Gaya Hidup

Punya Banyak Speciality Coffee, Peneliti C-RiSSH: Literasi Kopi Indonesia Harus Digalakkan

Kamis, 01 April 2021 - 03:16 | 63.83k
Salah satu toko pusat grosir penjualan kopi asli Indonesia, yang ada di Pasar Tanjung. (FOTO: Muhammad Faizin/TIMES Indonesia)
Salah satu toko pusat grosir penjualan kopi asli Indonesia, yang ada di Pasar Tanjung. (FOTO: Muhammad Faizin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Tak hanya sekedar sebagai minuman, kopi saat ini sudah menjadi gaya hidup di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini pula yang mendorong riset tentang kopi terus berkembang. Seperti yang dilakukan oleh Pusat Kajian Gastrodiplomasi (Center for Research in Social Sciences and Humanities/C-RiSSH ) Universitas Jember yang aktif meneliti berbagai aspek sosial kopi secara berkelanjutan. 

Rangkaian penelitian sejak tahun 2017 hingga saat ini itu menghasilkan banyak informasi menarik.

Seperti soal banyaknya jumlah warga Jawa Timur yang minum kopi, baik di desa maupun di kota.

Di perkotaan mencapai 40,2 persen dan di desa mencapai 33,2 persen.

salah-satu-kafe-modern-yang-ada-di-Jember.jpgSuasana di salah satu kafe modern yang ada di Jember. (FOTO: Muhammad Faizin/TIMES Indonesia)

“Untuk kopi yang diminum pun cukup berimbang, antara kopi asli dan kopi dalam kemasan sachet. Angka penyuka kopi asli di perkotaan mencapai 33,6 persen dan di desa sebesar 24 persen. Sementara kopi sachet dikonsumsi oleh 21,2 persen responden baik di kota maupun di desa,” ujar Agus Trihartono, salah satu peneliti C-RiSSH saat diskusi tentang pemaparan hasil riset timnya di gedung CDAST kampus Unej pada Rabu (31/3/2021). 

Data tersebut, menurut Agus menunjukkan pangsa pasar baik kopi asli maupun kopi sachet di Jawa Timur masih terbuka lebar.

Perlu literasi kopi bagi masyarakat agar mereka tahu keunggulan kopi asli Nusantara yang beraneka ragam.

Terlebih Indonesia memiliki banyak speciality coffee. 

“Sedangkan bagi produsen kopi sachet, harus melakukan inovasi-inovasi produk terus menerus yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Ujungnya bagaimana agar konsumsi kopi meningkat,” tutur pria yang juga dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP ini.

Agus Trihartono tidak hanya meneliti bagaimana warga Jawa Timur memaknai kopi, dia juga meneliti bagaimana sisi sosial maraknya kafe yang menyajikan kopi di kota-kota kecil di Jawa Timur, seperti Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Bojonegoro, dan kota lainnya.

Peneliti gastrodiplomasi lulusan Ritsumeikan University Jepang ini mencatat, keberadaan kafe atau kedai kopi modern di kota-kota di Jawa Timur itu mulai marak semenjak tahun 2012.

Salah satu temuannya adalah keberadaan kafe tersebut berpotensi mengurangi kohesivitas warga, pasalnya suasana kafe diatur lebih privat berbeda dengan warung kopi tradisional yang lebih menyatukan hubungan antarpelanggan. 

“Saat ini orang ke kafe lebih karena ingin tahu, baik ingin tahu suasananya sekaligus ingin tahu menu kopi yang disajikan yang relatif baru bagi konsumen di kota kecil, seperti Vietnam Drip, Cappucino, dan lainnya. Kafe dan kedai kopi modern umumnya didesain memiliki aturan tertentu sehingga yang datang harus menyesuaikan diri,” ungkap Agus. 

Kondisi kafe tersebut membuatnya lebih cocok untuk menjadi tempat berbincang santai atau diskusi terbatas.

Kafe saat ini menjadi alternatif tempat bekerja dan belajar, apalagi kafe menyediakan WiFi gratis sehingga begitu di kafe si pembeli malah sibuk dengan gawainya sendiri-sendiri.

“Ini berbeda dengan warung kopi tradisional yang justru hidup dengan obrolan dari yang ringan hingga serius membahas politik. Kohesivitas atau keterlibatan sosial di kafe lebih rendah daripada di warung kopi tradisional,” papar Agus.

Hasil penelitian Agus Trihartono seakan mendapatkan pengesahan, salah satunya dari Mahbub Junaidi, pemilik Cafe Nong di bilangan Jalan Semeru, Jember.

Menurut Mahbub, panggilan akrabnya, 95 persen kopi yang disediakan di kafenya adalah kopi robusta yang didapatkannya dari pemasok dan petani di Jember dan sekitarnya.

Dari pengamatannya selama ini, para pelanggan Nong Cafe didominasi anak muda seumuran mahasiswa, mengingat lokasi Nong Cafe tak jauh dari beberapa kampus perguruan tinggi di Jember.

“Awalnya saya tidak memasang fasilitas WiFi di Cafe Nong, tapi usulan dari pelanggan yang umumnya mahasiswa dan datang ke sini untuk mengerjakan tugas, maka akhirnya pasang fasilitas WiFi juga. Selain itu Nong Cafe juga memfasilitasi berbagai kegiatan lain seperti bedah buku, diskusi, mini lokakarya hingga pementasan seni. Jadi secara umum pelanggan kami yah mereka yang mengerjakan tugas dan juga mereka yang memang datang untuk ngobrol atau diskusi berbagai hal,” ujar Cak Mahbub yang membuka usahanya dari Februari 2019 ini.  

Mahbub menilai perkembangan kafe atau kedai kopi di Jember sangat pesat, hal ini ditunjukkan dengan munculnya kafe atau kedai kopi hingga ke pelosok kecamatan.

Walaupun kala pandemi Covid-19 menerjang, banyak kafe yang mengalami penurunan omzet, seperti juga yang dialaminya.

Jika biasanya sebelum Covid-19 Nong Cafe bisa menyiapkan 6 hingga 8 kilogram kopi per bulan, tapi selama pandemi Covid-19 berkurang jadi separuhnya saja.

Namun Mahbub yakin keberadaan kafe bahkan warung kopi akan tetap diminati oleh warga.

Sebab setiap kafe memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri.

“Keberadaan kafe dan kedai kopi yang menyajikan kopi asli secara tidak langsung memberikan pendidikan mengenai kopi kepada pelanggannya, sebab mereka bisa memilih beragam jenis kopi. Walaupun sejauh yang saya tahu, umumnya pelanggan kami tidak banyak memiliki referensi mengenai kopi Indonesia. Namun mereka percaya kopi yang kami sajikan adalah kopi asli,” ujar mantan jurnalis ini. 

Adanya kafe dan kedai kopi modern juga dinilai Mahbub tidak lantas mengikis keberadaan warung kopi tradisional.

Sebab masing-masing punya pelanggan tersendiri.

“Saya melihat warung kopi tradisional seperti yang ada di pasar, terminal atau pusat keramaian lainnya masih eksis,” ungkap Mahbub.

Sementara itu, Ari, salah satu pelanggan Nong Cafe yang ditemui tengah mengerjakan tugas menyampaikan dirinya sengaja memilih mengerjakan tugas kuliah di kafe agar tidak jenuh dalam mengerjakan tugas dari dosen.

“Mengerjakan tugas di sini agar ada suasana baru, apalagi ada fasilitas WiFi-nya juga yang memudahkan kami mencari informasi dan data. Kalau menu yang sering saya pesan itu kopi susu, sebab saya nggak terlalu paham jenis-jenis kopi,” tutur Ari, mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Jember yang datang bersama kawan-kawannya ke Nong Cafe. 

Karena itu, kopi saat ini tidak hanya sekedar sebagai minuman. Tetapi juga juga sudah menjadi gaya hidup di berbagai kalangan masyarakat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES