Kuliner

Konsumsi Minuman Boba Bisa Picu Komorbid hingga Kematian Covid-19, Kok Bisa?

Jumat, 12 Maret 2021 - 03:14 | 45.05k
Ilustrasi - Minuman bubble tea yang mengandung boba dipercaya dapat meningkatkan gula darah secara berlebih. (FOTO: Creative commons via Freepik)
Ilustrasi - Minuman bubble tea yang mengandung boba dipercaya dapat meningkatkan gula darah secara berlebih. (FOTO: Creative commons via Freepik)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Praktisi kesehatan tidak menganjurkan masyarakat mengkonsumsi bubble tea (minuman boba) secara berlebihan saat pandemi Covid-19 karena bisa memicu komorbid, penyakit penyerta kematian akibat terpapar virus Corona.

Bubble tea yang berisi boba atau bola-bola tapioka ini tidak hanya menyebabkan karies gigi atau gigi berlubang, tapi juga menyebabkan resiko terkena penyakit jantung akut dan diabetes mellitus.

Pasca mengkonsumsi minuman boba ini kadar kalori dan gula di dalam tubuh akan meningkat secara drastis yang mengakibatkan efek tidak baik bagi jantung

mengandung-boba-dipercaya-dapat-meningkatkan-gula-darah-secara-berlebih.jpg

Hal tersebut disampaikan oleh drg. Stephanie Cecillia Munthe, M.IKom dalam acara 'Ngrumpi Gelora' yang diselenggarakan Bidang Perempuan DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Jumat (11/3/2021).

"Seharusnya kita lebih aware (baca: sadar) mengenai bahaya boba bagi kesehatan, terutama untuk anak-anak. Sebagai praktisi kesehatan, kita kasih tahu resikonya konsumsi boba, jangan terlalu sering-sering," kata Stephanie.

Stephanie menilai bubble tea sebagian besar menggunakan bahan sukrosa atau gula sintetis sebagai pemanisnya dan tidak baik bagi kesehatan.

Disamping itu, satu gelas bubble tea diperkirakan mengandung 50 mg gula. Padahal jumlah tersebut adalah total kebutuhan gula yang diperlukan tubuh.

"Kebutuhan gula di dalam tubuh kita itu 50 mg, itu sudah dipenuhi oleh boba, padahal glukosa juga terdapat pada makanan-makanan yang kita konsumsi. Bisa kita bayangkan, kalau kita minum boba bisa sampai 3,4 atau 5 gelas dalam sehari bisa terjadi peningkatan gula dalam tubuh kita," jelasnya.

Mantan None Jakarta 2017 ini menilai meminum bubble tea sekarang sudah menjadi gaya hidup atau lifestyle masyarakat Indonesia, terutama remaja dan anak-anak. Karena kemudahan untuk mendapatkan baik didapat dari gerai-gerai online maupun offline.

"Teknologi sekarang memudahkan untuk mendapatkan boba banyak promo beli satu gratis saja dan harganya murah dengan uang Rp 10 ribu sudah dapat. Apalagi anak-anak, sekolahnya online kalau bosan ya jajanannya boba. Boba sudah jadi lifestyle," bebernya.

mengandung-boba-dipercaya-dapat-meningkatkan-gula-darah-secara-berlebih-2.jpg

Gaya hidup tersebut, lanjutnya ternyata dapat menimbulkan permasalahan tersendiri pada saat pandemi Covid-19 saat ini yakni munculnya peningkatan penyakit diabetes.

"Kalau terus-terusan konsumsi boba bisa picu diabetes. Sampai sekarang menjadi permaslahan juga pada saat pandemi menjadi komorbid, penyakIt penyerta kematian pada Covid-19. Itu dimulai dari lifestyle sepele dari minum boba," tandas Stephanie.

Ia menambahkan boba juga dapat mempercepat karies gigi pada anak-anak. Jika tidak dibersihkan akan menyebabkan gigi berlubang di sana-sini. Boba memicu peningkatan bakteri patogen di rongga mulut yang mempercepat gigi berlubang.

"Paling tidak 6 bulan sekali ke dokter gigi dibersihkan karang-karangnya. Boba meningkatkan bakteri patogen dan membuat gigi kita cepat berlubang. Resiko gigi berlubang semakin besar kalau kita sering minum boba," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Indonesia Ratih Sanggarwati mengaku gembira banyaknya pelaku UMKM yang menjual minuman bubble tea dengan berbagai varian. Hal ini tentu saja menunjukkan ekonomi masyarakat tumbuh.

"Namun, di sisi lain ada dampak negatif yang tidak boleh diabaikan oleh kaum perempuan, tetap kita harus menyikapi secara bijaksana," kata Ratih.

Ratih menegaskan minuman bubble tea ternyata tidak hanya digemari oleh anak-anak saja, tetapi juga para orang tuanya. Padahal orang tua seharusnya yang memberikan edukasi kepada anak-anaknya agar tidak sering mengkonsumsi bubble tea, tidak baik untuk kesehatan gigi dan lainnya.

"Minuman Boba ini tidak hanya 'digandrungi' anak-anak, tapi juga para orang  tua. Berdasarkan data grab food pada 2019 saja terjadi peningkatan 8.500 persen merk bubble tea yang ada dibandingkan tahun 2018. Ini tentunya hal positif yang menggemberikan, tapi tetap ada dampak negatif yang perlu diwaspadai," tutup Ratih. 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES