Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Setali Rasa: Menumbuhkan Daya Kreatif Dalam Menulis Sastra

Senin, 08 Maret 2021 - 12:38 | 83.97k
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) dan Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang
Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) dan Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Potensi kreatif yang dimiliki oleh seseorang merupukan tolok ukur untuk menjalin keseimbangan dengan alam. Alam yang terus berubah setiap detik dan terus berkembang setiap saat tidak harus ditatap dengan pandangan yang pasif, akan melainkan dengan optimalisasi daya keinsanan sehingga ‘perkembangan alam’ ini dapat bergerak secara seimbang.

Ketika alam bergerak ke arah yang dimanis ditandai dengan kemajuan pranata sosial, budaya, dan teknogi, maka potensi kreatif yang kita miliki harus ‘dipupuk’ secara maksimal. Sebagai insan yang cerdas, kita membutuhkan ‘ekspresi kreatif’ untuk sebuah keseimbangan dari tiap-tiap perkembangan yang ada. Demikian juga dengan potensi keterampilan menulis yang ada pada diri kita hendaknya juga dimaksimalkan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tanpa potensi kreatif dan ekspresi kreatif, maka setiap detik yang kita lalui hanya akan menjadi ‘nyanyian semu’. Ekspresi diri dalam mengamati lingkungan sudah selayaknya didokumentasi dalam bentuk tulisan kreatif yang dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang. ‘Kreatif’ berarti ‘ciptaan’ atau dengan kata lain menghasilkan sesutu yang sebelumnya tiada menjadi ada. Kreatif (creatio) adalah daya kemampuan intelektualitas dan ruhani kita untuk menganalisis segala hal yang kita indera dan menyimpulkannya dalam sebuah karya dengan tipe yang betul-betul beda dari orang lain.

Simpulan dari menginderaan kita terhadap alam dapat diekspresikan ke dalam sebuah tulisan dengan cara retorika yang ekspresi yang unik. Dengan kata lain, penginderaan yang disertai dengan berpikir kreatif berarti memunculkan ide atau gagasan baru dengan cara yang tidak lazim dan terkadang kontroversi dengan gagasan orang secara umum. Ketidak laziman ini akan menjadi embrio dari ekspresi kreatifitas yang kita perkenalkan kepada orang lain.

Keunikan dalam sebuah tulisan merupakan hal yang lumrah karena daya kreatif harus berbeda dengan karya orang lain meskipun secara substansial memunculkan susuatu ide yang hampir sama. Sifat kreatif bukan bawaan secara genetis, melainkan dibentuk oleh lingkungan fisik, sosial, dan budaya. Lingkungan fisik selalu memberikan penyadaran kepada kita tentang kebiasaan kita dalam menulis karya sastra, meliputi konsinyuitas dalam memahami lingkungan, merenungkannya, sampai pada tahapan menyimpulkan dan menuliskannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Selain itu, dari lingkungan sosial yang berbeda akan memberikan tantangan yang berbeda pula kepada kita di dalam menuangkan tulisan-tulisan ke dalam sebuah tulisan. Lingkungan sosial yang dilanda konflik akan memaksa seorang penulis untuk berpikir dari bebagai arah untuk mendokumentasikan lingkungannya ke dalam sebuah tulisan. Oleh karena itu, penulis yang ada dalam lingkungan tersebut senantiasa berpkir unik bahkan berbeda dari pada umumnya. Penulis yang ada pada area sosial yang menantang ini cenderung akan memiliki tulisan-tulisan dengan model-model yang menantang pula, unik, dan menginspirasi banyak orang.

Sebaliknya seorang penulis yang ada di lingkungan yang kondusif yang cenderung tidak memiliki tantangan dalam tulisannya akan memiliki daya kreatifitas yang relatif lemah. Demikian juga dengan ‘lingkungan budaya’ yang membentuk seorang penulis. Keberadaannya di sebuah area yang penuh dengan penulis kreatif dan profesional atau memiliki jaringan penulis kreatif dan profesional akan mengikutsertakan dirinya ke dalam kebudayaan kreatif dan profesional juga.

Dari sudut pandang yang lain, keberadaan penulis kreatif dalam sebuah lingkungan budaya penulis kreatif tidak selamanya memiliki grafik yang naik, akan tetapi kadangkalanya bergrafik datar, bahkan terkadang memiliki grafik yang menurun. Potret seperti ini dapat dilihat pada lingkungan penulis profesional seperti di Kota Yogyakarya yang melahirkan penulis-penulis yang beranika ragam.

Dalam rumus penulisan kreatif Hasanah dan Siswanto (2013) bahwa untuk membentuk kompetensi berpikir yang kreatif, setidak-tidaknya dibutuhkan tiga hal. Pertama, memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan perubahannya, minat untuk mencermati lingkungan dan perubahannya, dan hasrat untuk menyelesaikan masalah dari lingkungannya tersebut.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tiga rumus tersebut menjadi langkah bagi seseorang yang ingin menghasilkan karya kreatif khususnya dalam bidang penulisan sastra. Selain dari tiga hal tersebut tentu masih banyak rumus-rumus yang lain yang dapat mengantarkan kita menjadi seorang penulis kreatif yang profesional. Namun, di antara yang sangat banyak tersebut apabila tidak dirumuskan dengan baik dan langkahnya tidak dapat diikuti secara sempurna tentu akan menjadi rumus abstrak yang tidak dapat mengantarkan kita kepada tujuan ideal yakni penulis kreatif yang profesional.

Leff (2002) seorang pengamat sastra memberikan dua model cara untuk merespon stimuli lingkungan yang dapat menjadi inspirasi bagi kita menjadi seorang penulis kreatif. Dua tawaran tersebut ialah berpikir linier dan bersistem. Berpikir linier berarti berarti menghubungkan minimal dua gejala yang sama di lingkungan untuk dicari titik sebab dan akibatnya sekaligus ‘benang merah’nya sehingga dapat dijadikan sandaran untuk berpikir kreatif dan menulis kratif.

Berpikir bersistem berarti menghubungkan minimal dua gejala yang berbeda dalam lingkungannya sehingga dapat diinspirasi menjadi sebuah tulisan yang kreatif. Misalnya, di suatu daerah terjadi tanah longsor dan penjarahan oleh kelompok yang tidak dikenal. Pemikir kraetif senantiasa mencari keterkaitan dari dua peristiwa tersebut dan menginspirasinya ke dalam sebuah tulisannya.

Aktivitas berpikir kreatif senantiasa akan menjadikan seseorang untuk beraktivitas secara kreatif. Berpikir saja tidak cukup tanpa diikuti dengan daya aktifitas. Oleh karena itu, seseorang akan kreatif dalam menciptakan sebuah karya sastra apabila diimbangi dengan daya berpikir dan aktivitas yang mengarah pada hal-hal baru. Selamat menulis kreatif. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Moh. Badrih, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) dan Pengurus LP Maarif Kabupaten Malang.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES