gorangan relatif tidak banyak persaingan. Namun pada bulan ramadhan banyak pendagang gorengan dadakan bermunculan. Ramadan yang oleh umat Islam disebut sebagai bulan penuh dengan berkah ini, betul-betul memberikan berkah kepada masyarakat banyak termasuk kepada mereka pejual gorengan dadakan ini.
Penjual gorengan ini biasanya tidak hanya menjual gorengan seperti yang kita temukan di pinggir jalan. Mereka juga menjual lauk dan sayur siap saji sesuai dengan selera serta budget mereka di kantong.
Ada juga kolak pisang dan lainya yang bisa menjadi pilihan konsumen atau es buah yang sudah dikemas dalam gelas plastik, mereka tinggal memilih sesuai kebutuhan dan selera. Ini tradisi yang memang unik dan hanya ada di Indonesia raya.
Kita patut bersyukur memiliki banyak budaya yang berbeda dari berbagi macam daerah, sehingga kita memiliki banyak warisan kuliner dan kebiasaan berbuka puasa yang di lakukan oleh umat Islam dari sabang sampai merauke dengan ciri masing-masing.
Berbuka puasa dengan makanan yang manis seperti dengan kurma merupakan anjuran dari sunah nabi. Namun kita juga bisa memahami bahwa tidak semua individu yang menjalankan ibadah puasa bisa mengkonsumsi kurma, karena beberapa faktor.
Bahkan tidak sedikit masyarakat kita berbagi kebahagian dengan sesama selama bulan Ramadan dengan gorengan dan kolak pisang untuk berbuka puasa .
Secara medik gorengan sebenarnya tidak dianjurkan oleh ahli gizi untuk menu berbuka puasa. Namun karena berbuka dengan gorengan sudah menjadi tradisi di lingkungan masyarakat kita, belum sempurna berbuka puasa jika tidak ada gorengan di meja makan.
Terkait dengan gorengan ini ada cerita menarik dari seorang TKW yang bekerja di Timur Tengah yang membawa kebiasan mereka berbuka puasa makan bakwan goreng dilihat oleh majikannya. Ternyata majikan mereka penasaran dan tertarik, sampai pada akhirnya mereka diminta membuat bakwan untuk berbuka puasa.
Beberapa tahun yang lalu kawasan Bendungan Hilir di Jakarta terkenal dengan jajanan ini, setiap sore selama bulan puasa banyak dijual jenis makanan untuk berbuka puasa serta lauk pauk lengkap.
Sekarang hampir setiap daerah memiliki lokasi favorit penjualan takjil dan menyebar di setiap komplek perumahan khususnya pada titik tertentu dan berkelompok. Semakin banyak pedagang yang menjual jenis gorengan semakin banyak pula masyarakat memiliki banyak pilihan dan menjadi rujukan bagi konsumen lainya.
Ternyata gorengan menjadi idola seluruh usia, termasuk tenaga medis yang biasa menganjurkan pasien untuk mengurangi makan gorengan, ternyata mereka juga menjadi bagian penikmat gorengan. Yang lebih penting adalah bagaimana membangun kesadaran kita semua untuk membatasi diri mengkonsumsi makanan yang bisa mengganggu kesehatan kita.
Menurut ahli gizi sebaiknya bagi yang melakukan puasa jangan terlalu banyak makanan yang mengandung minyak. Namun lebih disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung serat seperti kurma dan buah segar.
Pada saat berbuka puasa sebaiknya juga menghindari minuman yang banyak mengandung gula, karena tubuh lebih banyak membutuhkan cairan, maka akan lebih bagus diperbanyak minum air putih atau air kelapa murni yang banyak mengandung mineral sebagai pengganti cairan elektrolit yang hilang selama menjalankan ibadah puasa. (*)
***
*)Oleh : Sugiyarto.S.E.,M.M; Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
***
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |