Kopi TIMES

Terorisme dan Politik Global (3)

Senin, 12 April 2021 - 06:00 | 53.64k
Didik P Wicaksono, Aktivis di Community of Critical Social Research Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.
Didik P Wicaksono, Aktivis di Community of Critical Social Research Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aksi terorisme sesungguhnya tidak lepas dari konteks percaturan politik global atau percaturan politik internasional. Percaturan politik memperebutkan hegemoni kekuasaan di dunia internasional. 

Soal percaturan politik global, banyak pengamat berpendapat pemainnya adalah negara super power. Bisa dicontohkan, perseteruan antara Amerika Serikat (AS) melawan Uni Soviet yang disebut dengan perang dingin.

Perang dingin adalah perang setelah perang dunia II (1947 sd 1991). Perang yang memperebutkan pengaruh hegemoni dunia antara ideologi demokrasi melawan komunis.

Negara-negara di dunia terpengaruh atau terseret, kalau tidak pada AS blok Barat (berideologi demokrasi) ke blok Timur Uni Soviet (berideologi komunis). Polarisasi dunia pada waktu itu pertarungan dualisme demokrasi vs komunis. 

Perang dingin akhirnya berakhir (pada tahun 1992) dengan pecahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara. 

Uni Soviet bubar, efek setelah Presiden Mikhail Gorbachev mengeluarkan kebijakan Perestroika. Perestroika mempunyai tiga prinsip utama yaitu glasnost (keterbukaan politik), democratizatsiya (demokratisasi) dan rule of law (menegakkan prinsip hukum).

Ketika perang dingin terjadi, negara (Islam) bagi AS bukanlah ancaman. Bahkan AS membantu Afganistan dan negara Islam lainya untuk melawan pengaruh komunisme. Terorisme di Afganistan

Di Indonesia AS menyokong pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra dan Perjuangan Rakyat Semesta (permesta) di Maluku berupa bantuan 15 pesawat pengebom B-26, beberapa pesawat tempur P-51 Mustang dan personil pilotnya. Sebab pemerintahan (Ir. Soekarno) pada waktu itu, dekat dengan China.

Integrasi Timor-Timur (1972) ke wilayah Indonesia mendapat dukungan dari AS. Sebab Timor-Timur sejak ditinggalkan Portugis, berpotensi menjadi negara komunis. Fretilin, partai politik yang kuat di Timor-Timur berhaluan komunisme. 

Di Vietnam, AS juga terlibat perang (1957 sd 1975) dengan menghabiskan ribuan dolar dan korban. Perang yang merupakan bagian dari perang dingin melawan komunisme. Termasuk pula keterlibatan AS di perang Korea Selatan (Korsel) vs Korea Utara (Korut).

Di Indonesia, komunisme (G30S-PKI/1965) dapat digagalkan oleh Soeharto, presiden setelah Ir. Soekarno. Tentu dukungan integrasi Timor-Timur adalah pilihan strategis membendung pengaruh komunisme di Indonesia. Sebelum meletus G30S-PKI/1965 Indonesia Condong ke China. Bahkan China diduga kuat terlibat gerakan G30S-PKI/1965.

Sejak bubarnya Uni Soviet, komunisme ala Uni Soviet bukan lagi ancaman. AS dan Australia berbalik mendukung kemerdekaan Timor-Timur untuk lepas dari Indonesia.

Indonesia digembor-gemborkan oleh Autralia dan AS melakukan pelanggaran HAM di Timor-Timor. Australia menyerukan perlunya penentuan nasib sendiri (referandum) untuk rakyat Timor-Timur.

Berbagai demonstrasi terjadi di dalam dan luar negeri menuntut Indonesia melepaskan Timor-Timur. Presiden RI ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie, akhirnya memberi kesempatan referendum untuk menentukan nasibnya sendiri.

Referendum dilakukan pada tanggal 30 Agustus 1999, dengan hasil prokemerdekaan 78,50% dan pro- integrasi 21,50%. Akhirnya Timor-Timur merdeka, berganti nama Timor Leste. Secara internasional diakui sebagai negara pada tanggal 20 Mei 2002.

Lepasnya Timor Timur adalah buah permainan percaturan politik global. Ketika komunisme dianggap sebagai ancaman, AS dan Australia mendukung integrasi ke Indonesia. Ketika komunisme bukan lagi ancaman, AS dan Australia berbalik mendukung kemerdekaan Timor-Timur. Kepentingan yang dibela Australia adalah eksploitasi sumber minyak di celah Timor.

Percaturan politik global bergeser ke Timur Tengah. Kekuatan Islam, kalau tidak dihabisi, di masa mendatang bisa menjadi ancaman bagi kepentingan AS. 

Timur Tengah merupakan kawasan paling strategis di dunia dilihat dari SDA yang kaya, terutama minyak. Perkembangan kawasannya sangat penting efeknya bagi dunia. Juga disana tempat bertemunya tiga agama samawi, Yahudi, Kristen dan Islam. Kunjungan perjalanan ibadah paling banyak dikunjungi wisatawan dunia. 

Diaduk-aduknya Timur Tengah oleh AS membawa konflik kawasan yang tidak berkesudahan. Hasilnya membuat porak porandanegara Kuwait, Irak dan Libya. Konflik di Suriah hingga kini terjadi semakin parah. 

Sejak peristiwa peledakan 11 September 2001 di World Trade Center di New York City dan Washington, D.C, sejak saat itu pula AS semakin gencar memburu dan menghancurkan kekuatan Islam di Timur Tengah. 

Kekuatan yang diburu diantaranya adalah Osama Bin Laden, pimpinan Al Qaeda. Padahal sebelumnya, Osama Bin Laden memiliki hubungan yang dekat dengan AS ketika melawan Uni Soviet di Afghanistan.  

Irak mencaplok Kuwait (1990), seterusnya Saddam Hussein digembar-gemborkan sebagai pemimpin gila, hingga dibombardir oleh AS pada tahun 2003. Padahal tidak ada bukti Saddam Hussein mengembangkan senjata biologi sebagaimana yang selalu dituduhkan oleh AS.

Berlanjut penyerangan AS kepada Libya pada 2011. Muammar Gaddafi, pemimpin Libya yang dinilai diktator akhirnya juga digulingkan oleh AS.  

Konflik Timur Tengah terus bergolak. Barat berhasil mengembuskan paham demokrasi liberal dan sekulerisme. Timur Tengah pun terpecah belah. Tinggal Iran, meskipun berulang kali diembargo oleh AS, siap melawan AS sebab ada Rusia dibelakangnya.

Kekuatan baru kini muncul sebagai pengganti Rusia adalah China. Arah AS demi menjaga dominasi di dunia Internasional, perhatiannya beralih ke China. China bertransformasi dari komunis sosialis menjadi komunisme kapitalis. Politiknya komunis, ekonami kapitalis.

Kini China berhasil menyaingi AS dalam segala bidang. Termasuk teknologi militernya. Secara ekonomi China menjelma menjadi raksasa pertumbuhan ekonomi dunia. 

Percaturan politik global terjadi antara AS dan China. Ketegangan terus meningkat di tengah merebaknya pandemi global Covid 19. Sentimen komunisme dihembuskan kembali oleh AS ke Indonesia. Terutama kepada Islam garis keras di Indonesia.

Kedua negara (AS dan China) saling bersaing memperebutkan dominasinya. China berambisi mengakhiri dominasi AS di dunia. Berbalas di AS muncul sentimen rasialis terhadap orang China dan meluas ke negara sekutu AS. Ketegangan semakin meruncing, AS vs China bisa memicu Perang Dunia III.   

***

*) Penulis, Didik P Wicaksono. Aktivis di Community of Critical Social Research Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.  

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES