Hukum dan Kriminal

Dosen yang Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Kepada Keponakan Mulai Diperiksa Polisi

Kamis, 08 April 2021 - 20:10 | 48.33k
Kanit PPA Polres Jember, Iptu Diyah Vitasari, saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis (8/4/2021) terkait dugaan kasus kekerasan seksual oleh oknum dosen Unej. (Foto: Nanang/Potret Jember)
Kanit PPA Polres Jember, Iptu Diyah Vitasari, saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis (8/4/2021) terkait dugaan kasus kekerasan seksual oleh oknum dosen Unej. (Foto: Nanang/Potret Jember)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Polisi mulai memeriksa RH pria yang berprofesi sebagai dosen PTN di Jember. RH sebelumnya dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan kekerasan seksual kepada keponakannya sendiri. 

RH menjalani pemeriksaan perdananya di Mapolres Jember pada Kamis (8/4/2021) sekitar pukul 10.00 WIB.

Di hadapan petugas Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jember RH menjalani pemeriksaan selama sekitar empat jam.

"Tadi kami sudah memeriksa oknum dosen Unej berinisial RH sebagai saksi kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur," ungkap Kanit PPA Polres Jember, Iptu Diyah Vitasari, saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis.

Sejauh ini, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Unit PPA Satreskrim Polres Jember masih mendalami Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk kemudian menentukan gelar perkara.

Melalui gelar perkara tersebut, nantinya akan ditentukan nasib RH, apakah masih menjadi saksi atau naik menjadi tersangka. 

“Gelar perkara secepatnya kita lakukan minggu ini,” ujar Iptu Vitasari. 

Sejauh ini, polisi telah memintai keterangan terhadap lima orang sebagai saksi.

Termasuk RH selaku terlapor dan juga pelapor. Polisi juga sudah mengantongi alat bukti lain.

"Sudah kami dapatkan hasil visum obgyn dan visum psikiatri dari saksi ahli dokter spesialis RSD dr Soebandi Jember," terangnya.

Sejauh ini, pelapor yang diduga menjadi korban kekerasan seksual, sudah berada di rumah aman, yakni di bawah perlindungan di rumah aman Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember.

“Kondisinya aman, sejauh ini tidak ada laporan teror kepada pelapor,” ujar Vitasari. 

Kasus dugaan kekerasan seksual ini terungkap setelah korban yang masih belasan tahun berani melawan.

Hal itu diungkapkan ibu penyintas (korban). “Sejak Juni 2019, putri saya tanpa seizin saya, dititipkan oleh ayahnya ke rumah pamannya ini (terduga pelaku),” ujar ibu kandung penyintas –enggan disebut namanya- saat ditemui TIMES Indonesia pada Rabu (7/4/2021). 

Peristiwa kekerasan seksual itu terjadi pada akhir Februari dan 26 Maret 2021.

Modus yang digunakan juga sama. Sang paman, membujuk keponakannya dengan menyatakan ia mengidap kanker payudara.

Hal itu dilakukan sang paman sembari menunjukkan sebuah jurnal. 

“Saat itu, tantenya (istri terduga pelaku) sedang tidak ada di rumah. Pamannya ini mengaku bisa menyembuhkannya lewat terapi,” lanjut ibu kandung penyintas. 

Korban sebenarnya sudah berupaya melawan, tetapi tetap berada dalam kondisi paksaan.

Pada peristiwa kedua, tanpa sepengetahuan sang paman, korban merekam kejadian tersebut melalui recorder suara di ponsel.

Hal itu sebagai barang bukti. 

“Entah kenapa anak saya bisa berani melawan dengan merekam peristiwa tersebut. Setelah kejadian kedua, dia mengunggah Instastory di IG yang berisi ajakan untuk melawan pelecehan seksual. Bahwa pelecehan bukan disebabkan oleh pakaian yang digunakan oleh korban,” tutur sang ibu. 

Postingan di media sosial itu langsung dibaca sang ibu yang memang kerap memantau kondisi sang anak lewat media sosial.

“Langsung saya telepon dia dan mau cerita,” tutur sang ibu. 

Mengetahui buah hatinya menjadi korban, sang ibu langsung bertindak cepat.

Seluruh keluarga suaminya ia hubungi, untuk meminta bantuan agar segera memindahkan buah hatinya dari rumah terduga pelaku.

“Saya langsung pulang dari Jakarta ke Jember, lalu membuat laporan polisi,” tutur sang ibu. 

Saat ini, korban bersama sang ibu berada dalam perlindungan rumah aman di bawah pengawasan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember. 

"Kami berharap polisi bisa mengenakan pasal UU Perlindungan Anak karena masih di bawah umur dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun. Karena korban masih di bawah umur," tambah Sholihati, koordinator PPT DP3AKB saat mendampingi ibu korban. 

Sementara itu, RH, sosok dosen muda yang diduga melakukan kekerasan seksual tersebut, membantah semua tuduhan. "Pada saatnya nanti, akan saya jelaskan, bahwa tidak seperti itu,” pungkas RH. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES