Tekno

GMNI Minta Implementasi Jaringan 5G Perhatikan Aspek Keadilan

Kamis, 08 April 2021 - 13:33 | 40.52k
Ilustrasi - Jaringan 5G. (FOTO: ark21.com)
Ilustrasi - Jaringan 5G. (FOTO: ark21.com)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) telah menguji coba layanan jaringan internet generasi kelima alias 5G sebanyak 12 kali sejak 2017 hingga 2020. Ini dilakukan bersama lima operator seluler nasional. Pengembangan jaringan 5G masuk dalam ASEAN Digital Masterplan (ADM 2025). Selain Indonesia, beberapa negara ASEAN menguji coba layanan tersebut. Sejumlah negara bahkan sudah memasuki tahap implementasi komersial, meski terbatas. Singapura misalnya, koneksi 5G sudah mencakup 2,28% dari total pengguna seluler. Sedangkan Thailand 0,8% dan Filipina 0,07%.

Terkait hal tersebut, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino berpendapat bahwa implementasi jaringan 5G haruslah memperhatikan aspek keadilan. Karena apabila tidak memperhatikan aspek keadilan sosial maka pembangunan jaringan 5G hanya akan memperlebar jurang ketimpangan semata.

“Datanya ada, tidak mengada-ada. Bahwa berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, pelaku e-commerce di Indonesia masih didominasi kelas orang kaya, yaitu sebanyak 63,39%. Sementara, pelaku e-commerce dari kelas menengah sebanyak 34,62% dan kelas bawah 18,92%,” kata Arjuna dalam keterangannya, Kamis (8/4/2021).

Hal tersebut jika tidak diatasi, lanjut dia, digitalisasi hanya mempertebal jurang ketimpangan dan menghambat distribusi kesejahteraan. Indonesia masih mengalami kesenjangan infrastruktur teknologi informasi, akses dan literasi digital sehingga pemerintah perlu memastikan pengembangan jaringan 5G dapat menyentuh mereka yang kurang mampu, yang berada di pelosok desa dan para pelaku usaha kecil dan menengah.

Dia mengungkapkan, hanya 54% warga berpendapatan rendah yang memiliki akses internet. Sementara persentase warga yang bekerja sebagai buruh, pekerja rumah tangga, satpam, supir, pedagang warung, kaki lima, petani, nelayan, peternak yang memiliki akses internet ada di bawah 70%.

"Melihat kondisi ini, ditakutkan pengembangan jaringan 5G hanya bersifat eksklusif untuk kalangan kelas sosial menengah-atas saja,” imbuhnya.

Bahkan, menurut dia, yang lebih menyedihkan masih ada 12 ribu desa yang belum tersambung internet. Rata-rata masih terbentur dengan ketersediaan infrastruktur dasar. Infrastruktur dasar pendukung seperti listrik, kerap kali menjadi hambatan untuk membangun akses jaringan telekomunikasi ataupun akses data di wilayah. Jika ini tidak diatasi maka kesenjangan dan ketergantungan antara kota yang dianggap sebagai “pusat” pembangunan dengan desa yang selalu menjadi “periferi” dari program pembangunan.

“Masih ada 12 ribu desa yang belum tersambung internet, bahkan pasokan listrik pun tidak ada sama sekali. Yang ditakutkan, pengembangan jaringan 5G hanya akan memperkuat antara “pusat”, kota yang dianggap maju dengan daerah terpencil yang selama ini terpinggirkan,” terangnya.

Dia juga menyoroti ketimpangan akses digital di kalangan pelaku usaha. Data Kementerian Kominfo RI per Juli lalu mencatat baru ada 9,4 juta UMKM yang memiliki akses digital dari sekitar 60 juta UMKM di seluruh Indonesia. Menurut Arjuna, akses digital rata-rata dimiliki oleh usaha besar. Tentu ini harus menjadi perhatian pemerintah.https://cdn.timesmedia.co.id/images/2021/04/08/jaringan-5G.jpg

“Akses UMKM kita terhadap teknologi digital masih rendah. Hal ini berbahaya, karena jika tidak diatasi maka pengembangan jaringan 5G hanya menguntungkan usaha besar, mematikan usaha kecil. Dan yang lebih parah, market place kita, e-commerce kita hanya dibanjiri produk impor saja. Ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah," ujar Arjuna Putra Aldino, Ketua DPP GMNI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES