Kopi TIMES

Menakar Hantaman Pandemi Covid-19 pada Kaum Miskin

Senin, 08 Maret 2021 - 21:30 | 40.02k
Eri Kuntoro, SST, M.Si, Fungsional Statistisi Ahli Muda, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.
Eri Kuntoro, SST, M.Si, Fungsional Statistisi Ahli Muda, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.

TIMESINDONESIA, BANTUL – Badan Pusat Statistik (BPS) pada (15/02/2021) akhirnya kembali merilis angka kemiskinan untuk kedua kalinya selama pandemi Covid-19 setelah sebelumnya dirilis angka kondisi Maret 2020.  Sesuai dengan prediksi para pengamat, lonjakan angka kemiskinan pasti akan terlihat di bulan September.

Benar saja, berdasarkan penghitungan kemiskinan BPS yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2020, terdapat sebanyak 27,55 juta penduduk miskin di Indonesia (10,19 persen). Kenaikan persentase penduduk miskin sebenarnya sudah terlihat di awal masa pandemi yaitu pada bulan Maret 2020 yang angkanya sudah mencapai 9,78 persen. Tentu saja pada bulan Maret pandemi belum meluas, sehingga angka tersebut belum bisa dijadikan tolok ukur seberapa parah corona menghantam penduduk miskin.

Turunnya Daya Beli

Awal mula pelemahan daya beli jelas berasal dari terpuruknya sisi ketenagakerjaan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 meningkat menjadi 7,07 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019 yang hanya sebesar 5,23 persen. Selain itu beberapa penduduk juga harus rela jam kerjanya berkurang. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk setengah penganggur pada Agustus 2020 sebesar 3,77 persen poin.

Namun berita bagusnya, peningkatan persentase penduduk setengah penganggur yang muncul karena pengurangan jam kerja ini ini ternyata mampu sedikit menahan kejatuhan ekonomi keluarga. 

Dalam menghitung angka kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Konsep ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pengeluaran penduduk jelas terdampak akibat covid-19.

Pada bulan Maret 2020, beberapa kelompok penduduk hampir miskin masih mampu bertahan dengan tabungan mereka untuk menjaga konsumsi. Bahkan ajakan untuk meningkatkan ketahanan tubuh dengan menjaga asupan gizi dan nutrisi pada awal pandemi cukup mampu menjaga stabilitas konsumsi. Masih berdasarkan data Susenas Maret 2020, konsumsi sayuran dan buah justru meningkat pada awal pandemi yaitu sebesar 19,78 persen dan 9,74 persen dibandingkan kondisi Maret 2019.

Namun pasca lebaran, daya beli penduduk yang berada diatas garis kemiskinan ini mulai melemah. Puncaknya terjadi pada bulan Juli-September yang ditandai dengan adanya deflasi terburuk sejak 1999. Penduduk hampir miskin yang dekat dengan garis kemiskinan ini rupanya mulai mengurangi konsumsi mereka, baik makanan maupun bukan makanan seiring dengan berkurangnya pendapatan karena pembatasan sosial.

Penurunan pengeluaran ini berakibat jatuhnya mereka ke jurang kemiskinan. Sementara penduduk miskin lama pasti makin terjerembab dengan ketidakmampuan mereka memenuhi basic need.

Menyelami Kemiskinan

Pada umumnya publik hanya mengidentikkan angka kemiskinan itu hanya dari persentase penduduk miskin (Po) semata. Sebenarnya bila kita mengamati dua indikator yang lain yaitu indeks kedalaman (P1) dan keparahan kemiskinan (P2) maka kita akan memperoleh potret kemiskinan itu secara lebih utuh. Indeks kedalaman memberikan gambaran rata-rata jarak pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan sedangkan indeks keparahan bisa untuk melihat variasi pengeluaran diantara penduduk miskin.

Pandemi Covid-19 selain telah menambah jumlah penduduk miskin baru dari kelas penduduk hampir miskin, juga berpotensi menambah jarak pengeluaran penduduk miskin lama semakin jauh dari garis kemiskinan. Sejak pandemi melanda memang indeks kedalaman kemiskinan semakin meningkat.

Pada bulan September 2019 indeks kedalaman kemiskinan mencapai 1,5. Kemudian selang beberapa bulan saat memasuki pandemi, angkanya langsung naik menjadi 1,61 pada bulan Maret kemudian diteruskan menjadi 1,75 pada bulan September. Peningkatan indeks kedalaman kemiskinan menandakan semakin jauh rata-rata jarak pengeluaran sebagian besar penduduk miskin dari garis kemiskinan.

Hal ini bisa berakibat semakin sulitnya kebijakan pengentasan kemiskinan mengangkat mereka. Sementara itu dilihat dari penyebaran atau variasi pengeluaran penduduk miskin, angka indeks keparahan kemiskinan meningkat dari 0,36 sebelum pandemi menjadi 0,47 pada saat  pandemi meluas (September 2020). Peningkatan indeks keparahan kemiskinan menunjukkan semakin beragamnya variasi pengeluaran diantara penduduk miskin yang otomatis menuntut kebijakan yang beragam pula untuk mengentaskan kemiskinan.

Pada saat sulit seperti pandemi covid-19, pembatasan sosial yang berlebihan memang akan sangat berdampak terhadap kondisi ekonomi kaum marginal dan miskin. Mereka bisa kehilangan pekerjaan yang hal itu sangat sulit mereka dapatkan kedepannya. Bantuan sosial sebagai penambal kebijakan pengetatan hanya akan memberikan efek sementara. Mereka membutuhkan pekerjaan yang sesuai dan berkesinambingan, yang hal tersebut belum tentu bisa diberikan pemerintah saat ini. Solusi alternatif memang masih berkutat dengan meningkatkan kedisiplinan penerapan protokol kesehatan dan secepat mungkin melakukan vaksinasi masal untuk menciptakan herd immunity.

***

*)Oleh: Eri Kuntoro, SST, M.Si, Fungsional Statistisi Ahli Muda, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES