Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Mewujudkan Istana Terbaik

Selasa, 06 April 2021 - 14:05 | 76.56k
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku.
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Alkisah, suatu saat, Nabi Muhammad SAW ditanya oleh sahabat-sahabatnya, “dimanakah kami menemukanmu yang paling mudah?”. Beliau menjawab “tempat (rumah) terbaikku adalah orang-orang kecil, orang-orang kalah, orang-orang miskin. Diantara mereka inilah, aku mudah ditemukan”.

Jawaban Nabi tersebut menunjukkan, bahwa “istana terbaik” yang dimilikinya adalah kalangan masyarakat kecil atau kelompok akar rumput. Dalam realitas kehidupan wong cilik ini, Nabi telah menjadikannya sebagai tempat terbaik, yang membuatnya bisa menemukan kedamaian dan keharmonisan. Dalam diri “wong cilik”, beliau mampu menemukan dan menikmati “surga”.

Memang kenyataan historisnya, Nabi  lebih sering bisa ditemukan diantara wong cilik (miskin). Jiwa kepemimpinan berbasis kerakyatan atau empati sosial, benar-benar ditunjukkan, bukan sekedar “diwahyukan” (diucapkan) untuk mengingatkan publik. Beliau sering terjun ke tengah-tengah kehidupan masyarakat seperti di pasar atau kegiatan-kegiatan lain untuk menyerap aspirasi masyarakat.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Eksistensi beliau di tengah kehidupan “wong cilik”, atau di orang-orang yang terzalimi, selain beliau berusaha memahami dan mengakomodasi kepentingannya, beliau juga mengingatkan golongan atas atau kelompok elit kalau apa yang sudah diberikan Allah kepadanya sudah sangat banyak (besar dan bermacam-macam).

Diantara peringatan beliau yang sangat populer adalah “tangan di atas, lebih baik (utama) dibandingkan dengan tangan dibawah”, yang secara hermeneuitik berarti selain Nabi meminta setiap elemen masyarakat untuk menunjukkan etos kerja tinggi, dan bukan sebagai peminta dan bersosok inlander, juga meminta (mengkritik) supaya setiap orang yang sudah dipercaya jadi elitis atau pemimpin, tidak sampai tergiring pada paradigma yang mengutamakan dan menasbihkan kepentingan eksklusifnya sendiri, dan sebaliknya wajib memikirkan “surga” untuk rakyat.

Itu mengisyaratkan, bahwa seorang pemimpin, apalagi kumpulan pimpinan negara, wajib mengarahkan atau membina rakyat negeri ini, supaya pola kepemimpinannya difokuskan untuk membentuk mental kepribadian yang “tidak selalu atau sering menerima status dibawah” (sebagai pengemis, atau budak), dan sebaliknya menguatkan mental bawahan atau rakyat negeri ini sebagai pekerja yang militan, kreator, dan tangguh.

Jika seperti ituepada siapa rakyat harus mengeluh dan menyampaikan kesulitan ekonominya, kalau pemimpinnya saja masih sibuk mengurus rumah tangga partainya dan kepentingan kolegialismenya?

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Bagi mereka yang tidak sabar menerima penderitaan berlapis-lapis ini, tidak sedikit yang menjatuhkan opsi bunuh diri.   Terbukti misalnya kasus bunuh diri masih tinggi.  Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti A Prayitno mengatakan, faktor penyebab orang nekat bunuh diri karena kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, serta penggusuran.

Dalam kondisi rakyat seperti itu, idealnya sang pemimpin menjadikannya sebagai “istana terbaik”-nya, dan bukan tergiring memikirkan soal oportunisasi politik dan hedonisasi eksklusifitasnya. “istana terbaik” (surga) yang ditempati atau dirasakan oleh rakyat adalah kondisi keterpurukan, kemiskinan, ketidaktersediaan pangan bergizi yang memadai dan egaliter, dan banyaknya problem berat yang menghimpitnya, yang menuntut para pemimpin memedulikannya dengan kerja maksimal.

Dalam wilayah tersebut, apa yang disampaikan mantan presiden Amerika Jefferson, “berikan apa yang terbaik untuk negaramu, tapi jangan bertanya apa yang diberikan negara kepadamu”, tampaknya tepat dijadikan pesan moral untuk mengingatkan setiap elemen pemimpin negeri ini, bahwa yang terbaik dalam kehidupan bernegara memang bukan banyak mempertanyakan atau menggugat apa dan berapa banyak negara memberi pada kita, tetapi berapa banyak kita memberikan yang terbaik pada negara.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Jika saja setiap elemen negara terfokus atau mengerahkan pikiran dan mencerdaskan perilakunya demi (memberi) yang terbaik pada negara, tentulah berbagai problem besar tidak akan sampai menimpa masyarakat Indonesia. Kompilasi penyakit tidak akan menghegemoni masyarakat, manakala sikap dan sepak terjang elit pemimpin negeri ini, dikonsentrasikan untuk selalu memberi yang terbaik, dan bukan disibukkan mempertanyakan dan meminta, apalagi “menjarah”  yang terbaik dari negara.

Mereka itu lupa, kalau sejatinya wong cilik adalah “istana terbaik”.  Mereka terjangkit penyakit amnesia amanat atau mengecilkan akses kehidupan wong cilik, yang mengakibatkan mereka selalu merasa kurang atau belum diperhatikan banyak oleh negara. Mereka merasa menjadi korban diskriminasi dari negara, padahal mereka sudah mengambil banyak dari negara.  Prinsip konstitusi yang menggariskan, bahwa segala kekayaan negara ini digunakan untuk memaksimalkan kemakmuran rakyat, justru dieliminasinya dan digantikan dengan prinsip “segala kekayaan negara harus diperuntukkan bagi pemenuhan segala kepentingan diri dan keluarga”.

Mereka wajib menggalakkan “teologi kerakyatan” seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, bahwa sebaik-baiknya manusia, adalah yang memberikan manfaat bagi sesamanya, atau sebaik-baik pemimpin, adalah sang pemimpin yang berguna bagi kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Terjadinya booming kemiskinan di bulan suci ini, pertanda eksaminasi moral-teologis kalau para pemimpin negeri ini sedang tersesat jalan cukup jauh. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES