Kopi TIMES

Rendahnya Kemampuan Menulis Masyarakat Indonesia

Senin, 12 April 2021 - 17:23 | 221.53k
Misbah Priagung Nursalim, M.Pd.; Kaprodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang, Koordinator Penjaminan Mutu ADOBSI DKI Jakarta.
Misbah Priagung Nursalim, M.Pd.; Kaprodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang, Koordinator Penjaminan Mutu ADOBSI DKI Jakarta.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Menulis merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada pembaca melalui media tulisan. Penulis menyampaikan informasi kepada pembaca melalui tulisan. Pembaca menerjemahkan pesan yang disampaikan penulis lantas mencoba memahaminya. Ada proses komunikasi searah di dalamnya.

Proses komunikasi tulis dapat berlangsung lama. Hal itu karena tulisan dapat dibaca kapan saja dan di mana saja. Bahkan berulang kali. Itu sebabnya, komunikasi tertulis sangat efektif untuk menyampaikan informasi kepada orang lain dalam jumlah banyak. Tulisan dapat digandakan dan dapat disimpan. Komunikasi tertulis juga dapat dibaca lintas zaman.

Penyampaian pesan melalui tulisan tidak semudah menyampaikan secara lisan. Hal itu karena pemberi informasi tidak hadir secara langsung dalam situsi komunikasi. Penulis diwakili oleh tulisan. Dalam hal ini, tulisan dapat dikatakan sebagai duta penulis atau yang mewakili penulisnya. Sehingga tulisan menjadi harapan terakhir keefektifan sebuah komunikasi. 

Berbeda dengan ragam lisan yang mengharuskan pemberi pesan hadir dalam situasi komunikasi. Meski saat ini, seseorang bisa menyampaikannya melalui siaran searah seperti vidio dan rekaman. Intinya, memahami pesan lisan lebih mudah karena dibantu dengan intonasi, mimik wajah, dan nada bicara.

Menyampaikan informasi melalui tulisan membutuhkan keahlian. Tulisan hendaknya tidak menyiksa pembaca karena sulitnya teks untuk dipahami. Penulis harus nemiliki kemampuan tata bahasa yang baik. Hal itu agar tulisan yang dibuatnya dapat dipahami pembaca. Tulisan harus disampaikan menggunakan kalimat efektif agar mudah dipahami pembaca. Kosa kata yang digunakan sebaiknya dapat dipahami oleh pembaca.

Penulis perlu melakukan analisis calon pembaca atau menentukan target pembacanya. Hal itu untuk menyesuaikan diksi yang digunakan dalam tulisannya. Pembaca dari lingkungan akademik tentu berbeda dengan pembaca dari masyarakat umum. Usia pembaca juga menjadi salah satu kriteria.

Ragam bahasa tulisan yang tidak mengikuti kaidah penulisan sering menimbulkan multitafsir. Kondisi ini yang menyebabkan terjadi kesalahpahaman pada pembacanya. Contohnya tulisan di media sosial. Sebagian besar masyarakat dunia maya tidak memahami bahwa ragam lisan berbeda dengan ragam tulisan. Ragam lisan tidak perlu memperhatikan tanda baca dan ejaan. Namun dalam praktiknya, masyarakat lebih sering menggunakan ragam lisan yang ditulis. Hal itu karena sudah terbiasanya menggunakan pesan singkat.

Bukan hanya di media sosial saja, dalam penulisan yang bersifat formal saja, sebagian masyarakat masih belum memahami perbedan bentuk bahasa ragam lisan dengan ragam tulisan. Contohnya penulisan jurnal ilmiah, esai, naskah buku, dan sebagainya yang masuk ke meja redaksi.

Beberapa penulis masih belum memahami bentuk ragam tulisan. Akhirnya membuat kerja editor bertambah. Para editor tentu sering mengalami hal seperti ini. Seperti merombak ulang tulisan jika memang memiliki kesalahan mayor. Perombakan tersebut tentunya tidak mengubah esensi tulisan naskah dari penulisnya. Kadang ada tulisan yang dikembalikan. Tapi, untuk penulis yang sudah memiliki nama tentu pihak redaksi akan berpikir dua kali untuk mengembalikan naskah ke penulisnya. Jika mengalami hal demikian, biasanya editor akan menyumbang pemikiran hampir 60% dari tulisan tersebut. Tentu ini sudah tidak murni pemikiran penulis.

Menulis bukan saja soal kemampuan tata bahasa penulisnya. Isi tulisan juga perlu diperhatikan. Agar penulis dapat membuat tulisan yang berbobot, hendaknya banyak membaca. Membaca merupakan proses memahami informasi yang disampaikan penulis melalui tulisan. Dengan membaca, setiap orang akan memiliki informasi lebih dibanding orang yang tidak membaca. Sebelum menulis harus memiliki banyak referensi. Hal itu agar semakin banyak pula informasi yang akan disampaikan melalui tulisannya.

Membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan. Semakin banyak membaca tentu semakin banyak kosa kata yang dimilikinya. Membaca bukan hanya soal mengeja tulisan melainkan juga dituntut untuk memahami isi teks. Untuk itu, pembaca perlu membaca berkali-kali sampai benar-benar memahami. Sehingga, saat menulis, ia bisa lebih leluasa dalam menuangkan gagasannya.

Menulis berbeda dengan menyusun puzzle. Penulis perlu menyampaikan gagasannya, bukan memasang kembali gagasan beberapa penulis lain tanpa memberikan gagasannya sendiri. Ini biasanya terjadi pada penulisan modul, buku ilmiah, dan tugas akhir. Beberapa penulis karya ilmiah masih belum bisa membedakan menulis dengan menyusun. Itu yang membuat tingkat plagiasi naskah pracetak begitu tinggi.

Budaya membaca masyarakat perlu dilahirkan sejak masih kanak-kanak sehingga menjadi budaya masyarakat. Dan itu perlu dilakukan secara konsisten. Masyarakat perlu memahami pentingnya membaca. Setelah itu, baru belajar tentang tata bahasa, diksi, dan ejaan. Dengan demikian dunia literasi menjadi menarik untuk digeluti dan dinikmati.

***

*)Oleh: Misbah Priagung Nursalim, M.Pd.; Kaprodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang, Koordinator Penjaminan Mutu ADOBSI DKI Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES