Peristiwa Internasional

PBB Butuh Bantuan Rp 144,875 Triliun untuk Suriah

Selasa, 30 Maret 2021 - 21:14 | 59.99k
PBB mengatakan setidaknya 24 juta warga Suriah membutuhkan bantuan hari ini, meningkat empat juta selama setahun terakhir. (Foto: Reuters)
PBB mengatakan setidaknya 24 juta warga Suriah membutuhkan bantuan hari ini, meningkat empat juta selama setahun terakhir. (Foto: Reuters)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mencari dana bantuan Rp 144,875 triliun untuk membantu Suriah karena warga sipil di sana terus menghadapi serangan serta peningkatan kelaparan dan kemiskinan. Serta pandemi Covid-19 yang menambah "keputusasaan dan bencana" setelah 10 tahun perang saudara.

Seruan itu seperti dilansir di Al Jazeera dan diajukan menjelang konferensi Brussels tentang Suriah pada hari Selasa, sebuah acara tahunan yang diselenggarakan bersama oleh PBB dan Uni Eropa.

Rincian bantuan yang dibutuhkan itu $ 4,2 miliar untuk program kemanusiaan di Suriah dan $ 5,8 miliar lagi untuk pengungsi dan tuan rumah mereka di Timur Tengah.

PBB mengatakan setidaknya 24 juta warga Suriah membutuhkan bantuan hari ini. Jumlah itu meningkat 4 juta selama setahun terakhir dan merupakan jumlah tertinggi sejak 2011 ketika tindakan keras Presiden Bashar al-Assad terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi mengakibatkan perang saudara yang brutal.

"Sudah 10 tahun keputusasaan dan bencana bagi warga Suriah," kata kepala bantuan PBB, Mark Lowcock.

"Sekarang kondisi kehidupan mereka semakin menurun, ekonomi menurun dan Covid-19 mengakibatkan lebih banyak kelaparan, kekurangan gizi dan penyakit. Ada lebih sedikit pertempuran, tapi tidak ada keuntungan perdamaian," katanya dalam sebuah pernyataan.

Pertempuran mereda setelah Rusia dan Turki yang mendukung pihak lawan dalam konflik menyetujui gencatan senjata di Idlib Suriah setahun lalu. Tetapi serangan udara Rusia, bersama dengan pasukan yang didukung Iran dan Suriah terus menyerang pos-pos pemberontak.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres yang berpidato di konferensi pada hari Selasa mengatakan Suriah adalah "mimpi buruk yang hidup" dimana sekitar setengah anak-anak negara itu tidak pernah hidup sehari tanpa perang dan 60 persen warga Suriah berisiko kelaparan.

Dalam pernyataan terpisah pada hari Selasa, Gerakan Palang Merah Bulan Sabit Merah meminta donor internasional untuk membantu membangun kembali Suriah terutama untuk memperbaiki layanan kesehatan, air dan listrik yang kritis.

"Infrastruktur kami rusak," kata Khaled Hboubati, Sekretaris Jenderal Masyarakat Bulan Sabit Merah, Suriah.

Menurut Uni Eropa, membangun kembali kota-kota yang hancur akan membutuhkan miliaran dolar lebih banyak dan tidak dapat dimulai sampai kekuatan yang terlibat dalam konflik, termasuk Rusia dan Iran menyetujui penyelesaian damai.

Kepala Komite Palang Merah Internasional, Peter Maurer mendesak kekuatan dunia untuk mencapai kesepakatan damai atau menghadapi lebih banyak lagi konferensi donor tahunan untuk Suriah.

"Kemanusiaan ada di sini untuk membantu tetapi tanggung jawab akhir terletak pada pihak-pihak yang berkonflik," katanya.

Pada hari Senin, diplomat tinggi Amerika Serikat mendesak Dewan Keamanan PBB yang terpecah untuk membuka lebih banyak penyeberangan di perbatasan Suriah-Turki untuk mendapatkan makanan dan bantuan lainnya kepada 13,4 juta orang yang membutuhkan.

Dalam pidatonya yang berapi - api , Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengatakan kekuatan dunia harus malu dengan kelambanan mereka dan mengatakan dewan juga harus berhenti mengambil bagian atau membuat alasan untuk serangan di rumah sakit dan di dekat satu-satunya titik penyeberangan resmi.

Pada Januari 2020, atas desakan Rusia yang mendukung al-Assad, Dewan Keamanan memutuskan memotong empat titik perlintasan untuk bantuan kemanusiaan ke Suriah menjadi hanya dua, dari Turki ke barat laut yang dikuasai pemberontak.

Kemudian pada bulan Juli, lagi-lagi di bawah ancaman veto Rusia, dewan tersebut memotong kembali ke satu penyeberangan perbatasan dari Turki.

"Kedaulatan tidak pernah dimaksudkan untuk menjamin hak pemerintah mana pun untuk membuat orang kelaparan, mencabut obat-obatan yang menyelamatkan nyawa, membom rumah sakit atau melakukan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap warga negara," kata Blinken.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Vershinin dalam sambutannya sendiri di konferensi video menyuarakan kemarahan bahwa pemerintah al-Assad tidak diundang ke konferensi bantuan Brussels tentang Suriah. "Ada politisasi bantuan kemanusiaan yang berkembang," katanya.

"Bantuan lintas batas yang diusulkan melanggar prinsip-prinsip hukum internasional dan hanya karena pemerintah yang ada tidak sesuai dengan Barat," katanya kemudian. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES