Kopi TIMES

Ngopi Pagi: Sudut Pandang

Senin, 05 April 2021 - 07:13 | 39.84k
Noor Shodiq Askandar.
Noor Shodiq Askandar.

TIMESINDONESIA, MALANG – Seringkali orang berbeda pendapat saat melihat suatu masalah sahabat ngopi pagi. Bahkan sangking tajamnya perbedaan, terkadang sampai menimbulkan bibit perpecahan. Padahal sebetulnya yang dipandang berbeda belum tentu masalah yang sangat essensial. Persoalan kecil saja, karena kemudian dibesar besarkan sisi perbedaannya, bisa mengakibatkan hal yang diluar prediksi banyak orang.

Tawuran antar pelajar, antar kampung, antar suku, dan lainnya terkadang dipicu hanya oleh masalah yang sebetulnya bisa diselesaikan. Hanya karena ketersinggungan karena tidak disambut dengan meriah pada suatu waktu, bisa memungkinkan terjadinya perpecahan. Bahkan di beberapa daerah, senggolan karena joget music di lapangan, bisa jadi tawuran besar.

Kenapa demikian ? Pertama tentu karena ego masing masing yang tinggi. Atau bisa juga karena melihat dirinya lebih tinggi, lebih wibawa, atau lebih layak dihormati daripada lainnya. Perasaan lebih superior  inilah yang kemudian bisa jadi pemicu amarah yang memuncak, karena merasa kurang dihargai dan dihormati. Jika ego ini terus dipertahankan, tentu akan mengakibatkan hal yang kurang baik.

Kedua adalah terkait dengan persoalan sudut pandang dalam melihat dan menyelesaikan masalah. Terhadap ini, saya sering memberikan perumpaan dalam melihat sesuatu dengan sudut yang berbeda. Saat orang melihat bakso dari belakang, orang akan melihat bakso sebagai dua bulatan besar, karena yang terlihat adalah bagian tubuh penjualnya. Jika dilihat dari depan, maka yang terlihat hanya pentol saja, baik yang kecil maupun yang besar. Saat melihat dari atas, tidak akan terlihat wujud bakso, sehingga tidak mampu mendefinsikan. Begitu melihat dari samping, maka mula terlihat seperti apa bakso itu. Yang terahir ini definisinya agak lengkap, karena sudut pandangnya lebih luas. Bakso itu terdiri dari pentol (kecil dan besar, syomai, tahu, mie (putih maupun kuning), gorengan, dan lain sebagainya. Memang belum lengkap, tapi setidaknya sudah mulai dapat menggambarkan banyak hal tentang sesuatu.

Kita tidak bisa memaksa orang untuk dapat menurunkan tingkat keegoan dalam dirinya. Begitu juga kita tidak dapat memaksakan sudut pandang seseorang dalam melihat sebuah persoalan. Namun demikian, jika masing masing fihak mau menurunkan kadar kegeoan dirinya dengan berusaha menyesuaikan kepada masyarakat lainnya, insyaallah solusinya bisa diambil lebih cepat. Begitu juga, jika seseorang juga tidak hanya mementingkan pandangan dirinya, dan kemudian mau legowo juga untuk menerima pandangan orang lain sebagai bagian yang saling melengkapi, maka hidup ini akan terasa lebih indah dan warna warni. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan tidak ada juga pendapat yang harus dipandang sebagai satu satunya kebenaran. Bagaimana dengan sahabat ngnopi pagi semua ???

*) Penulis Noor Shodiq Askandar adalah Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

_______
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES