Kopi TIMES

Bank Syariah dan Tulang Punggung Ekonomi Kita

Rabu, 03 Maret 2021 - 05:54 | 72.02k
Munif Tobi Trihanto, Direktur eksekutif LEMI HMI Cabang Malang.
Munif Tobi Trihanto, Direktur eksekutif LEMI HMI Cabang Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Titik balik dari kondisi krisis adalah sebuah keharusan. Kita diharuskan untuk selalu beradaptasi dengan berbagi kondisi, berselancar di atas ombak krisis multidimensional. Jenuh adalah hal pasti kita rasakan, berbagai kebijakan untuk menjaga interaksi secara langsung telah ditetapkan oleh pemerintah dengan berbagai ”judul”. Satu tahun terakhir kita dipaksa untuk merubah secara drastis tata kehidupan.

Sektor ekonomi khususnya UMKM adalah sektor yang cukup “babak belur” dihantam oleh krisis ini. Pemasukan minim dan tersendatnya kegiatan usaha menjadi momok UMKM dan sektor lain. Dari tahun 2020 hingga 2021 berbagai kebijakan telah memberikan secercah harapan untuk UMKM, dari stimulus, vaksin, pelonggaran pembatasan dalam kegiatan, hingga munculnya raksasa baru perbankan Syariah sebagai lentera pada tahun ini.

UMKM dan Bank Syariah

Pembangunan ekonomi inklusif dan berkeadilan adalah ‘barang’ wajib untuk digarap untuk membentuk keadilan sosial dan ekonomi di negeri ini. Lebih dari 50% PDB Indonesia berasal dari UMKM, juga secara berturut-turut pada tahun 2010 – 2014, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.447.260 - 8.362.746 sedangkan industri besar pada tahun rentang waktu yang sama menyerap tenaga kerja 4.501.145, - 5.108.531 tenaga kerja.

Ini menunjukan UMKM lebih efektif dalam pembukaan lapangan kerja juga kontribusi pada negara, fokus pada ranah ini menjadi keharusan, karena kontribusi yang luar biasa dalam pembangunan ekonomi kita. Hal ini juga disampaikan presiden Joko Widodo dalam forum BKPM tanggal 16 Januari lalu untuk ‘pengarusutamaan pembangunan UMKM’. Ranah ini harus segera digarap dengan kebijakan-kebijakan dan program konkrit serta tepat sasaran.

Umumnya persoalan dalam UMKM adalah 3 hal. Pertama modal; kedua kapabilitas pelaku; dan ketiga, legalitas. Problem inilah yang wajib hukumya diselesaikan dengan segera. Namun peran dari berbagai stakeholder harus dapat bergerak dalam satu tarikan nafas untuk membangun tulang punggung ekonomi kita yang lebih kokoh.

Persoalan permodalan memang sering dialami oleh pelaku UMKM, akses kredit pada perbankan (konvensional) sering terkendala pada segi kelayakan usaha dan kemampuan bayar yang ditentukan oleh pihak Bank. Keterbatasan sumber pembiayaan yang dihadapi UMKM terutama dari lembaga keuangan formal membuat UMKM cenderung bergantung dari pembiayaan informal (Bank titil).

Hal ini menunjukkan bahwa model pembiayaan yang cepat, mudah, dan tidak ketat dalam persyaratan dimana ini disediakan oleh lembaga informal merupakan kebutuhan, yang harus menjadi perhatian pemangku kebijakan untuk menggeser produk lembaga keuangan informal yang cenderung memberatkan UMKM.

Spirit keislaman dalam membangun masyarakata adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT harapannya dapat termanifestasi pada bangunnya raksasa baru perbankan, yang secara kemampuan pasca dilaksanaknya merger Bank Syariah Indonesia sangat luar biasa dengan total asset Rp 240 triliun, DPK Rp 209,90 triliun, dan modal Rp 21,74 triliun. Market Capitalization pada 9 Februari 2021 mencapai Rp 117 triliun.

Harapannya, mampu menjadi problem solving dalam permodalan di UMKM, komitmen BSI pada UMKM yang disampaikan oleh direktur utama BSI Hery Gunadi harus disegerakan dengan langkah strategis yang cepat.

Pengarusutamaan UMKM dan Komitmen BSI pada UMKM inilah harapan besar untuk terwujudnya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan untuk Indonesia, harapanya seluruh stakeholder dapat berperan aktif untuk mencapai impian bersama itu.

Islamic Window dan Inovasi Sebagai daya saing

Pada tahun 1993 Bank Negara Malaysia (BNM) memperkenalkan suatu bentuk skema “Skema Perbankan tanpa Bunga” (Interest Free Banking Scheme). Dalam kebijakan yang sering disebut sebagai “Islamic Window” yang mana berdampak pada diizinkannya bank komersial, bank dagang maupun perusahaan keuangan untuk menawarkan produk dan layanan perbankan Syariah. Selanjutnya menghilangkan persepsi bahwa perbankan Islam hanya untuk masyarakat beragama Islam.

Hal itu sukses dilakukan Malaysia dimana peminat produk keuangan Syariah bukan saja umat islam di Malaysia. Kesuksesan Malaysia dalam produk keuangan Syariah ini perlu kita adopsi dan menjadi referensi arah gerak BSI dalam membentuk langkah-langkah strategisnya.

Pergeseran dari infotek juga mengharuskan perbankan merubah strategi yang selaras dengan perkembangan zaman untuk menambah kebermanfatan dan kemudahan. Pada era ini, digitalisasi perbankan menjadi keharusan. 

Kesuksesan BRI-Syariah dalam digital BRI-Syariah dan i-Kurma telah memberikan kecepatan dalam memfasilitasi kebutuhan UMKM dalam pembiayaan. Inovasi seperti inilah yang diharapkan massif di BSI. Elaborasi dari landasan teologis dan teknologi yang dirangkaikan dalam produk untuk kemaslahatan bersama namun tetap relevan dengan tuntutan zaman.

Elaborasi dari infotek dan ke-islaman inilah harapnya dapat melahirkan produk-produk baru perbankan Syariah juga menjadi daya saing yang luar biasa. Beberapa catatan seperti pengembalian yang kurang bersaing dari bank konvensional, dan kreditur dengan risiko tinggi memang menjadi tantangan tersendiri. Langkah strategis harus segera digulirkan. Beberapa hal yang mungkin harus digarap oleh BSI adalah, pertama peningkatan literasi keuangan Syariah dengan mennggandeng OKP, ormas, Komunitas, masjid dan lain sebagainya. Kedua, penguatan sistem perbankan dan pengkajian terhadap ekonomi Syariah yang selaras dengan kebutuhan zaman, Ketiga, pendayagunaan pemuda dalam inovasi dan kolaborasi.

Pembangunan UMKM berkelanjutan

Secara program maupun kegiatan, pengembangan UMKM memang cukup massif. Kita sering kali melihat pamflet-pamflet pelatihan ataupun up-skilling pelaku UMKM dari pihak pemerintah yang biasanya melalui Dinas Koperasi dan usaha mikro daerah. Massifitas kegiatan yang dilaksanakan dilaksanakan memang cukup baik. Namun hal ini masih perlu disempurnakan, perlu kebijakan dan langkah strategis yang terus menerus untuk membangun UMKM.

Persoalan legalitas dan permodalan menjadi persoalan genetik, ditambah dengan kompetensi pelaku UMKM yang perlu terus dikembangankan, karena gerak zaman tak pernah berhenti untuk menuntut kita berubah. 

Inovasi menjadi keniscayaan untuk era ini, pandangan dan persaingan tidak bisa dilihat dengan kacamata lokal, namun harus mengglobal dengan tidak melupakan potensi juga keraifan yang kita miliki.

Keberpihakan pemerintah tidak boleh hanya berdasar pada narasi yang dibangun tapi harus tercermin dari segi regulasi dan political will, pembagian proporsi ranah bisnis dan perlindungan pada UMKM harus konkrit. Penambahan daftar negatif investasi (DNI) yang bukan saja fokus sektor minerba juga kolaborasi dari investor besar dengan UMKM harus segera dibuat,

Pembacaan pada kondisi zaman adalah faktor kunci untuk membentuk UMKM survive di abad ini. Pelaksanaan program untuk UMKM memang sudah dilaksanakan, tapi di abad ini kita tidak bisa untuk melakukan hal rutin seperti biasa. Harus ada lompatan-lompatan perubahan untuk tetap bertarung di pasar global yang hampir tidak memiliki batas territorial ini. Ruang lingkup kita bukan lagi daerah ataupun nasional tapi harus skala dunia.

 Ada tiga fokus yang harus dicanangkan oleh pemangku kebijakan. Pertama kemudahan perizinan dan akses permodalan harus dibuat. Secara perizinan, pasca omnibus law cipta kerja, memang sudah cukup baik namun sosialisai pada grass root perlu dikuatkan.

Kedua, penguatan SDM melalaui kelompok-kelompok bisnis yang saling asah, asih, asuh berbasis perkembangan teknologi untuk up-skilling perilaku. Ketiga, dukungan dan proteksi dari birokrasi dalam bentuk regulasi dari segi stimulus untuk pembangunan UMKM dan proteksi persaingan dari usaha-usaha skala menengah dan besar dengan pembentukan iklim persaingan usaha yang sehat.

Pembangunan fasilitas dan penguatan kapasitas pada UMKM adalah barang wajib yang harus segera digarap, seabrek persoalan inilah yang mesti segera diselesaikan untuk pembangunan ekonomi inklusif dan berkeadilan di Indonesia bukan sekedar mimpi dan narasi.

***

*)Oleh : Munif Tobi Trihanto, Direktur eksekutif LEMI HMI Cabang Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES