Peristiwa Internasional

Hari Angkatan Bersenjata Junta Militer Myanmar Diwarnai 64 Demonstran Terbunuh

Sabtu, 27 Maret 2021 - 19:44 | 41.71k
Dua orang ditangkap dengan tangan mereka diikat tali ke belakang punggung selama tindakan keras terhadap protes anti-rezim di Kotapraja Myeik Wilayah Tanintharyi pada hari Jumat.(FOTO:The Irrawaddy)
Dua orang ditangkap dengan tangan mereka diikat tali ke belakang punggung selama tindakan keras terhadap protes anti-rezim di Kotapraja Myeik Wilayah Tanintharyi pada hari Jumat.(FOTO:The Irrawaddy)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Seharian, ketika militer Myanmar memperingati Hari Angkatan Bersenjata, Sabtu (27/3/2021) dini hari hingga petang ini tercatat 64 orang terbunuh termasuk seorang anak berumur 5 tahun dan seorang bayi berumur 1 tahun tertembak matanya dengan peluru karet.

Reuters juga melansir pasukan keamanan Myanmar terus melakukan tindakan kekerasan tanpa menghiraukan lagi harga nyawa manusia.

Kematian pada hari Sabtu, salah satu hari paling berdarah sejak kudeta, membuat jumlah warga sipil yang dilaporkan meninggal dunia menjadi hampir 400 orang. Puluhan ribu orang terus berdemonstrasi di beberapa bagian wilayah di Myanmar pada hari Sabtu.

Seorang anak laki-laki dilaporkan oleh media lokal berusia 5 tahun termasuk di antara setidaknya 13 orang yang meninggal di kota Mandalay.

Junta Militer Myanmar 1

Portal berita Myanmar Now mengatakan, total 64 orang telah meninggal dunia di seluruh negeri terhitung mulai pukul 2.30, Sabtu dini hari.

"Mereka membunuh kami seperti membunuh burung atau ayam, bahkan di rumah kami," kata Thu Ya Zaw di pusat kota Myingyan, di mana sedikitnya dua pengunjuk rasa juga meninggal dunia di sana.

"Kami akan terus memprotes ... Kami harus berjuang sampai junta jatuh," katanya.

Kematian juga dilaporkan dari wilayah Sagaing tengah, Lashio timur, di wilayah Bago, dekat Yangon, dan tempat lain. Seorang bayi berumur satu tahun ditembak matanya dengan peluru karet.

Sementara itu, salah satu dari dua lusin kelompok etnis bersenjata Myanmar, Serikat Nasional Karen, mengatakan, telah menyerbu sebuah pos militer Myanmar dekat perbatasan Thailand dan menewaskan 10 orang, termasuk seorang berpangkat letnan kolonel, tapi Serikat Nasional Karen juga kehilangan salah satu pejuangnya.

Pemimpin salah satu kelompok bersenjata utama faksi etnis bersenjata Myanmar mengatakan, tidak akan berdiam diri dan membiarkan lebih banyak pembunuhan yang dilakukan militer Myanmar.

Militer Myanmar tidak menanggapi upaya konfirmasi untuk mengomentari pembunuhan oleh pasukan keamanan atau serangan pemberontak di posnya.

Usai memimpin parade militer di ibu kota Naypyitaw saat memperingati Hari Angkatan Bersenjata, Sabtu (27/3/2021), Jenderal Senior Min Aung Hlaing menegaskan kembali janji untuk mengadakan pemilihan setelah menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, meski tanpa memberikan kerangka waktu apa pun.

"Tentara berusaha untuk bergandengan tangan dengan seluruh bangsa untuk menjaga demokrasi," kata jenderal itu dalam siaran langsung di televisi pemerintah, menambahkan bahwa pihak berwenang juga berusaha untuk melindungi rakyat dan memulihkan perdamaian di seluruh negeri.

"Tindakan kekerasan yang memengaruhi stabilitas dan keamanan untuk membuat tuntutan tidak pantas," katanya.

Ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan / Tentara Negara Bagian Shan - Selatan, Jenderal Yawd Serk mengatakan kepada Reuters dari negara tetangga Thailand, bahwa "Hari Angkatan Bersenjata Myanmar bukanlah hari angkatan bersenjata, tetapi ini lebih seperti hari mereka membunuh orang".

"Jika mereka terus menembaki pengunjuk rasa dan menindas orang, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiri dan tidak melakukan apa-apa," katanya.

Penulis dan sejarawan Thant Myint-U menulis di Twitter: "Negara yang gagal di Myanmar berpotensi menarik semua kekuatan besar, termasuk AS, China, India, Rusia, dan Jepang - dengan cara yang dapat menyebabkan masalah serius, krisis internasional serta bencana yang lebih besar di Myanmar sendiri".

Dalam seminggu ini, ketika tekanan internasional terhadap junta meningkat dengan sanksi baru AS dan Eropa, wakil menteri pertahanan Rusia Alexander Fomin justru menghadiri pawai di Naypyitaw, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya.

"Rusia adalah teman sejati," kata Min Aung Hlaing. Pada pawai militer Myanmar, tak ada  diplomat lain yang menghadirinya, padahal biasanya acara itu dihadiri puluhan pejabat dari luar negeri.

Dukungan dari Rusia dan China, dengan menahan diri untuk mengkritik militer Myanmar dianggap penting bagi junta karena mereka adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Sebuah tembakan sempat menghantam pusat kebudayaan AS di Yangon pada Sabtu. "Tetapi tidak ada yang terluka dan insiden itu sedang diselidiki,' kata juru bicara kedutaan AS Aryani Manring. Amerika Serikat telah memicu kritik atas pembunuhan para pengunjuk rasa.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan hampir setiap hari sejak kudeta yang menggagalkan transisi Myanmar yang lambat menuju demokrasi, meskipun jumlah korban meningkat, dan hingga kini tercata 400 orang meninggal dunia.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES