Kopi TIMES

Politik Corona atau Corona kena Politik

Rabu, 14 April 2021 - 15:49 | 55.50k
Yahya Yabo, Jurnalis di Kalimantan Timur.
Yahya Yabo, Jurnalis di Kalimantan Timur.

TIMESINDONESIA, BONTANG – Perbincangan mengenai kepala pemerintahan atau Presiden yang menghadiri pernikahan artis menjadi trending dibeberapa kalangan. Mulai dari media sosial, para pesohor, hingga masyarakat biasa. 

Perbincangan ini disebabkan karena beberapa kalangan menganggap bahwa ada yang berbeda mengenai perbedaan perlakuan terhadap pernikahan seorang artis yang dihadiri pejabat pubik dengan orang biasa yang melaksanakan pernikahan seperti dengan membandingkan dengan kasus pernikahan anak seorang ulama yang saat ini masih dalam proses hukum. 

Perbedaan perlakuan ini, dianggap sangat mencolok dengan situasi yang dialami sendiri oleh sang Ulama yang saat ini sedang menjalani proses persidangan. 

Beberapa kalangan masyarakat menganggap hal sama yang dilakukan, namun tidak memiliki perbedaan perlakuan. Di satu acara pernikahan dikenakan sanksi seperti yang dilakukan oleh sang Ulama, sementara di satu acara pernikahan lainnya tidak mendapatkan sanksi yang dihadiri langsung oleh presiden. 

Perbedaan lainnya yakni mengenai saat ini masyarakat dibatasi dalam melaksanakan kegiatan acara apapun, sementara ‘pembuat’ kebijakan justru menghadiri acara disaat aturan itu masih diberlakukan. 

Masyarakat pasti akan bertanya mengenai permasalahan tersebut, apakah memang dalam aturan yang diberlakukan, boleh dilanggar dan tidak mendapatkan sanksi. Ini tidak berlaku bagi masyarakat kalangan bawah yang melanggar aturan yang ada. 

Atas dasar dalih pencegahan virus corona atau covid-19, masyarakat dibatasi ruang geraknya. Sementara pembuat kebijakan justru mengabaikan pembatasan kegiatan dengan menghadiri langsung acara pernikahan sang pesohor. 

Alasan lainnya, dasar dalih jika dalam pembatasan kegiatan, masyarakat harus ikut mematuhi. Jika masyarakat tidak ingin mendapatkan sanksi. 

Masyarakat justru saat ini menilai jika virus corona atau covid-19 dijadikan alat politik untuk mengakui kesalahan yang dilakukan masyarakat. Sebaliknya menjadi alat pembenar bagi penguasa yang berdalih telah melanggar. 

Terkait apakah ada unsur politik dalam kegiatan pelanggaran pembatasan kegiatan bagi masyarakat yang dapat dijerat dan dikenai sanksi? Atau corona itu sendiri telah dipolitisasi? (*)

*) Penulis: Yahya Yabo, Jurnalis di Kalimantan Timur

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES