Peristiwa Internasional

Demi Hak Asasi Manusia, Thailand Siapkan Lahan Buat Pengungsi Myanmar

Senin, 29 Maret 2021 - 18:10 | 31.12k
Penduduk desa yang melarikan diri dari Negara Bagian Karen difoto yang diambil oleh Kelompok Kerja Guru Karen di lokasi tak dikenal pada tanggal 28 Maret 2021.(FOTO: Reuters)
Penduduk desa yang melarikan diri dari Negara Bagian Karen difoto yang diambil oleh Kelompok Kerja Guru Karen di lokasi tak dikenal pada tanggal 28 Maret 2021.(FOTO: Reuters)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemerintah Thailand telah siapkan lahan untuk ribuan pengungsi Myanmar yang ketakutan oleh ulah militer yang terus melakukan pembunuhan terhadap warganya setiap hari.

Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, Senin (29/3/2021) mengatakan, bahwa pemerintahnya sedang mempersiapkan potensi banjir pengungsi dari negara tetangga Myanmar.

"Kami tidak ingin ada eksodus ke wilayah kami, tetapi kami juga akan memperhatikan hak asasi manusia," kata Prayuth kepada wartawan ketika ditanya tentang kekerasan akhir pekan di Myanmar selama demonstrasi anti-kudeta.

"Berapa banyak pengungsi yang diharapkan? Kami telah menyiapkan area, tetapi berapa banyak, kami tidak membicarakannya," katanya.

Bentrokan besar meletus pada akhir pekan lalu di dekat perbatasan Thailand antara tentara Myanmar dan pejuang dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).

"Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU, menewaskan tiga warga sipil, setelah sebelumnya pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 orang tentara," kata sebuah kelompok aktivis dan media.

Dilansir Reuters, pasukan keamanan Myanmar sendiri terus melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri dalam mempertahankan tindakan kudetanya.

Pada hari Senin, seorang pria tewas dan beberapa lainnya luka-luka ketika pasukan keamanan menembak di lingkungan Yangon, Suara Demokratik Burma melaporkan.

Sehari sebelumnya, yakni hari Minggu, pasukan keamanan juga menyerbu kerumunan orang di sebuah rumah yang sedang melaksanakan prosesi pemakaman. Akibatnya mereka lari tunggang langgang, namun tidak dilaporkan ada yang luka.

Para aktivis juga menyuarakan agar pasukan etnis minoritas di negara yang beragam itu untuk mendukung kampanye mereka melawan pemerintahan militer.

Polisi dan juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar. Hari Senin ada protes kecil di pusat kota Bago, Minhla dan Khin-U, kota selatan Mawlamyine, dan Demoso di timur, portal media melaporkan. Namun tidak ada laporan kekerasan.

Berdasarkan penghitungan oleh kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, 460 warga sipil telah terbunuh sejak kudeta 1 Februari 2021.

Komite Pemogokan Umum Kebangsaan (GSCN), sebuah kelompok protes utama, dalam sebuah surat terbuka di Facebook meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang menentang penindasan yang tidak adil oleh militer.

"Organisasi etnis bersenjata perlu secara kolektif melindungi rakyat," kata kelompok protes itu.

Pemberontak dari berbagai kelompok etnis minoritas telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade menuntut otonomi yang lebih besar.

Meskipun banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, pertempuran tetap berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara dan pasukan di timur dan utara. Efeknya, kini negara tetangga yang berbatasan, yakni Thailand tanggap dan mempersiapkan kemungkinan eksodus pengungsi Myanmar demi Hak Asasi Manusia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES