Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Fenomena Perbedaan Pendapat Dalam Islam

Senin, 08 Maret 2021 - 02:20 | 62.03k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Sikap fanatik dan memandang kelompok lain salah sungguh tidak dapat dibenarkan sama sekali. Apalagi jika sampai memerangi dan memusuhi orang yang berlainan dengan pahamnya. Munculnya berbagai mazhab seharusnya tidak menjadi penyebab perpecahan, saling berseberangan, saling membenci dan mencaci. Tetapi, adanya banyak mazhab tersebut hendaknya dijadikan sebagai penyebab fleksibilitas, penguat hubungan, pemahaman argumen dan memperluas wawasan.

 Maka, di sinilah sebetulnya pentingnya membangun budaya dialog yang kini sudah mulai tergeser oleh budaya otot dalam menyikapi perbedaan. Baik dialog interreligius maupun intrareligius. Dalam sejarahnya, Rasulullah SAW tidak menutup pintu dialog dengan orang musyrik, orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Bahkan beliau melakukan dialog dengan golongan-golongan ini di tengah-tengah Masjid Nabawi. Beliau menyambut dan berdialog dengan semuanya. Budaya dialog juga tumbuh subur di kalangan ulama-ulama klasik. Bahkan, tak jarang terjadi perdebatan sengit di antara mereka dalam mempertahankan pendapatnya. Akan tetapi, perbedaan pandangan dan pemikiran tidak menghalangi mereka di dalam menjaga persaudaraan dan menjalin kasih sayang yang diperintahkan oleh Allah Swt.( Forum Lingkar Pena cabang Hadhramout; mahasiswa Al-Ahgaff University, Tarim, Hadhramout,Yaman

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Terdapat sejumlah alasan tentang perlunya membahas masalah yang berkaitan dengan menyikapi perbedaan pendapat dalam Islam, sebagai berikut:

Pertama, di dalam seluruh aspek ajaran Islam: fikih, teologi (ilmu kalam), tasawuf, dan lainnya terdapat mazhab yang memiliki pemikiran dan pendapat yang antara satu dan lainnya terkadang memiliki persamaan dan terkadang memiliki perbedaan. Di dalam fikih misalnya, terdapat mazhab Hanafiah yang bercorak rasional, Malikiyah yang bercorak tradisionalis, Syafi’iyah yang bercorak pertengahan (antara rasional dan tradisional), serta mazhab Hambali yang bercorak lebih dekat kepada salafiyah (menggunakan ayat dan Hadis secara ketat). Demikian pula dalam bidang teologi (ilmu kalam) juga terdapat mazhab Mu'tazilah yang rasional, mazhab Asy’ariyah yang tradisional, dan Mazhab Ma'turidiyah yang pertengahan antara rasional dan tradisional. Selain itu, juga terdapat aliran Paham Qadariyah, Jabariyah, Khawarij, Murji'ah, dan Syi'ah. Adanya berbagai mazhab ini terkadang menimbulkan benturan, konflik, dan perpecahan yang merugikan bagi kepentingan Islam. Keadaan ini perlu dicarikan pemecahannya, agar keadaan mazhab yang beragam ini, justru dapat memberikan kemudahan dan jalan pemecahan berbagai masalah yang dihadapi.

Kedua, kedewasaan, kebijakan, dan kearifan di kalangan umat Islam dalam menyikapi perbedaan mazhab tersebut keadaannya memang sudah lebih baik dari keadaan sebelumnya. Di masa lalu (tahun 60-70-an) masih sering terjadi bentrokan, saling mengejek dan saling mengafirkan yang disebabkan karena perbedaan pendapat dalam hal-hal yang bersifat cabang (furu'iyah) dengan berpegang pada pendapat mazhab masing-masing. Misalnya, perbedaan pendapat tentang jumlah bilangan shalat Tarawih, bacaan qunut pada shalat subuh, azan dua kali atau sekali pada shalat Jumat, men-talqin-kan dan menyelenggarakan tahlilan bagi orang yang meninggal, memukul beduk, dan sebagainya. Di masa sekarang, bentrokan, saling mengejek, dan sebagainya yang disebabkan perbedaan tersebut sudah tidak tampak lagi. Namun dalam hal-hal tertentu ketegangan, Sikap saling mengejek tersebut terkadang masih ada, terutama ketika menghadapi masa pemilihan pimpinan, persaingan jabatan, dan sebagainya. Keadaan ini harus dicegah, karena hanya akan merugikan umat Islam sendiri.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketiga, pada sebagian masyarakat Islam masih terdapat kelompok yang belum dapat membedakan antara masalah yang pokok (ushuliyah) dan masalah yang cabang (furu'iyah). Misalnya, masih ada masyarakat yang mengganggap sesat terhadap orang yang tidak melaksanakan ajaran yang bersifat furu'iyah, seperti shalat subuh tidak pakai qunut, dan lainnya sebagaimana tersebut di atas. Padahal yang dapat dianggap sesat atau menyimpang dari ajaran Islam adalah mereka yang tidak melaksanakan ajaran Islam yang bersifat pokok (ushuliyah), seperti menyekutukan Tuhan (musyrik), meninggalkan syariat Islam tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’ (agama), melanggar ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan melakukan perbuatan murtad lainnya. Keadaan ini perlu diperbaiki dengan cara memberikan pemahaman yang utuh tentang wilayah ajaran Islam yang bersifat pokok dan cabang.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES