Kopi TIMES

Ngopi Pagi: Titik Equilibrium

Kamis, 18 Maret 2021 - 07:03 | 69.42k
Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma, Noor Shodiq Askandar
Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma, Noor Shodiq Askandar

TIMESINDONESIA, MALANGISTILAH ini saya kenal saat memasuki kuliah semester pertama sahabat ngopi pagi. Saati itu Prof Dr HM Pudjihardjo, MS. mengajarkan tentang pengantar ilmu ekonomi. Yang disebut titik equilibrium adalah titik bertemunya antara penawaran dan permintaan. Titik bertemunya antara toleransi penurunan harga oleh penjual, dan kesediaan pembeli untuk menaikkan penawaran harga. Atau dalam Bahasa sederhananya adalah titik dimana antara penjual dan pembeli bersepakat atas harga sebuah barang atau jasa yang ditransaksikan setelah melalui proses tawar menawar.

Sepertinya ada kepuasan jika pembeli bisa menawar dan kemudian bersepakat dengan penjualnya pada titik tertentu. Itulah yang kemudian pasar tradisional menjadi lebih menarik, karena terasa lebih manusiawi. Ada proses dimana dua orang atau lebih saling bertenggang rasa, sehingga mengambil kesepakatan pada suatu kondisi tertentu.

Bangsa Indonesia adalah salah satu yang terkenal seringkali menggunakan pola ini dalam bertansaksi di berbagai belahan dunia. Saat haji dan umroh, kita bisa melihat betapa ramainya pertokoan dan pasar pasar oleh masyarakat Indonesia yang melakukan proses tawar menawar ini, baik dengan Bahasa Arab maupun Bahasa isyarat. Kalau masih belum bersepakat, penjual akan menggunakan kosa kata yang paling gampang dimengerti “haram” dan “halal”. Jika belum bersepakat, akan bilang ‘haram dan saat sudah bersepakat, maka akan dibilang ‘halal’.

Dalam berhubungan di dunia ini, yang namanya titik equilibrium itu juga penting. Dimana di satu sisi orang akan mengurangi tingkat ‘ego’nya, dan yang lain juga menaikkan derajat toleransinya sampai pada titik tertentu. Saat berusaha menjadi penengah, penulis seringkali menggunakan perumpaan : jika satu fihak tetap masih menggunakan dasar eropa dan fihak lainnya menggunakan budaya jawa, ya tidak akan pernah bertemu sampai kapanpun. Solusinya adalah bertemu dengan gaya Jakarta. Dengan demikian, disatu fihak menurunkan kadar egonya dan yang lain menaikkan derajat pengertiannya.

Sungguh akan indah kehidupan ini jika masyarakat saling bertenggang rasa dalam berhubungan dan mengarungi kehidupan ini. Tidak ada lagi yang terlalu mempertahankan pendapatnya, dan tidak ada lagi yang terus bertahan.

Manusia diciptakan berbeda beda untuk saling pengertian satu sama lain. Laki laki dan perempuan dipertemukan dalam perbedaan dan kemudian saling menyesuaikan dalam satu nilai. Kelebihan laki laki bisa menutup kelemahan perempuan. Begitu juga sebaliknya, kelemahan laki laki bisa tertutupi oleh kelebihan perempuan. Dalam Bahasa Al Qur’an : jika diibaratkan sebagai baju, maka laki laki adalah baju bagi perempuan dan begitu juga sebaliknya. Saling menutupi kelemahan dan kemudian saling menguatkan satu sama lain. Bagaimana dengan sahabat ngopi pagi semua ?

*) Penulis Noor Shodiq Askandar adalah Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

_______
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES