Kopi TIMES

Program Satu Hari Tanpa Nasi Kab Malang

Selasa, 13 April 2021 - 10:08 | 59.00k
SATRIYA NUGRAHA,S.P.
SATRIYA NUGRAHA,S.P.

TIMESINDONESIA, MALANG – "One Day No Rice" atau "Satu Hari Tanpa Nasi", boleh jadi kini hanya tinggal kenangan. Kemauan politik Pemerintah untuk menganekaragamkan pola makanan masyarakat agar tidak menggantungkan diri pada satu jenis karbohidrat, rupa nya kurang diikuti oleh tindakan politik yang mendukung. 

Beras atau nasi masih memiliki kharisma tersendiri dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang tidak akan mengaku telah kenyang apabila belum makan nasi, padahal kita sudah makan ketupat tahu, lontong kare, lemper ketan, nogosari, ketela pohon goreng dan lain sejenis nya. 

Ya itulah beras. Kekuatan nya seperti menghipnotis masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih menjadikan beras sebagai makanan utama, yang belum tergantikan oleh jenis karbohidrat lain seperti singkong atau umbi-umbian lain nya. 

Sebagai kebijakan yang telah digelar sekitar 60 tahun lalu, penganeka-ragaman pola konsumsi masyarakat, kelihatan nya masih begitu-begitu saja. Pemerintah sendiri, kurang terlampau serius untuk menangani nya. 

Pemerintah lebih fokus di sisi hulu yakni bertempur habis-habisan untuk meningkatkan produksi. Istilah swasembada terus digaungkan. Siapa pun Menteri Pertanian nya, pasti diri nya akan selalu berpesan tentang perlu nya swasembada berbagai komoditas pangan strategis. 

Sedangkan masalah di hilir yakni konsumsi masyarakat, tampak masih belum digenjot secara totalitas. Pemerintah belum sungguh-sungguh menangani nya. Kalau pun ada dalam program, hal itu hanya sebatas basa-basi kegiatan yang digarap hanya sebatas gugur kewajiban.

Akibat nya wajar, bila program diversifikasi pangan terkesan belum menjawab apa yang diinginkan. Lebih sedih nya lagi, ternyata pendekatan yang dilakukan Pemerintah sendiri lebih menjurus ke bentuk proyek, bukan ke dalam bentuk gerakan. Nama nya juga proyek. Selesai waktu keproyekan nya, maka tamat pula program dan kegiatan nya.

Satu Hari Tanpa Nasi, pada dasar nya sebuah langkah cerdas untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap nasi. Program yang berbasis pada Perpres No. 22 Tahun 2009 ini, terekam cukup meriah di awal-awal program ini diluncurkan. Namun, setelah beberapa saat, program ini menghilang tanpa pesan.

Satu Hari Tanpa Nasi adalah program yang mula nya diarahkan bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka memulai nya dengan menetapkan hari Rabu sebagai hari tanpa nasi. Pada hari itu, di kantor-kantor Pemerintah, tidak diijinkan untuk mengkonsumsi nasi. 

Kalau ada rapat, maka snack nya dipilih makanan yang tidak mengandung bahan dasar beras. Kalau ada yang melaksanakan parasmanan, maka pengganti nasi nya disiapkan singkong, umbi-umbian, jagung, kentang dan lain sejenis nya lagi. Inilah semangat para ASN dalam mensukseskan program Satu Hari Tanpa Nasi.

Sayang nya, hal yang demikian hanya berlangsung semusim jagung. Setelah itu, para ASN pun kembali menjadikan nasi sebagai makanan pokok nya. Snack rapat kembali menghidangkan lemper ketan. Parasmanan pun kembali menghidangkan nasi sebagai bahan karbohidrat pokok nya. Program Satu Hari Tanpa Nasi pun menguap entah kemana.

Titik lemah yang dapat kita telaah terkait program Satu Hari Tanpa Nasi ini adalah program ini didanai oleh APBN dan APBD dalam bentuk keproyekan. Setelah proyek nya selesai, biasa nya tidak dilanjutkan dalam tahun berikut nya. Ini yang membuat program tidak berlanjut, karena politik anggaran nya tidak menopang lagi.

Sebaiknya Pemkab Malang menjadi pioneer realisasi program Satu Hari Tanpa Nasi ini diwujudkan dalam bentuk gerakan masyarakat. Pemerintah Kabupate Malang jangan hanya memerankan selaku "prime mover", sekaligus sebagai stimulator terhadap program yang dirancang nya. 

Pemerintah Kabupaten Malang dianjurkan untuk membangun wadah gerakan yang diisi oleh para pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan program Satu Hari Tanpa Nasi Kabupaten Malang ini.

Mari kita renungkan di tahun lalu, Pemerintah Pusat kembali ymenggelindingkan program diversifikasi pangan dengan titik kuat pada pengembangan pangan lokal. Langkah ini terkesan kurang ditopang oleh daerah. Sosialisasi gencar ditempuh oleh Pemerintah Pusat. Aneh nya para pejabat publik di daerah terekam kurang antusias menyambut nya.

Para Bupati atau Walikota lebih memberi prioritas kepada pengembangan infrastruktur, termasuk jalan, jembatan, irigasi dan yang serupa dengan itu ketimbang harus manangani soal diversifikasi pangan lokal. Atas hal yang demikian wajar jika program Satu Hari Tanpa Nasi di daerah tidak berjalan seperti yang diimpikan. 

Pemkab Malang mari lakukan kebijakan cerdas Satu Hari Tanpa Nasi di Kabupaten Malang. Melestarikan keanekaragaman pangan seperti iles-iles, porang, jagung, ketela pohon, ketela rambat, suweg, bothe dan sejenisnya.

*) Penulis SATRIYA NUGRAHA,S.P. ,Wakil ketua bidang : pangan, agrobisnis dan kemaritiman  kadin kab. Malang jawa timur 2019-2024, Sekretaris himpunan pengusaha nahdliyin (hpn) malang raya 2019-2024

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

_______
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES