Peristiwa Internasional

Massa Myanmar Mulai Berani Rebut Senjata, Ribuan Lainnya Pilih Eksodus

Sabtu, 20 Maret 2021 - 08:36 | 34.68k
Penduduk desa dari Desa Tei Taw Tract bergabung dengan demonstrasi anti-rezim di Kota Depayin di Wilayah Sagaing, sementara polisi dan tentara terus melakukan penangkapan dengan kekerasan terhadap pengunjukrasa.(FOTO: The Irrawaddy).
Penduduk desa dari Desa Tei Taw Tract bergabung dengan demonstrasi anti-rezim di Kota Depayin di Wilayah Sagaing, sementara polisi dan tentara terus melakukan penangkapan dengan kekerasan terhadap pengunjukrasa.(FOTO: The Irrawaddy).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gawat, perebutan senjata telah dimulai di Myanmar. Senjata direbut dari dua orang anggota polisi yang dikeroyok massa hingga meninggal dunia di Kotapraja Depayin Wilayah Sagaing. Seorang kapten polisi juga terluka serius dalam insiden itu.

Sementara itu ribuan orang melakukan eksodus ke hutan-hutan dari wilayah itu untuk menghindari konflik lebih jauh lagi setelah junta militer bersumpah akan membalas kejadian tersebut.

Dilansir The Irrawaddy, versi surat kabar milik pemerintah mengatakan pada hari Jumat (19/3/2021), tiga anggota polisi beserta seorang kaptennya dari kantor sub-polisi, waktu itu dihentikan dan diserang oleh sekitar seratus orang di dekat desa Boke Htan Taw saat mereka dalam perjalanan ke Kota Depayin.

Menurut media dan sumber di Wilayah Sagaing, konfrontasi tersebut terjadi ketika tiga petugas polisi yang mengendarai kendaraan bertemu dengan penduduk desa dari beberapa desa yang kembali dari demonstrasi anti-rezim di Kota Depayin pada Kamis sore.

"Dua anggota polisi meninggal dunia di tempat kejadian dan kapten polisi tersebut mengalami luka serius yang membutuhkan perawatan di rumah sakit militer," kata surat kabar milik negara.

Dikatakan juga bahwa tiga senjata api milik polisi diambil massa. Pada Kamis malam, polisi dan tentara menggerebek desa Tei Taw yang berada di dekat lokasi konflik dan menangkap enam warga desa setelah menghancurkan dua rumah.

Myanmar-2.jpg

Jumat pagi, sekitar 200 polisi dan tentara dengan 12 kendaraan dikerahkan ke sebuah biara di desa Thapyay Gone. Aparat keamanan menggeledah rumah-rumah di Desa Tei Taw yang ditinggalkan warga.

Selain itu, ribuan orang dari empat desa lainnya - Oakkse Ywar, Chaungmeto, Thapyaygone, dan Tha Yet Kan, yang juga dekat dengan wilayah konflik - telah meninggalkan rumah mereka karena mereka juga takut ditangkap, menurut sumber setempat.

"Saya pikir kami harus tinggal di sini dua atau tiga hari lagi karena kami tidak berani pulang," kata seorang warga desa Tei Taw, yang bersembunyi di hutan bersama keluarganya, kepada The Irrawaddy, Jumat.

Penduduk mengatakan bahwa pasukan keamanan menyita bahan makanan dari sebuah toko di desa dan mencuri bebek dari peternakan bebek selama penggerebekan.

Pada Rabu, pasukan militer Myanmar mengklaim empat personel hilang saat menyerang desa-desa di Negara Bagian Kayah dekat perbatasan dengan Negara Bagian Shan dan menggunakan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam untuk menindak penduduk desa yang keberatan dengan penempatan mereka, menurut pernyataan dari Negara Bagian Kayah.

Namun kenyataannya menurut komite pemogokan umum anti-rezim tidak ada personel militer yang hilang ditemukan di desa-desa. Justru pasukan militer menduduki sebuah gereja, sekolah dan rumah-rumah penduduk desa untuk ditempati mereka sehingga makin banyak penduduk desa yang melarikan diri.

Pada hari Kamis, pasukan militer menangkap 30 penduduk desa dan Ko Khun Myo Hlaing Win, seorang anggota komite pemogokan umum anti-rezim Negara Bagian Kayah yang telah berkonsultasi dengan militer tentang pembebasan tahanan desa.

Panitia juga telah meminta pembebasan segera semua yang ditahan. Salah satu anggota komite mengatakan kepada The Irrawaddy pada hari Jumat bahwa belum menerima informasi pasti tentang kondisi atau keberadaan para tahanan tersebut.

Myanmar-3.jpg

Pasukan keamanan Myanmar juga menggerebek desa-desa di Kotapraja Kawlin di Wilayah Sagaing untuk mencari senjata yang mereka klaim dicuri dari pos polisi Kantha dekat Kawlin.

Pada hari Selasa, penduduk menggerebek pos terdepan di tengah klaim bahwa polisi Kantha termasuk di antara pasukan keamanan yang telah membunuh seorang pengunjuk rasa anti-rezim dan melukai tiga lainnya di Kawlin.

Polisi melarikan diri dan pengunjuk rasa sempat menguasai pos terdepan sampai sekitar 100 tentara dari Shwebo tiba. Setelah penggerebekan oleh warga, lima senjata api dilaporkan hilang. Dari jumlah tersebut, empat diduga telah ditemukan hancur.

Di Myanmar, puluhan ribu orang di seluruh negeri turun ke jalan siang dan malam untuk menunjukkan pembangkangan mereka terhadap rezim militer.

Pasukan keamanan junta militer telah menindak protes damai anti-rezim terhadap orang-orang dengan menggunakan peluru tajam, peluru karet, gas air mata, granat kejut dan senapan angin mematikan yang menembakkan peluru timah.

Sejak kudeta 1 Februari, lebih dari 230 pengunjuk rasa anti-rezim telah dibunuh oleh pasukan keamanan rezim militer Myanmar.

Akibat perlakuan junta militer Myanmar yang kelewat batas itu, rakyat sipil mulai berani melakukan perlawanan fisik, termasuk berani merebut senjata meski kemudian diketahui senjata itu tidak digunakan untuk melawan namun dirusak. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES