Kopi TIMES

UU Cipta Kerja Soal, Menyoal Harta Karun vs Warisan Budaya di Laut

Kamis, 08 April 2021 - 05:41 | 64.07k
Eman Hermawan; Mahasiswa Pascasarjana Sejarah UIN Sunan Gunung Djati/Public History Indonesia.
Eman Hermawan; Mahasiswa Pascasarjana Sejarah UIN Sunan Gunung Djati/Public History Indonesia.

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan lewat UU Cipta Kerja ada 14 bidang usaha telah dibuka, salah satunya adalah pengangkatan berharga muatan kapal tenggelam. Namun, apabila ada investor yang tertarik untuk mencari harta karun di bawah laut harus memenuhi beberapa syarat ketat dari BKPM.

"Jadi, kalau mau cari harta karun di laut bisa kau (investor) turun. Syarat izinnya datang ke kita (BKPM), untuk bisa dapatkan izin," jelas Bahlil dalam konferensi pers, Selasa (2/3/2021).  Penjelasan dari kepala BKPM ini menuai berbagai respons dari beberapa pihak seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudijiastuti. Dan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan permohonon khusus kepada Presiden Joko Widodo terkait izin pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) “Mohon dengan segala kerendahan hati untuk BMKT dikelola dan diangkat sendiri oleh pemerintah kata Susi dalam akun Twitter-nya @susipudjiastuti pada Rabu, 3 Maret 2021. 

Berbeda dengan mantan Menteri KKP, IAAI saat webinar yang bertema “NASIB WARISAN BUDAYA DI LAUT DALAM PERPRES NO. 10 TAHUN 2021 pada hari Rabu, 10 Maret 2021. Diambil dari rumusan hasil webinar itu, IAAI menjelaskan bahwa Peraturan Presiden soal “Pengangkatan barang muatan kapal tenggelam (BMKT)” dalam terminologi pelestarian budaya disebut “warisan budaya bersifat kebendaan di laut” termasuk ke dalam bidang usaha tersebut.

Hal tersebut menimbulkan berbagai pandangan dan penafsiran baik pelestari maupun masyarakat. Bahwa warisan budaya yang seringkali dianggap sebagai “harta karun” boleh diperjualbelikan oleh negara. Berdasarkan diskusi dari pembicara (Drs. Surya Helmi/ahli arkeologi, Prof. Dr. Dra. MG. Endang Sumiarni, S.H., M.Hum., dan Dr. Andi Achadian, M.Si.), pembahas (Drs. Gatot Ghautama, MA dan Dr. Supratikno Rahardjo), serta penanggap (Dirjen Kebudayaan, Sesditjen Kebudayaan, Direktur PLTLK Ditjenbud, dan masyarakat), dari webinar tersebut disampaikan beberapa pandangan-pandangan yang sekiranya penting untuk diketahui kita bersama.

Penulis hanya merangkum atau menulis kembali sebagian dari rumusan asli yang dikeluarkan oleh IAAI. Rumusan dibhasa dari pandangan ideologis, pandangan hukum dan pandangan pengelolaan.

Yang pertama, pandangan ideologis. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat 1 mengamanatkan "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Wujud budaya yang dimanatkan adalah yang bersifat benda dan takbenda. Warisan budaya kebendaan di laut adalah bukti sejarah dalam menunjukkan perjalanan kehidupan bangsa Indonesia; 

Kedua, Pandangan hukum. Seluruh warisan budaya bersifat kebendaan baik di darat maupun di air diatur secara khusus (lex specialis) oleh UU No 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam konsideran UU Cagar Budaya jelas dinyatakan bahwa Cagar Budaya adalah kekayaan budaya, memiliki arti penting, dan harus dilestarikan.

Pengangkatan warisan budaya kebendaan di laut (dalam UU Cipta Kerja disebut BMKT) dalam UU Cagar budaya termasuk sebagai pencarian. Kegiatan ini harus dilakukan mengikuti kaidah ilmiah arkeologi.

 Ketiga, pandangan pengelolaan. Warisan budaya kebendaan di laut memiliki high riks, high cost, dan high technology. Hal itu menyebabkan banyak yang belum diurus. Permasalahan ini harus diselesaikan. Konsekuensi pengaturan melalui UU Cagar Budaya kepada negara adalah: mendirikan lembaga pengelola, menyiapkan dana untuk riset, penyiapan SDM, dan program kompetensi khusus.

Kemendikbud harus siap dengan mendirikan pusat studi dan museum sebagai tindak lanjut pengangkatan WBK. Kerja sama pendidikan antar universitas untuk SDM Arkeologi Bawah Air

Pemanfaatan warisan budaya kebendaan di laut tidak harus dijual, tidak harus meninggalkan aspek ekonomi. namun harus melalui manajemen warisan budaya yang memperhatikan asas berkelanjutan.

Pengelolaan warisan budaya kemaritiman diusulkan melalui sebuah lembaga yang masuk ke dalam struktur pemerintahan. Sementara itu lembaga yang mengelola situs kapal bisa dalam bentuk Badan Pengelola seperti halnya Kawasan Cagar Budaya Nasional atau melalui pendirian museum di setiap wilayah titik penemuan. 

Maka, ada yang perlu ditindaklanjuti dalam hal tersebut.

Pertama. Harus ada wacana apakah kebijakan pemerintah membuka peluang kerusakan atau tidak, dan bertentangan dengan dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dengan berbagai ahli dan kementerian terkait.

Kedua.  Apabila kesimpulan akhir dari wacana tersebut menyatakan sangat jelas melanggar peraturan dan perundang-undangan serta mengabaikan pelestariannya, Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) akan mengajukan judicial review atas Perpres No 10 Tahun 2021 tentang Penanaman Modal Usaha yang menyangkut BMKT

Sudah saatnya semua pihak memandang tinggalan bawah laut sebagai warisan budaya dan bukan sebagai harta karun karena warisan budaya kebendaan di laut tidak bisa lagi dianggap sebagai BMKT. BMKT dalam pengertiannya hanya menunjukkan wujud sebagai benda.

Warisan tersebut tidak sekadar kebendaan secara kontekstual tidak dapat dilepaskan dari yang menyertainya. Ada pengetahuan yang tersimpan di dalamnya, kapal, situs, jalur dagang, hubungan budaya, pertukaran teknologi antar bangsa, hubungan antar negara, dan lain-lain.

Apabila dilepaskan dari konteksnya, akan tercabut dari seluruh nilai pentingnya. Dan jika 'investasi harta karun' ini akan tetap diperbolehkan oleh pemerintah semoga saja ada pihak yang berani mengajukan judicial review atas Perpres No 10 Tahun 2021 itu.

***

*)Oleh: Eman Hermawan; Mahasiswa Pascasarjana Sejarah UIN Sunan Gunung Djati/Public History Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES