Peristiwa Daerah

Terkait Naskah Akademik Perda Toko Modern di Bondowoso, Pengamat: Itu Sudah Ideal

Selasa, 02 Maret 2021 - 22:18 | 52.74k
Perda toko modern sampai saat ini masih menjadi polemik. Bahkan tak diatur jarak antar toko modern berjejaring. Tampak antara toko modern saling berdekatan. (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Perda toko modern sampai saat ini masih menjadi polemik. Bahkan tak diatur jarak antar toko modern berjejaring. Tampak antara toko modern saling berdekatan. (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Perbedaan yang sangat mencolok antara rekomendasi naskah akademik (NA) dengan isi Perda nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan di Bondowoso mendapatkan sorotan dari pengamat. Adapun perbedaan tersebut pada poin jarak antara toko modern berjejaring dengan pasar rakyat.

Dalam klausul di naskah akademik (NA), ketentuan jarak antara toko modern dan pusat perbelanjaan dengan pasar rakyat paling dekat 1.000 m (seribu meter).

Namun bunyi dalam klausul Perda Nomor 5 2020 justru berbeda jauh dari NA. Di Pasal 21 ayat (2) poin a disebutkan, antara toko swalayan dengan pasar rakyat berubah drastis, paling dekat radius 50 m (lima puluh meter).

Pemerhati Kebijakan Publik, Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Hermanto Rahman mengatakan, berdasarkan dokumen naskah akademik yang beredar, bahwa secara muatan materi Perda nomor 5 tahun 2020 tetap direkomendasikan jarak pusat perbelanjaan dengan pasar rakyat adalah 1000 m, dan jarak antar toko swalayan paling dekat adalah 300 m. 

Menurutnya, rekomendasi kajian ini juga ditambahkan perhitungan jangkauan layanan ideal, yang secara konseptual teoritisnya ada ambang batas.

"Dimana satu ritel minimum membutuhkan jumlah  pendukung penduduk 8.000 jiwa dengan radius pelayanan sejauh 500 meter," katanya, Selasa (2/3/2021).

Jadi jika mengikuti hitungan ini kata dia, maka perlu ada pembatasan jumlah yang berbeda di setiap kecamatan. Jumlah ritel paling banyak 6 ritel dan jarak rata-rata 500 m. 

"Jika rekomendasi naskah akademik ini dipakai sangat logis, dan memberikan simulasi hitungan keekonomian rakyat serta kewilayahan dan sepertinya proposional," jelas Dosen FISIP Universitas Jember itu.

Dia juga menjelaskan, pembentukan produk hukum daerah sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 120 tahun 2018, perubahan atas Permendagri no 80 tahun 2015. Dijelaskan bahwa pemrakarsa rancangan perda menyertakan penjelasan atau keterangan dan atau naskah akademik. 

"Posisi penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik memuat pokok pikiran, materi muatan yang akan diatur dan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan rancangan perda," paparnya.

Apa yang dirumuskan dari naskah akademik, lanjut dia, akan dilakukan penyelarasan sistematika dan materi oleh perangkat daerah. 

"Ya yang membidangi hukum menjadi rancangan draf Raperda, yang akan dibahas bersama-sama di DPRD," jelas Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat PCNU Jember tersebut.

Sementara jika keputusan DPRD kemudian tidak memakai rekomendasi NA, kata Hermanto, masih sah-sah saja karena keputusan di DPRD adalah keputusan politik, dan bisa jadi ada hitungan politisnya juga.

"Jadi harus diakui bahwa pemangkasan 1.000 meter menjadi 50 meter itu, adalah proses politis murni di DPRD," paparnya.

Hal itu sah kata dia, kalau diasumsikan dengan cara pandang liberal dengan membuka persaingan dalam pemanfaatan ruang publik. Meski diembel-embeli dalih pasal keberpihakan. 

"Pengaturan jarak, jelas adalah pengaturan ruang publik dan di dalamnya pertimbangan keberpihakan dan cara pandang akan menentukan," jelasnya.

Di juga memberikan masukan, bahwa dalam Permendagri tentang pembentukan produk hukum daerah perda yang sudah diundangkan dapat dilakukan pembatalan atas dasar: Usulan dari setiap orang, kelompok orang, pemerintah  daerah, badan hukum, dan/atau instansi lainnya.

Selanjutnya bisa temuan dari tim pembatalan perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota. Pembatalan ini ditujukan kepada gubernur dan sekda. Atas nama Gubernur akan membentuk tim kajian dan paling lama 30 hari akan melakukan pemeriksaan atas usulan pembatalan. 

Jika dalam kajian ditemukan bahwa substansi perda tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan bisa bisa dibatalkan.

"Maka Gubernur akan menerbitkan pembatalan Perda. Maka ruang ini bisa menjadi solusi dalam memperdebatkan polemik perda tersebut," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah aktivis sempat mengkritik poin Perda nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan di Bondowoso tersebut. Sebab jarak yang begitu dekat antara toko modern dengan toko kelontong sama saja dengan tanpa jarak, dan dianggap mematikan toko kelontong. Apalagi sangat jauh dari naskah akademik. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES