Ekonomi

Penurunan Omset Dirasakan Pedagang Bengkoang Musiman di Tuban

Selasa, 09 Maret 2021 - 16:29 | 106.66k
Ibu Sulasih Pedagang Musiman Buah Bengkoang di kawasan jalan penghubung antar Kabupaten Tuban dengan Kabupaten Bojonegoro di Kecamatan Parengan Tuban. (09/03/2021) (FOTO : Ahmad Istihar/TIMES Indonesia) 
Ibu Sulasih Pedagang Musiman Buah Bengkoang di kawasan jalan penghubung antar Kabupaten Tuban dengan Kabupaten Bojonegoro di Kecamatan Parengan Tuban. (09/03/2021) (FOTO : Ahmad Istihar/TIMES Indonesia) 

TIMESINDONESIA, TUBAN – Panen raya buah bengkoang tidak lagi menjadi alternatif usaha sampingan bagi para ibu rumah tangga. Salah satunya Sulasih, penjual musiman buah bengkoang di kawasan pinggiran jalan penghubung antar Kabupaten Bojonegoro dengan Kabupaten Tuban

Setidaknya penurunan omset penjualan dirasakan perempuan asal Desa Mojomalang, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban ini setelah setahun lamanya pandemi covid-19 berjalan.

Jika biasanya panen raya, buah Bengkoang banyak dijajakan di pinggiran jalan, musim ini Sulasih sebagai pedagang musiman merasakan betul, penurunan daya beli masyarakat terhadap dagangannya.

Bagaimana tidak, biasanya ia kulakan bengkoang di petani sebanyak 100-150 ikat. Kini hanya kulakan 50 ikat.  "Tahun ini adanya corona sangat pengaruhi daya beli masyarakat, sehari bisa habiskan 50 bendel sudah bersyukur," terang Sulasih saat ditemui di Pasar Selogabus, Parengan, Selasa (9/3/2021) 

Sulasih mengakui dirinya sejak 1993 sudah menjadi pedagang musiman, tepatnya setiap tahun panen raya buah bengkoang jatuh awal Maret. Karenanya, ia dapat merasakan serta membedakan pahit getirnya berjualan musiman selama 28 tahun buah yang kaya manfaat tersebut. 

"Sekarang paling habis 50 ikat bengkoang sedang maupun besar. Jauh berbeda sebelum pandemi covid-19, mampu habis terjual 100-150 ikat." akunya. 

Seikat atau segombyok Bengkoang berdiameter sedang dan besar, Sulasih menjualnya ke pengguna jalan yang melintasi Parengan dengan harga kisaran Rp 13.000- Rp 15.000 ribu.

Dia juga mengakui buah Bengkoang dagangannya didapat murni kulakan dari petani lokal di desanya. Kemudian mulai pagi sampai malam dipasarkan di pinggiran jalan.

Di kesempatan bincang dengan wartawan, Sulasih juga memberikan tips untuk calon pembeli dalam memilih buah bengkoang yang segar, bagus dan legit.

Menurut penuturannya, buah bengkoang lebih bagus yang tampilan kulitnya belum di cuci bercampur tanah. Selain tahan lama karena tanahnya, kadar kelezatan masih tetap apabila dibuat camilan atau konsumsi sewaktu-waktu.

Berbeda kalau tampilan kulitnya sudah bagus dan bersih dicuci, cita rasanya lebih hambar, manisnya hilang karena rendaman cucian air. 

"Sebenarnya buah bengkoang bagusan yang kulitnya masih ada tanahnya mas. Meski demikian calon pembeli biasanya condong memilih kulitnya bersih dan tampilan bagus. Seperti ini sudah di cuci jadi tampilannya bagus," kata Sulasih. 

Sulasih juga menceritakan nasib petani bengkoang di Desa Mojomalang, Kecamatan Parengan yang kini mulai beralih tanam dari Bengkoang beralih ke kacang-kacangan, persemaian padi di lahan area persawahan. Sebab tak ada jaminan untuk petani, perihal harga bengkoang apabila sudah musim panen.

"Sekarang petani yang tanam bengkoang sedikit. Berbeda dua atau tiga tahunan lalu panen melimpah. Wong saya juga merasakan berjualan langsung ke tengkulak umumnya dari luar kota." tutup Sulasih pedagang musiman di Kabupaten Tuban ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES