Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Urgensi Pendidikan Demokrasi Mahasiswa

Kamis, 08 April 2021 - 09:55 | 111.45k
Muhammad Afnani Alifian, seorang mahasiswa biasa yang masih membiasakan diri untuk terus bahagia dengan menulis, begitu.
Muhammad Afnani Alifian, seorang mahasiswa biasa yang masih membiasakan diri untuk terus bahagia dengan menulis, begitu.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG“learning democracy, through democracy, and for democracy

(Winataputra, 2001).

Selain pendidikan anti korupsi, pendidikan mental, dan pendidikan pancasila. Pendidikan demokrasi rasanya perlu ditanamkan pada mahasiswa, menyusul akhir akhir ini beberapa gelanggang demokrasi mahasiswa sepertinya mulai terserang gelombang inkonsistensi demokrasi nasional.

Mulai dari temu wilayah BEM Nusantara di Surabaya beberapa waktu lalu yang berakhir dengan dualisme, meski saya tidak paham bagaimana detailnya. Menyusul kongres HMI yang ricuh, meski katanya hal itu sudah lumrah tapi itu juga menjadi indikasi kurangnya pendidikan demokrasi. Hingga kongres BEM SI di Padang yang berakhir dengan keputusan sepihak, hingga ada sekitar 100 lebih kampus yang menyatakan Work Out dari forum.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Beberapa kasus itu membuktikan bahwa pendidikan pancasila, atau Civic Education saja tidaklah cukup menjadi bekal akan tegaknya demokrasi di ranah mahasiswa. Sebab utama dari permasalahan itu tentu bukan salah mahasiswa, atau instansi terkait, tetapi kepentingan para pemuka bangsa yang jelas meluluhlantakkan demokrasi itu. Mahasiswa saat ini, yang juga berarti generasi milenial, generasi dengan beban berat digadang gadang akan menjadi bonus demografi. Harapan demografi akan menjadi mitos belaka bila demokrasinya saja sudah tidak sehat sejak ranah mahasiswa.

Mahasiswa merupakan komponen warga negara dengan jenjang usia paling produktif. Pengalaman saat menjadi mahasiswa akan menjadi transformasi nilai nilai demokrasi dan juga HAM dalam kehidupan sosial.

Meningkatnya kecenderungan penggunaan cara-cara tidak demokratis dan kekerasan berpolitik Indonesia jelas sebagian besarnya bersumber dari konflik di antara elit politik yang tak kunjung selesai sampai entah. Jika salah satu esensi demokrasi dan politik adalah “art of compromise” dan respek terhadap perbedaan sikap politik, orang justru menyaksikan kian meningkatnya sikap “pokoknya” pada kalangan elit politik, sehingga pada muaranya merambah pada kalangan mahasiswa.

Lebih celaka lagi, sikap-sikap seperti ini kemudian diberi legitimasi keagamaan dan teologi oleh kalangan ulama, hingga potensi kekerasan yang mengancam demokrasi kian menguat begitu tulis Prof. Azyumardi Azra, (2002:8-9). Fenomena-fenomena ini yang muncul di masyarakat yang tidak siap berdemokrasi, indikasinya jelas bagaimana demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya menjadi kesadaran mentalitas.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Setidaknya demi mewujudkan demokrasi sejak mahasiswa hal yang paling bisa dijadikan pijakan adalah pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam penelitian Gandal dan Finn (1992:2)b“…it is often taken for granted or ignore”- masih sering dianggap enteng atau  dilupakan. Oleh karena itu, perlu ditegaskan jika “Democracy does not teach itself. If the strengths, benefits, and responsibilities of democracy are not made clear to citizens, they will be ill-equipped to defend it”. Maksudnya adalah bahwa demokrasi tidak bisa mengerjakannya sendiri. Jika kekuatan, kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik sejak ranah mahasiswa sukar diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahankannya. Maka dalam hal ini pendidikan demokrasi harus disikapi secara sadar dan sungguh-sungguh. Implikasi dari pandangan tersebut, diperlukan pendidikan yang baik yang memungkinkan pemahaman, pengertian, penghargaan, dan kesempatan demokrasi.

Zamroni, (2003 c: 11) dalam bukunya Pendidikan Untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, menjelaskan jika partisipasi generasi milenial dalam sistem politik yang demokratis akan terjadi apabila generasi baru memiliki kualitas dan kemampuan antara lain : Pertama, memiliki identitas diri termasuk komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan sosial yang lebih luas dan kemampuan untuk berkelompok secara terorganisir dalam kehidupan bermasyarakat.

Kedua, memiliki kesadaran bahwa kebijakan yang diputuskan dalam proses politik baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan mereka. Ketiga, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memperoleh informasi guna memberikan pedoman dalam kehidupan sosial politik, termasuk di dalamnya memahami demokrasi dan fungsi-fungsi lembaga yang ada, yang penting, dan cara-cara berpartisipasi yang efektif.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Keempat, memiliki keseimbangan antara trust dan skeptis atas kehidupan politik yang ada, sehingga memberikan suatu pemikiran, sikap dan tindakan tidak asal ikut atau sebaliknya tidak asal berbeda, melainkan partisipasi yang rasional. Kelima, memiliki kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan. Keenam, memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersama-sama membicarakan perbedaan dengan penuh toleransi.

Ketujuh, memiliki rasa hormat kepada individu baik dalam kelompoknya maupun yang ada di luar kelompok. Delapan, memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan bernegosiasi, termasuk kemampuan untuk bekerja dalam suatu tim dan menyajikan secara efektif argumentasi yang dimiliki tanpa menghina pendapat pihak lain.

Sembilan, memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengambil peran kepemimpinan saat diperlukan. Sepuluh, sekaligus yang terakhir memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk dapat berbuat kebaikan baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, termasuk memiliki keyakinan bahwa institusi yang ada harus memberi respon yang baik terhadap tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat.

Sepuluh komponen itu jika dipandang dari segi pendidikan ibarat indikator keberhasilan. Pendidikan Kewarganegaraan yang ada saat ini belum mampu memenuhi sepuluh indikator menurut Zamroni tersebut, sehingga pendidikan demokrasi mahasiswa secara lebih spesifik dan intensif diperlukan demi mewujudkan tatanan demokrasi sejak ranah mahasiswa. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Muhammad Afnani Alifian, seorang mahasiswa biasa yang masih membiasakan diri untuk terus bahagia dengan menulis, begitu.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES