Kopi TIMES

Pendidikan dan Tren Siswa Putus Sekolah di Masa Pandemi

Rabu, 31 Maret 2021 - 00:24 | 119.25k
Made Bryan Pasek Mahararta, Indonesia Controlling Community.
Made Bryan Pasek Mahararta, Indonesia Controlling Community.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Selama masa pandemi, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pendidikan berupa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan sebagai proses kegiatan belajar mengajar secara online (dalam jaringan). Pembelajaran online ini diupayakan sebagai salah satu strategi untuk menghindari resiko penularan Covid-19 terhadap peserta didik maupun guru pengajar. Transformasi digital memang telah memungkinkan terjadinya konektivitas kegiatan berbasiskan internet, sehingga aktivitas seperti tatap muka maupun bersentuhan secara fisik bisa dikurangi selama pandemi.

Dalam perkembangannya, banyak peserta didik mulai merasakan kebosanan dan kejenuhan selama mengikuti pembelajaran online. Hal ini sangatlah wajar, mengingat sejak awal pandemi di bulan Maret menyebabkan banyak ketidakpastian dan kepanikan bagi masyarakat. Kebijakan pemerintah di masa pandemi pun mengalami banyak evaluasi terkait penerapan protokol kesehatan.

Ketersediaan transportasi yang dibatasi, jumlah karyawan yang mulai dibagi sistem bekerja dari rumah sebagai upaya pencegahan mobilitas, sampai kebijakan pembagian kuota internet oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk stimulus belajar online pelengkap dari program belajar dari rumah.

Bukan saja berdampak pada sisi ekonomi (finansial), namun juga psikologis masyarakat mulai bermasalah. Para orang tua dan peserta didik menganggap pandemi ini sebagai musibah yang tidak tahu sampai kapan akan berakhir. Meskipun belajar online memungkinkan untuk dilaksanakan namun tidak semua daerah bisa mengakses internet dengan baik.

Selain itu, pembelajaran online cukup membebankan bagi orang tua untuk terlibat langsung dalam pengawasan proses belajar anak dari rumah. Meskipun dianggap cukup efektif untuk pencegahan tertularnya Covid-19 di klaster pendidikan, namun pembelajaran online juga berdampak pada berbagai faktor. Salah satunya adalah kesehatan mental.

GANGGUAN KESEHATAN MENTAL

Tak bisa dipungkiri, sejak berlangsungnya pembelajaran jarak jauh menggunakan sistem belajar online telah memunculkan sebuah polemik baru. Belakangan ini banyak jurnal penelitian yang menyoroti beberapa kasus yang berdampak terhadap faktor psikologis anak terutamanya berkaitan dengan kesehatan mental anak. Kebiasaan baru berupa sistem belajar online ini mengakibatkan banyak anak sekolah mengalami kejenuhan bahkan mengarah gejala depresi.

Salah satunya penelitian yang dilakukan di Hubei, Cina sebagai daerah pertama kali persebaran virus Covid-19 yang dirilis oleh JAMA Pedriatics terdapat sampel sebanyak 2.330 pelajar mulai menunjukkan gejala yang berkaitan dengan kesehatan mental mereka. Diungkapkan bahwa kerentanan gangguan kesehatan mental terhadap pelajar sangat tinggi.

Menurut laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meningkatnya kasus-kasus ekstrem terhadap pelajar di Indonesia seperti kasus bunuh diri dan depresi disebabkan oleh tingkat stres anak selama mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan metode belajar online. Memang, gangguan kesehatan mental ini menjadi sorotan selama masa pandemi. Banyak siswa mengakui mulai mengalami kebosanan dengan rutinitas belajar yang harus dilakukan secara online. Serta kebingungan dari pihak orang tua dalam mendampingi sekaligus mengawasi anaknya untuk dapat mengikuti sistem pembelajaran tersebut.

Sehingga, dampak pembelajaran online ini kemudian memunculkan kasus-kasus ekstrem dibeberapa daerah seperti kasus bunuh diri yang terjadi di Tangerang, Gowa dana Tarakan. Selain itu, ketergantungan anak terhadap gim online juga menjadi imbas dari pelampiasan para siswa selama mengikuti pembelajaran tersebut. Hal ini, mengakibatkan juga meningkatnya angka siswa putus sekolah yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Bagaimanapun juga, peran orang tua menjadi kunci dalam keberhasilan tumbuh kembang anak. Termasuk juga perbuhan selama belajar disekolah mulai berganti dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau online namun dalam pelaksanaannya banyak juga orang tua yang abai hal tersebut. Mengingat dampak pandemi ini juga berimbas pendapatan keluarga dan kesibukan baru yang lain seperti work from home cukup mengganggu aktivitas belajar anak dirumah.

SISWA PUTUS SEKOLAH

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan alternatif berupa opsi untuk memulai belajar tatap muka di beberapa daerah yang sudah dianggap zona aman. Opsi tersebut menjadi semakin terbuka mengingat berkembangnya berbagai kasus pelajar akibat sistem belajar online dan persiapan agenda vaksinasi klaster pendidikan yang akan dimulai. Hal ini dianggap perlu mengingat banyaknya kasus yang bermunculan akibat ketidakstabilan sistem belajar online yang dilakukan oleh para siswa.

Meningkatnya kasus siswa putus sekolah diungkapkan oleh salah satu komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menyebutkan ada lima penyebab tren siswa putus sekolah selama pandemi. Adapun tren ini disebabkan antara lain karena menikah, bekerja, menunggak iuran SPP, kecanduan gim online, dan meninggal dunia.

Dalam catatan KPAI sebanyak 33 siswa putus sekolah direntang waktu antara bulan Janurai – Februari 2021 disebabkan oleh meningkatnya tren pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Seluma, Kota Bengkulu dan Kabupaten Bima. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi dalam wajah pendidikan kita apabila angka siswa putus sekolah semakin tinggi diberbagai daerah selama pandemi ini. Sehingga menjadi penting bagi para pemangku kebijakan untuk memastikan ketersediaan para siswa kita mengikuti program wajib belajar 12 tahun terpenuhi.

Sebagai refleksi kita bersama, dibutuhkan kerjasama dan perhatian yang cukup besar terhadap dunia pendidikan di masa mendatang. Bisa jadi pendidikan inklusif akan menjadi sebuah paradigma baru bagi orang tua untuk dapat memberikan perhatiannya terhadap tumbuh kembang anak agar terhindar dari banyaknya gangguan kesehatan mental sampai putus sekolah.

***

*)Oleh : Made Bryan Pasek Mahararta, Indonesia Controlling Community.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES