Merawat Suami Sakit Ginjal dan Anak Gizi Buruk Seorang Diri, Sarmini Butuh Bantuan
TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Sarmini (42) warga miskin di Pangandaran, harus bertahan hidup mengurusi anak remaja yang divonis mengalami lambat pertumbuhan dan gizi buruk dan suaminya yang sakit gagal ginjal.
Sarmini merupakan warga Dusun/Desa Paledah RT 05/02 Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat memiliki suami Endang Kusnadi (45) yang sudah lima bulan mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah setiap seminggu sekali.
Selain itu, Sarmini harus juga mengurus anaknya Ikbal Maulana (19) dengan kelainan fisik sejak lahir dan divonis mengalami keterlambatan pertumbuhan.
Tubuh Ikbal Maulana meski berumur 19 tahun berat badannya hanya 12 kilogram dan tidak bisa beraktivitas layaknya anak seusianya. Takdir itu harus dialami Ikbal dengan ikhlas dengan kondisi fisik yang dialaminya saat ini.
Berbeda dengan adiknya bernama Sela yang masih duduk di bangku SMP kelas delapan, dengan kondisi normal, bisa bermain juga mengenyam pendidikan layaknya anak seusianya.
Penuturan Sarmini, Ikbal sempat mengalami kejang sehari setelah dilahirkan.
"Sehari setelah lahir Ikbal sering kejang, setelah konsultasi dengan dokter anak dan dokter syaraf divonis lambat pertumbuhan karena ada gangguan syaraf," kata Sarmini, Selasa (13/4/2021).
Pengobatan rutin dijalani selama 2 tahun setelah lahir, tetapi sampai umur 6 tahun belum ada perubahan.
"Kami pasrah mungkin sudah takdir kami seperti ini," tambahnya.
Setiap hari Ikbal hanya makan promina, beras merah dan susu bendera. Asupan makanan yang lain tidak bisa dicerna.
"Kami masih beruntung masuk jadi KPM PKH dan mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari Pemerintah Kabupaten Pangandaran," jelasnya.
Sarmini menerangkan, sebelumnya suami yang sekaligus ayah dari Ikbal itu bekerja sebagai buruh kuli serabutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
"Sudah lima bulan suami saya sakit gagal ginjal dan wajib cuci darah satu minggu sekali," terangnya.
Sejak suaminya mengalami sakit gagal ginjal, sudah tidak ada lagi penjamin untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
"Setiap cuci darah saya harus keluar uang Rp750 ribu hingga Rp1 juta untuk kebutuhan transportasi dan akomodasi," ucapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |