Kopi TIMES

Tuntutan Pelayanan: Budaya Inovasi Birokrasi Perlu Dibangun!

Jumat, 09 April 2021 - 15:00 | 77.53k
M. Isra; Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang.
M. Isra; Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Perkembangan teknologi yang sangat pesat dan persaingan yang semakin ketat di era modernisasi ini menuntut birokrasi pemerintah untuk merespon perubahan tersebut dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dimana birokrasi pemerintah membutuhkan sistem nilai dan budaya inovatif yang bermuara pada pencapaian hasil secara efektif dan efisien.

Saat ini kinerja birokrasi memang belum memberikan hasil yang signifikan. Namun rasa optimis mesti tetap ditegakkan demi mencapai cita-cita reformasi. Peluang bagi aparatur birokrasi untuk dapat memanfaatkan segala potensi berkaitan dengan pembangunan dan pelayanan publik masih terbuka asalkan dapat terus berbenah menghadapi patologi birokrasi. Dan itu semua dapat diawali dengan menumbuhkan budaya inovasi dan iklim yang kompetitif. Sebagaimana yang diungkapkan Banga, bahwa iklim kompetitif akan menumbuhkan kreativitas dan pada gilirannya kreativitas akan melahirkan inovasi (Henriyani, 2019: 9).

Mengutip pendapatnya Utomo (2018: 34) dalam bukunya yang berjudul “Inovasi Harga Mati”, Budaya inovasi merupakan seperangkat kebijakan atau aturan, kebiasaan, sikap, kondisi lingkungan dan faktor-faktor organisasi yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas dan inovasi secara progresif dan berkelanjutan dalam sebuah organisasi.

Namun demikian, untuk menumbuhkan budaya inovasi dalam sebuah birokrasi tentu banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Selain ketegasan aturan, inovasi juga butuh keberanian untuk membiasakan pembaruan dan memperbaharui kebiasaan. Sehingga diperlukan sikap terbuka, adaptif, positif, optimis, apresiatif dan demokratis. 

Hal lain yang harus diperhatikan untuk menumbuhkan budaya birokrasi yang inovatif adalah dukungan moril untuk menerima resiko kegagalan dalam berinovasi, kemudian dukungan sumber daya baik sumber daya manusia, keuangan dan perlengkapan lainnya. Perhatian terhadap pengetahuan dan kemampuan pegawai yang berfikir kreatif dan berprestasi juga perlu diapresiasi dengan pemberian rewards. Sehingga pegawai terbiasa dengan pengembangan bakat inovasi dan menghasilkan metode baru yang semakin menyuburkan budaya inovasi.

Inovasi bukan hanya sekadar konsep maupun pengetahuan, melainkan inovasi harus dijadikan sebagai budaya dalam bekerja sehingga diperlukan kerja keras, kerja cepat dan kerja cerdas. Dengan banyaknya inovasi yang tercipta, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas yang berorientasi pada hasil yang nyata, bukan pada proses yang nihil.

Namun, mampukah para birokrat, administrator publik, atau pejabat melakukan inovasi pelayanan publik sesuai kebutuhan masyarakat, mengingat kebutuhan dan ekspektasi masyarakat terus meningkat seiring dengan ligatnya kemajuan teknologi informasi sekarang? Sedangkan di lain sisi masih sering terdengar adanya pungutan liar (pungli), pengurusan izin yang lama, pengurusan administrasi yang rumit, dan perilaku birokrat yang korup.

Penataan birokrasi secara sistematis merupakan jalan bagi terwujudnya aparat yang berkualitas dan bertanggungjawab. Menurut Kumolo, (2017: 237) Secara umum dalam konteks penataan aparatur birokrasi, pemerintah pusat maupun daerah, wajib mengubah budaya kerja ASN dan para pejabat publik dari sikap dan perilaku yang tertutup, single majority, dan otoritarian menjadi sikap transparan, akuntabel dan demokratis. Hal ini menjadi suatu alasan pengelolaan sumber daya aparatur dalam program percepatan reformasi birokrasi. Karena Aparatur Sipil Negara merupakan komponen penggerak administrasi negara yang bersentuhan langsung dengan penerima layanan publik sehari-hari.

Di Indonesia sendiri, berbagai upaya pemerintah untuk mendorong inovasi pada birokrasi terus diupayakan melalui beberapa penghargaan dan penerapan kebijakan One Agency One Innovation. Pengembangan kompetensi ASN melalui pendekatan Corporate University dan model-model pertukaran pegawai antar instansi baik pemerintah maupun non pemerintah ke depan juga akan memberikan peluang bagi SDM aparatur untuk memiliki kapabilitas, kompatibel, akseptabel, akuntabel dan responsif. Dengan demikian penguatan kapasitas aparatur ini mesti terus dilakukan secara berkelanjutan, sehingga tumbuh budaya birokrasi yang inovatif dan berdaya saing global.

Dalam prakteiknya di beberapa daerah di Indonesia, seperti yang telah di lakukan oleh Ridwan Kamil dalam menata Kota Bandung. Berbekal jiwa arsitektur, beliau respon terhadap keindahan alam yang membawa imajinasinya untuk menata Kota Bandung yang indah dan membahagiakan.

Perubahan itu antara lain: Taman Tematik, Smart City, Tour on The Bus yang dikenal dengan bus pariwisata Bandros, dan Bandung Creative Hub. Bandung Creative Hub difungsikan untuk memberdayakan warga Bandung untuk mengasah kreativitasnya. Bangunan tersebut juga dilengkapi dengan perpustakaan, galeri, museum, studio inovasi tiga dimensi, studio fashion, desain museum, desain store, amfiteater, ruang belajar dan toko yang menampilkan produk kreatif terbaik Bandung.

Di daerah kabupaten Bojoegoro, Bupati Suyoto atau yang akrab di sapa “kang Yoto” berhasil mentranformasi birokrasi selama 2 periode masa kepemimpinannya. Melalui beberapa terobosan yang dilakukan, di antaranya mengembangkan program aplikasi berbasis internet dan telepon selular bernama LAPOR untuk menampung aspirasi warga Bojonegoro agar dapat direspon secara cepat dan tepat oleh Pemerintah. Selain LAPOR, Pemda Bojonegoro juga membangun Dialog Jumatan di mana warga dapat berkumpul di alun-alun setiap hari Jumat untuk menyuarakan aspirasinya, bahkan Kang Yoto ini memilih untuk memberikan nomer HP-nya untuk menerima keluhan masyarakat.

Komitmen keterbukaan yang diusung oleh Kang Yoto dan Kang Hartono pun berhasil mengeluarkan Bojonegoro dari stigma daerah termiskin di Pulau Jawa menjadi sebuah daerah yang sukses dengan melepas belenggu kemiskinan dan terus melakukan perubahan secara bertahap. Hasilnya, seperti yang dilansir dari (mediaindonesia.com), pada 2016 Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memeroleh penghargaan dan terpillih menjadi salah satu dari 15 daerah percontohan dunia untuk praktik pemerintah terbuka di tingkat pemerintah daerah. Dengan terpilihnya Bojonegoro, kabupaten di Jawa Timur itu sejajar dengan kota-kota besar negara lain, seperti Paris (Prancis), Madrid (Spanyol), dan Seoul (Korea Selatan) dalam hal komitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih transparan, responsif, dan partisipatif.

Kemudian di Kota Surakarta, menerapkan aplikasi Solo Destination yang diinisiasi oleh Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfo SP) bekerjasama dengan Telkomsel untuk mengintegrasikan layanan dan informasi di Kota Surakata. Pada saat launching Aplikasi Solo Destination oleh Bapak Walikota Surakarta FX. Hadi Rudyatmo pada tanggal 8 Juni 2014, aplikasi tersebut mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) tahun 2014 sebagai Kota pertama di Indonesia yang menyediakan layanan pariwisata berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini menjadi prestasi yang menggembirakan bagi Kota Solo dalam menciptakan inovasi baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun wisatawan baik nusantara serta mancanegara yang ingin berwisata ke Kota Surakarta.

Berkaca dari keberhasilan dan kesuksesan beberapa daerah di atas, perubahan menjadi sangat penting, apabila organisasi ingin mempertahankan dan berupaya untuk melakukan daya saing yang kompetitif. Hal ini sejalan dengan pendapat Sedarmayanti (2009: 232), “Jika perubahan dalam organisasi tidak atau terlambat dilakukan maka organisasi akan tertinggal, karena tidak mampu bersaing dan akhirnya mati”.

Dengan demikian, dalam upaya peningkatkan mutu pelayanan publik menunjukkan bahwa kuncinya ada pada kolaborasi empat sekawan, yakni pemerintah pada semua tingkatan dan kelembagaan, partisipasi masyarakat, akademisi, dan pengusaha/swasta. Oleh karena itu, dengan menumbuhkan budaya birokrasi yang inovatif dan berdaya saing seperti yang diterapkan oleh beberapa daerah tersebut, dapat menjadi panutan bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia untuk dapat melakukan hal yang sama bahkan lebih guna penyelesaian masalah, mempercepat pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

***

*)Oleh : M. Isra; Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES