Properti

Rumah Kayu Batu, Pesona Bangunan Bergaya Eropa di Kabupaten Sleman

Senin, 29 Maret 2021 - 05:13 | 100.45k
Rumah bergaya Eropa miliki Beny Sutrisno dan Rita di Kalurahan/Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. (Foto: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Rumah bergaya Eropa miliki Beny Sutrisno dan Rita di Kalurahan/Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. (Foto: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Bagi pengguna jalan yang melintas di Jalan Forlantas, Sawahan, Kalurahan/Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta tentu Anda akan melihat sebuah bangunan bergaya Eropa. Ya, rumah miliki Beny Sutrisno dan Rita tersebut memang berbeda dengan bangunan rumah pada umumnya. Rumah kayu batu ini nampak etnik dan mencolok dibandingkan rumah warga yang lain.

Untuk membangun rumah bergaya Eropa ini, Sutrisno mengaku membutuhkan waktu tahunan. Sebab, pengerjaannya harus dilakukan oleh orang yang terampil, telaten dan rapi. Rumah yang masuk di kawasan Padukuhan Ngrenak tersebut juga dilengkapi pengapian layaknya rumah yang ada di negara Eropa. Rumah tersebut dibangun diatas luas lahan 1.000 meter persegi.

“Jika dihitung luas bangunannya kurang lebih 120  meter persegi. Proses pembangunan dimulai dari pondasi hingga saat sudah berjalan lebih dari 1 tahun,” kata Sutrisno kepada TIMES Indonesia, Sabtu(27/3/2021).

Beny Sutrisna kembali menambahkan pengerjaan bangunan rumahnya ini memang menyita waktu. Sebab, memerlukan perlakuan khusus dengan tenaga (tukang) yang memiliki keahlian khusus pula dalam proses pengerjaannya. Awalnya, pengerjaan rumah ini melibatkan delapan orang. Namun, saat ini hanya tinggal dua orang yang mengerjakan pada titik dan proses tertentu.

Beny-Sutrisno.jpg

Dari pengamatan TIMES Indonesia, secara kasat memang tidak terlihat adanya paku maupun besi cor pada bangunan setinggi 5,5 meter ini. Peran paku digantikan dengan pasak dari bambu yang mendapat perlakuan khusus. Keberadaan unsur logam hanya terlihat pada sisi luar yakni pada bagian rel pintu geser/sliding.

Menariknya, ketika masuk ke dalam bangunan dengan banyak jendela kaca ini. Panduan unsur material kayu dan batu yang tertata apik menonjolkan kesan alami. Menjadikan suasana adem.

Pada ruangan depan nampak tungku pengapian yang berada di bagian bawah cerobong asap tadi. Terlihat juga adanya loteng berikut kamar tidur pada bagian tengah bangunan. Dengan tiang dan penopang semuanya dari kayu tanpa dipaku. Sementara dapur terlihat di bagian belakang.

“Untuk lantai di atas (loteng) kami menggunakan kayu Cherry, yang di datangkan dari Kanada,” terang Sutrisnya.

Dari bentuknya saja sudah terlihat bahwa proses pembangunan gedung tersebut memang cukup rumit.  Sementara kayu yang digunakan juga bukan kayu sembarangan. Sutrisno dan Rita istrinya memilih kayu Dalisem. Pasangan suami isteri ini mencari kayu dari wilayah Gunungkidul. Alasannya, kayu ini lebih keras dari kayu jati.

Dikutip dari situs DLH dan Kehutanan Pemda DIY, jenis tanaman dengan nama lokal antara lain dlinsen, dulingsen, dlingsem, dlingsen, dulinsen, Dalisem, Dlingsem, Estri, Glingsem, Gringseng ini tersebar  di wilayah yang mempunyai musim kering yang jelas dan tumbuh pada ketinggian yang rendah dengan maksimal 700 mdpl. Dalisem atau Dlingsem merupakan salah satu tanaman yang hidup di hutan musim atau muson. Di DIY pohon Dlingsem tersebar di Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Gunungkidul khususnya di daerah berkapur.

Populasi tanaman Dlingsem sudah sangat langka. Sebab, pohon ini tidak banyak dibudidayakan. “Dulunya kayu ini kurang memiliki nilai ekonomis. Hanya digunakan sebagai kandang. Namun saat ini sudah banyak yang tahu dan banyak dicari. Terutama untuk membangun resto atau vila di pinggir pantai wilayah Gunungkidul,” papar alumni Teknik Sipil Universitas Atmajaya Yogyakarta ini.

Rumah-Kayu-Batu-2.jpg

Sebagai campurannya, Sutrisno menggunakan material Kayu Pule Legaran dan kayu Cherry sebagai papan. Sutrisno dan Rita mengaku arsitektur ini dibuat karena kerap menonton National Geographic. Tujuannya untuk mendapatkan kenyamanan dan bangunan yang berbeda dibandingkan rumah warga yang lain.

“Rencana awal untuk tempat peristirahatan di masa tua. Jadi, saat ini belum terpikir sebagai tempat usaha atau mengkomersialkannya. Namun, entah kalau nanti setelah jadi,”  jelas pria yang berprofesi sebagai kontraktor ini.

Menurutnya, bangunan ini sebagai wood stone home atau gubug/rumah kayu batu. Bangunan ini tidak lepas dari pengalamannya berkecimpung di dunia kontraktor. Perusahaannya pernah terlibat dalam pengerjaan property di Cempaka milik Sinar Mas Group. Ia juga pernah bekerja di kontraktor Perancis pada tahun 1990-an. Dimana perusahaan milik asing itu memiliki kantor di kawasan Kuningan dan Kemayoran. Pada tahun 2000, ia pulang ke kampung halamannya di daerah Cepit, Bantul.

Dua pekerja yaitu Adit dan Yanto mengatakan, pengerjaan rumah ini membutuhkan kejelian dan kecermatan untuk mendapatkan hasil yang presisi dan maksimal.  Meski belum sempurna seratus persen namun dari luar bagunan ini sudah terlihat sangat artistik. Ditambah lagi, adanya cerobong asap sehingga keberadaannya identik dengan rumah bergaya Eropa semakin mencolok. 

“Material bangunan 85 persen berupa kayu. Sedangkan sisanya menggunakan batu kali. Pondasi dari batu kali sedangkan dindingnya dari kayu glondongan tanpa kulit dengan perekat khusus dan sama sekali tidak menggunakan paku,” kata Adit.

Anda ingin melibat rumah Bergaya Eropa, rumah yang dilengkapi cerobong asap. Datang saja ke Rumah Kayu Batu di Sawahan, Kalurahan/Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES