Kopi TIMES

Tradisi Literasi di Sekolah

Selasa, 09 Maret 2021 - 01:20 | 96.33k
Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provisni NTB.
Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provisni NTB.

TIMESINDONESIA, NTB – Tradisi literasi adalah tujuan besar sekaligus proses bermakna yang sejatinya terjadi di sekolah. Banyak hal yang dapat diraih dengan menjadikan literasi sebagai tradisi. Semua mata pelajaran yang diajarkan disekolah muaranya adalah literasi. Jika sekolah tidak menjadikan literasi sebagai sebuah tradisi, maka dapat dipastikan tidak banyak yang dapat diharapkan dari sekolah tersebut. Kegiatan-kegiatan yang berjalan hanya sebatas rutinitas. 

Tradisi literasi harus dimulai dengan keteladanan. Para guru harus memberikan contoh terlebih dahulu kepada anak didiknya tentang betapa pentingnya literasi. Para guru harus juga mampu memberikan bukti nyata bahwa dengan literasi dapat memudahkan dalam segala aspek kehidupan, termasuk untuk memecahkan problema di masyarakat, hingga menawarkan ide dan gagasan kreativitas dan inovasi bagi masyarakat, setidaknya dilingkungannya.

Saya teringat dengan wejangan yang pernah disampaikan oleh seorang mentor, “Menjadi guru yang baik dengan 2 ukuran, yakni menjadi guru yang membawa kebahagiaan dan menjadi guru yang membawa kebermanfaatan”. Hemat saya dengan menjadi guru yang mentradisikan literasi, maka dapat dengan mudah menjadi guru yang membawa kebahagiaan dan kebermanfaatan.

Tidak berlebihan jika saya mengungkapkan bawha saya adalah satu dari sekian banyak orang yang bersyukur terhadap kebijakan Asesmen Nasional yang mulai tahun 2021 ini akan mulai dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kebijakan Asesmen Nasional terdiri 3 (tiga) instrumen utama, yakni Asesmen Ketuntasan Minimum (AKM), Survey Karakter, dan Survey Lingkungan Belajar.

Dalam Asesmen Ketuntasan Minimum (AKM) terdapat 2 (dua) instrumen yang salah satunya adalah literasi. Secara mendalam literasi yang diharapkan hadir dalam AKM tersebut adalah memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksi. Hal ini kemudian berkonsekuensi logis terhadap soal-soal yang muncul dalam AKM. Soal-soal yang dkembangkan dalam AKM adalah soal-soal Higher order thinking skill.

Jika kita perhatikan dengan seksama soal-soal AKM tersebut, dapat dipastikan hanya bisa dijawab dengan menjadikan literasi sebagai sebuah tradisi atau dengan bahasa yang lebih sederhana jika menjadikan literasi sebagai kebiasaan sehari-hari. Gejalanya akan sangat mudah terlihat. Jika memegang dan membaca buku sudah menjadi kebutuhan, maka dapat dipastikan literasi telah menjadi tradisi disekolah tersebut.

Menjadikan literasi sebagai tradisi disekolah dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagi strategi. Jika berbicara tentang strategi, sayapun teringat dengan untaian indah dari Sun Tsu seorang ahli strategi asal negeri Cina. Sun Tsu mengungkapkan bahwa strategi itu seperti air. Pada sungai air mengikuti bentuk sungai, pada kolam air mengikuti bentuk kolam, dan pada gelas air mengikuti bentuk gelas.

Hemat saya, Sun Tsu seolah ingin berujar bahwa strategi itu relatif dan tidak kaku, ia sungguh fleksibel sesuai dengan kondisi dan keadaan dimana strategi itu ingin diterapkan. Artinya strategi di sekolah A, belum tentu akan efektif jika diterapkan di sekolah B. Dalam konteks ini bukan berarti mengesampingkan keberadaan paikem-paikem yang sudah teruji dan terbukti secara ilmiah. Paikem-paikem tersebut tidak boleh dikesampingkan, karena padanya ada banyak referensi dan inspirasi yang bisa digali lebih dalam. 

Menurut saya setidaknya ada 2 (dua) strategi yang biasa digunakan dalam ikhtiar menjadikan literasi sebagai sebuah tradisi disekolah. Kedua strategi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Literasi di Luar Jam Pelajaran

Literasi di luar jam pelajaran adalah kegiatan literasi yang dilaksanakan terpisah dengan jam pelajaran. Dalam hal ini sekolah biasanya menyiapkan waktu khusus untuk melaksanakan kegiatan literasi. Dalam pengamatan saya, waktu yang biasanya dipilih adalah waktu pagi hari sebelum jam pelajaran dimulai. Durasinya biasanya 15-30 menit. Pada sekolah tempat kami mengajar di SMA Negeri 3 Donggo Kabupaten Bima Provinsi NTB strategi ini menjadi pilihan. 15 menit membaca, 15 menit bercerita.

Kegiatan yang kami namai ‘Literasi Pagi’ ini dimulai pada pukul 07.00 waktu setempat di mana para siswa harus sudah berkumpul dalam satu tempat khusus yang disediakan untuk 15 menit membaca dilanjutkan dengan 15 menit bercerita. Kegiatan bercerita dilakukan oleh perwakilan siswa dan perwakilan guru. Perihal yang diceritakanpun sangat sederhana yakni tentang apa yang baru saja selesai dibaca selama 15 menit sebelumnya. Untuk sekolah kecil dengan jumlah siswa yang sangat sedikit (114 siswa) seperti sekolah kami, sejauh ini strategi tersebut sangatlah efektif. Bahkan dalam pantauan kami berimbas juga terhadap terwujudnya budaya disiplin positif disekolah kami. 

Meskipun demikian bukan berarti strategi ini tidak bisa dilaksanakan disekolah besar. Hemat saya, strategi ini berpeluang sukses dilaksanakan dalam kondisi sekolah besar sekalipun. Hanya saja yang harus menjadi perhatian adalah, adanya komitmen dari para guru disekolah tersebut untuk menjadikan literasi sebagai sebuah tradisi disekolahnya, seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, harus ada keteladanan dari guru terlebih dahulu.

Menurut hemat saya, strategi ini baiknya dilakukan oleh sekolah-sekolah yang baru memulai atau baru merintis kegiatan literasi disekolahnya. Artinya hal ini masih sangat mendasar sekali. Mengapa demikian? Karena dari segi daya dukung berupa ketersediaan buku juga masih sangat kurang, sehingga untuk mengatasi persoalan itu, siswapun diharuskan membawa buku dari rumahnya sesuai dengan selera dan minatnya.

2.  Literasi terintegrasi dengan jam pelajaran

Literasi terintegrasi dengan jam pelajaran adalah kegiatan literasi yang langsung mengintegrasikan kegiatan literasi kedalam jam pelajaran atau mata pelajaran. Strategi ini akan sangat efektif jikan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Misalnya space khusus semacam pojok literasi di masing-masing kelas atau di pojok-pojok lorong tertentu dalam sekolah. Dari segi ketersediaan bukupun sudah sangat memadai, sehingga memang relatif mudah untuk dijalankan.

Kegiatan lliterasi dengan strategi ini memiliki dampak yang langsung terasa terhadap proses dan hasil dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Hal inilah yang menjadikan pembelajaran menjadi kian terasa bermakna. Siswa tidak lagi dijejali dengan catatan dan konsep-konsep yang membuat siswa bingung terhadap relevansi dengan kehidupan sehari-harinya. Siswa merasa penting dan butuh untuk mempelajari konsep tersebut, karena siswa paham dan yakin konsep tersebut akan berdaya guna bagi kehidupannya. Maka jika ini telah terjadi, belajar bukan lagi paksaan, namun ia adalah kebutuhan. Inilah tradisi literasi yang kita rindu-rindukan. 

Hemat saya sejatinya kedua strategi literasi yang telah saya paparkan diatas bukanlah pilihan. Keduanya adalah keharusan yang harus dijalankan. Barangkali tepatnya step by step. Terlepas dari kondisi sekolah seperti apapun, hendaknya dimulai dengan menggunakan strategi yang pertama untuk mengawali atau merintis, lalu kemudian menggunakan strategi yang kedua untuk memperkuat dan mempertajam.

Bahkan kedua strategi tersebut bisa dilakukan sebagai variasi dalam ikhtiar menjadikan literasi sebagai tradisi disekolah. Sewaktu-waktu adakalanya menggunakan startegi terlepas dari jam pelajaran, dan adakalanya menggunakan strategi terintegrasi dalam pelajaran.

***

*) Oleh : Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provisni NTB.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES