Peristiwa Internasional

Perang Saudara di Myanmar Seperti Bom Waktu

Rabu, 31 Maret 2021 - 20:21 | 51.46k
penduduk Persatuan Nasional Karen (KNU) melarikan diri ke hutan setelah pesawat militer Myanmar menyerbu wilayah mereka.(FOTO: The Irrawaddy)
penduduk Persatuan Nasional Karen (KNU) melarikan diri ke hutan setelah pesawat militer Myanmar menyerbu wilayah mereka.(FOTO: The Irrawaddy)

TIMESINDONESIA, JAKARTAPerang saudara di Myanmar ibarat bom waktu, setelah sejumlah milisi etnis di sana menyatakan siap bersatu untuk menghadapi junta militer (Tatmadaw) yang telah mengkudeta pemerintahan demokratis yang sah sejak 1 Februari 2021.

Dilaporkan CNN, perang saudara dikhawatirkan pecah sewaktu-waktu, karena menurut kelompok milisi Persatuan Nasional Karen (KNU) yang bergerilya di kawasan perbatasan dekat Thailand, mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi serbuan dari Angkatan Darat Myanmar.

"Ribuan tentara Myanmar sedang menuju wilayah kami dari berbagai arah. Kami tidak punya pilihan kecuali menghadapi ancaman dari pemerintah junta militer yang tidak sah demi mempertahankan wilayah kami," demikian isi pernyataan KNU seperti dilansir Reuters, Rabu (31/3/2021)

Akhir pekan lalu, militer Myanmar telah menggempur sarang milisi Karen di kawasan pedalaman sebelah timur. Serangan udara itu membuat sekitar 3.000 penduduk di wilayah pedesaan setempat kabur ke dalam hutan menuju perbatasan Thailand untuk menyelamatkan diri.

Milisi Tentara Kemerdekaan Kachin dan Tentara Arakan juga tengah bersiap menghadapi gempuran dari militer Myanmar ke kantung-kantung pertahanan mereka.

Kedua kelompok ini juga menyatakan menentang kudeta dan mengecam kekerasan aparat keamanan terhadap pendemo.

Myanmar diliputi pemberontakan yang dilakukan oleh organisasi berlatar etnis atau ideologi sejak merdeka dari pendudukan Jepang pada Perang Dunia II.

Sebagian besar kelompok pemberontak mulanya bertujuan ingin memerdekakan diri, tetapi seiring berjalannya waktu tuntutan mereka beralih kepada otonomi penuh.

Situasi di Myanmar juga semakin tidak menentu akibat gejolak selepas kudeta. Kelompok oposisi meminta bantuan kepada milisi etnis supaya mau melindungi mereka dari kejaran aparat Myanmar.

Gejolak itu membuat kelompok milisi Myanmar, baik yang masih aktif maupun sudah membubarkan diri, ikut terseret dalam pusaran konflik. Hal itu terbukti dengan meningkatnya frekuensi kontak senjata antara kedua belah pihak.

Apalagi kelompok oposisi yang menamakan diri Komisi Perwakilan Parlemen Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) berencana membentuk pemerintahan tandingan dengan melibatkan seluruh kelompok milisi itu.

Mereka juga berencana mendirikan Tentara Federal, yang terdiri dari para pemberontak, untuk menghadapi militer Myanmar (Tatmadaw).

"Jika dunia gagal mengambil sikap, tentu perang saudara tidak akan terhindarkan maka kita tinggal menunggu pertumpahan darah di masa mendatang," kata perwakilan CRPH, Dr. Sasa.

"Dengan membentuk Tentara Federal wajib dilakukan untuk meraih kebebasan dan demokrasi," lanjut Dr. Sasa.

Menanggapi hal itu, Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, menyatakan milisi etnis itu hanya dimanfaatkan oleh mantan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Keberadaan Suu Kyi yang ditangkap sejak kudeta hingga kini tidak diketahui.

Menurut catatan Perhimpunan Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP) korban meninggal dunia dalam gejolak unjukrasa anti kudeta sejak 1 Februari lalu mencapai 521 orang.

Thailand sebagai negara tetangga sudah meminta junta Myanmar menahan diri supaya tidak terjadi arus pengungsi ke wilayah mereka.

Sementara itu militer Myanmar melakukan tekanan dengan mengerahkan pesawat tempur menyerang lokasi pendulangan emas di daerah di bawah kendali Brigade 3 Serikat Nasional Karen (KNU) di Kotapraja Shwekyin, Distrik Nyaunglebin, Wilayah Bago, Myanmar.

The Irrawaddy melaporkan, tujuh orang yang sedang bekerja mendulang emas meninggal dunia dan sembilan lainnya terluka.

"Sebuah pesawat tempur militer Myanmar mengebom lokasi tersebut sekitar pukul 12 siang pada hari Selasa," kata KNU Brigade 3.

"Militer Myanmar mengebom Madama Creek menggunakan pesawat, dan tujuh penduduk desa yang mendulang emas di sana meninggal dunia. Sembilan orang lainnya luka-luka dan dua di antaranya masih menjalani perawatan medis. Kami merawat mereka di wilayah yang dikuasai KNU," kata Saw Ester dari organisasi sosial Karen yang berbasis di wilayah yang dikendalikan oleh KNU Brigade 3.

Dari tujuh korban tewas dalam pemboman itu, dua adalah penduduk Shwekyin dan lima lainnya berasal dari bagian lain negara itu untuk bekerja di lokasi pendulang emas, kata Saw Ester.

Satu dari dua orang yang terluka adalah warga sipil dan satu lagi adalah anggota KNU. "Anggota KNU dalam kondisi kritis. Dia kemungkinan besar akan mati," tambah Saw Ester.

Situs pendulangan emas di Kotapraja Shwekyin, Distrik Nyaunglebin, Wilayah Bago, Myanmar itu adalah usaha patungan antara KNU/ Karen National Liberation Army-Peace Council dan Swe Dana Tun Lin Mining Co. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES