Kopi TIMES

Hak Atas Air (Bersih)

Selasa, 23 Maret 2021 - 12:26 | 51.79k
Abdul Kodir, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Malang, FIS I Building.
Abdul Kodir, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Malang, FIS I Building.

TIMESINDONESIA, MALANGAir menjadi unsur kimiawi terpenting bagi makhluk hidup. Sehingga, bagi siapapun menguasai air, ia menguasai kehidupan. Tentang air, saya ataupun sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar sebuah cerita tentang keberhasilan seorang pengusaha yang dengan ide gilanya menjual air kemasan kepada masyarakat.

Pada awal ketika menjual produknya, seluruh orang menertawatakan. Tentu saja, pada saat itu, mungkin publik menilai bahwa air adalah sumber daya yang tidak terbatas. Tidak hanya itu, barangkali masyarakat juga beranggapan bahwa negara yang seharusnya menyediakan sumber daya tersebut untuk kepentingan bersama.

Lantas apa yang terjadi hari, sebagian besar kita mengkonsumsi air kemasan pada setiap harinya. Kita pun dengan mudah mendapatkannya.

Hampir di seluruh toko penyedia makanan, swalayan, maupun restoran waralaba menjual air kemasan dengan beragam merek, jenis, dan ukuran. Tidak hanya itu, di rumah, kantor, sekolah, ataupun tempat publik lainnya menyediakan air dalam kemasan tersebut. Sehingga barangkali saat ini pengusaha tersebut lah yang menertawakan kita. Dalam perspektif bisnis, ide ini sangat gila, out of the box, dan begitulah seharusnya bagi pebisnis haruslah memiliki sebuah ide atau gagasan yang melampaui. 

Akan tetapi kita tidak sedang mengamini ide bisnis tersebut. Melainkan kita harus mencoba mendudukan fenomena tersebut dalam bingkai ekonomi-politik dengan mengajukan sebuah pertanyaan sederhana perihal fenomena ini, mengapa air yang seharusnya menjadi barang publik telah dikuasai oleh beberapa perusahaan swasta?

Karena bagaimanapun, meskipun demikian terdapat aturan yang mengatur, akan tetapi hal ini sudah melenceng jauh dari amanah UU 1945 dalam Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bahwa “bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya”.

Buruknya Kualitas Air 

Pada suatu waktu dalam diskusi, salah seorang kawan saya dari WALHI Jatim, menyampaikan kepada saya bahwa kualitas air yang dikelola PDAM Di Wilayah Surabaya buruk dan tidak layak untuk dijadikan konsumsi. Hanya bisa digunakan untuk mandi, menyirami tanaman, dan mencuci kendaraan karena kualitas airnya tergolong sebagai kelas II. Fakta ini memang demikian benar adannya.

Hal ini tentu saja didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Yudo dan Said (2019) terkait kualitas air PDAM di Kota Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan konsentrasi polutan zat organik yang cukup tinggi mencapai 14,84 mg/l. Sedangkan jika mengacu pada Standar Mutu Air Kualitas I sesuai dengan PP Nomor 82 tahun 2001 bahwa air tersebut layak untuk dikonsumsi jika konsentrasi BOD maksimal harus 2mg/l. 

Persoalan ini sepenuhnya tidak bisa menjadikan PDAM Kota Surabaya sebagai kambing hitam. Karena sebenarnya, buruknya kualitas air yang dihasilkan oleh PDAM tersebut tidak bisa dilepaskan dari buruknya kualitas air sungai, sebagai bahan baku utama dari PDAM. Tentu saja, saat ini publik pun mengetahui bahwa keberadaan sungai, khususnya sungai Brantas, saat ini sudah tercemar oleh limbah industri ataupun limbah rumah tangga.

Akan tetapi, buruknya kualitas air tidak hanya terjadi di Surabaya, melainkan juga di kota-kota besar lainnya dimana sumber bahan baku air nya juga sudah tercemar seperti di Jakarta dikarenakan sungai Citarum sudah tercemar. Sehingga menjadi sangat realistis, bagi kita yang tinggal di wilayah perkotaan, juga akan berpikir ulang jika ingin memanfaatkan air PDAM untuk dikonsumsi. Pasti sebagian besar dari kita lebih memilih untuk membeli air kemasan yang secara kualitas baik dan memang layak untuk dikonsumsi dengan alasan kesehatan.   

Normalisasi Privatisasi Air

Bagi sebagian publik, buruknya peran negara dalam menyediakan air bersih terhadap rakyatnya, seakan menjadi pembenar bahwa memang seharusnya pihak swasta harus turut andil dalam pengelolaan air di Indonesia. Hal ini yang kemudian menormalisasi adanya privatisasi air yang seharusnya menjadi hak publik. 

Sebenarnya, persoalan ini bukan hanya fenomena yang terjadi di Indonesia, melainkan juga hampir terjadi diseluruh negara di dunia. Dorongan privatisasi atas air ini sangat bersar dipengaruhi oleh paham neoliberalisme yang dianut dan dipuja negara-negara di dunia dimana melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan dan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara salah satunya mengubah pengertian air sebagai kepemilikan umum menjadi barang privat, yang tentunya dapat dieksploitasi dan diperdagangkan secara bebas (Shiva, 2002).

Tak khayal, saat ini perusahaan pengelolaan air kemasan tumbuh dengan subur bak jamur ketika musim hujan. Saat ini saja, terdapat 1.032 korporasi yang mengelola air minum bersih dalam bentuk kemasan (mediaindonesia.com, 2020). Jumlah ini tentu tidak mengherankan karena memang potensi sumber air di Indonesia sangat besar. 

Dan kenyataan seperti ini, seolah menjadi bukti bahwa sebenarnya pemerintah sangat buruk dalam menjaga ketersediaan air (bersih) untuk rakyatnya. Alih-alih melakukan pembenahan struktural terhadap tata kelola air dan lingkungan, malah pemerintah memberikan kewenangan kepada pihak swasta untuk melakukan privatisasi air melalui revisi terhadap UU Sumber Daya Air yang terbukti bahwa revisi UU tersebut tidak merubah posisi pelibatan swasta dalam penyedia air. Mungkin dalam berapa tahun mendatang kita akan menyadari, bahwa kita tidak bisa lagi menuntut pemerintah menyediakan air bersih karena seluruhnya sudah dikuasai oleh korporasi. Waalahu’alam

***

*)Oleh: Abdul Kodir, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Malang, FIS I Building.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES