Kopi TIMES

Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah Sebagai Upaya Penanganan Covid-19

Jumat, 19 Maret 2021 - 05:44 | 87.95k
Dewangga Putra Mikola, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.
Dewangga Putra Mikola, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Era desentralisasi telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik. Sehubungan dengan kondisi wabah Covid-19 saat ini, Indonesia membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat. Pemerintah sejatinya telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menangani Covid-19, seperti kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan PKM (Pembatasan Kegiatan Masyarakat).

Secara de facto, Indonesia saat ini berada pada masa hukum negara darurat. Sehingga, hukum nasional tidak berlaku seperti pada kondisi normal (sebelum pandemi). Pelaksanaan hukum darurat membolehkan negara untuk melakukan sesuatu selain prinsip hukum, tak terkecuali mengesampingkan kewenangan otonomi daerah.

Hanya saja, status daerah yang diberlakukan mengabaikan pengetahuan dan kemampuan pemerintah daerah pada proses penanganan Covid-19. Pemerintah daerah yang semestinya menjadi aktor utama penanganan Covid-19 justru tidak bisa membuat keputusan sendiri dan bergantung pada keputusan pemerintah pusat.

Selama masa tanggap darurat, pemerintah daerah banyak terkekang pemerintah pusat. Misalnya saja saat penetapan PSBB, baik gubernur, bupati, atau walikota setempat harus membuat permohonan kepada pusat (Menteri Kesehatan). Hal inilah memakan banyak waktu yang harus dijalani oleh pemerintah daerah. Padahal, kondisi pandemi saat ini, segala sesuatu harus dijalankan secara cepat dan tepat.

Contoh lainnya adalah pada penetapan kebijakan PKM yang di mana pemerintah daerah tidak bisa menolak keputusan pemerintah pusat. Pada pelaksanaannya, selama pembatasan diterapkan, tidak ada kontrol pengawasan yang jelas dari pemerintah daerah. Pengawasan yang kurang jelas ini bisa dilihat dari laju kendaraan di jalan raya yang sama seperti hari-hari biasanya.

Walau dilegalkan pada kondisi darurat, kekang pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah jelas berlawanan dengan semangat otonomi daerah yang telah lama diperjuangkan sejak masa reformasi. Otonomi daerah merupakan salah satu prinsip dasar yang tertuang pada UUD 1945 dan tidak boleh dilanggar. Adapun konstitusi merupakan kesepakatan mengenai prinsip yang dianut oleh bangsa Indonesia sendiri.

Pada otonomi daerah, Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menjelaskan bahwa otonomi daerah dijalankan seluas-luasnya kecuali urusan secara nyata yang telah ditetapkan sebagai urusan pemerintah pusat. Otonomi daerah memberikan kelonggaran bagi setiap daerah untuk bisa memaksimalkan potensinya agar ketimpangan antar daerah dapat ditekan. Hanya saja, kelonggaran tersebut ditarik kembali saat pandemi hingga akhirnya menimbulkan perlambatan pelaksanaan penanganan Covid-19 di daerah.

Perlunya Kolaborasi

Di masa Pandemi Covid-19, kolaborasi antara pusat dan daerah sudah semestinya bisa terbentuk. Kolaborasi sangat dibutuhkan karena pemerintah daerah dinilai lebih memahami kondisi sosial masyarakat, budaya, geografis, dan aspek lingkungan mereka dibandingkan pusat. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga berhak merumuskan strategi yang tepat untuk melawan pandemi Covid-19.

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola daerahnya. Hanya saja, di masa tanggap darurat ini, perlu adanya solusi agar bisa mencegah dominasi pusat kepada daerah, selain kondisi darurat militer. Di satu sisi, perlu adanya regulasi secara spesifik yang mengatur hubungan antara pusat dan daerah pada masa darurat bencana.

Kenyataannya, Indonesia belum memiliki regulasi untuk mengatur kondisi darurat negara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah hanya mengatur mengenai perubahan APBD pada masa kondisi darurat. Pemerintah tidak perlu membuat UU baru, melainkan cukup merievisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Revisi ini bisa dengan memberikan desentralisasi lebih luas dan fleksibel sebagaimana amanat UUD 1945. Pengaturan ini tidak hanya mengenai realokasi anggaran, melainkan juga pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah.

Ke depannya, pemerintah pusat dan daerah bisa bersinergi menghadapi situasi darurat kesehatan nasional. Pemerintah pusat tetap bisa bertindak sebagai koridor konstitusi. Namun, juga melibatkan pemerintah daerah mengenai mekanisme kebijakan tanggap darurat di daerahnya. Dengan begitu, Indonesia bisa menemukan jalan keluar untuk menangani Covid-19.

Sinergi yang baik antara ppemerintah pusat dan daerah nantinya akan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang tepat dan berjalan dengan baik dalam menangani Covid-19.

***

*)Oleh: Dewangga Putra Mikola, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES