Kopi TIMES

Perubahan Pola Makan Masyarakat Jadi Beban Negara dalam Jangka Panjang

Selasa, 02 Maret 2021 - 22:27 | 56.33k
Sugiyarto.S.E.,M.M, Dosen  Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang.
Sugiyarto.S.E.,M.M, Dosen  Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Setiap ada bencana seperti banjir saat ini, banyak bantuan yang diterima oleh korban dalam bentuk makanan yang praktis dan mudah untuk dikonsumsi . Salah satu jenis bantuan yang sering kita saksikan adalah mie instan yang sudah tidak asing bagi masyarakat kita, karena mudah diperoleh dan gampang cara memasaknya.  

Karena parktis maka banyak masyarakat jatuh cinta dengan mie instan. Hal ini membuat industri mie instan bisa tumbuh dengan baik di negara kita karena potensi pasar yang cukup besar. 

Dengan adanya permintaan dari masyarakat terhadap mie instan yang cukup tinggi, tentu akan mempermudah produsen dalam memasarkan produknya, walaupun produk tersebut sudah di kenal oleh pasar, mereka tetap melakukan promosi secara aktif melalui media sosial dan televisi.

Menurut data index mundi konsumsi mie instan masyarakat Indonesia pada tahun 2020 mencapai 12.5 milyar bungkus. Artinya rata - rata setiap bulan konsumsi mie instan masyarakat kita sudah mencapai 1.05 milyar bungkus dan menempatkan Indonesia menjadi negara kedua terbesar konsumsi mie instan di dunia setelah China dan Hongkong. Sedangkan menurut World Instan Noodle Association kebutuhan mie isntan masyarakat Indonesia pada tahun 2019 sudah mencapai 12,520 milyar bungkus.

Kita menyadari bahwa sangat mudah untuk mendapatkan mie instan bahkan ada sebagian masyarakat kita walaupun menginap di hotel bintang lima atau melakukan perjalanan ke luar negeri selalu membawa mie instan. Bahkan ada maskapai Internasional yang membawa jama’ah umroh dari Indonesia, menjadikan mie instan cup sebagai salah satu menu pilihan.

Kita tahu bahwa bahan baku mie instan adalah tepung, sementara gandumg sebagai bahan dasar tepung masih di datangkan dari luar negeri, karena gandum hanya tumbuh di negara subtropis, sementara Indonesia adalah negara tropis sehingga gandum tidak bisa di budi dayakan di negara kita. 

Globalisasi telah merubah prilaku masyarakat dunia, termasuk poal makan masyarakat kita yang cenderung berubah. Pola makan masyarakat yang awalnya terbiasa makan nasi, mulai bergeser.

Pergeseran pola makan ini akan menjadi beban negara dalam jangka panjang jika tidak di antispasi dari sekarang. Sehingga sangat penting membangun kesadaran masyarakat melalui edukasi dari keluarga yang dilakukan sejak dini untuk mengurangi dampak dari ketergantungan sumber pangan dari negara lain.

Bagi negara penghasil gandum, Indonesia adalah pasar yang sangat menarik dalam jangka panjang. Negara dengan jumlah penduduk sangat besar tentu sangat menarik bagi para pelaku usaha untuk memasarkan produk mereka.

Pemerinntah tidak mungkin melarang masyarakat mengkonsumsi mie instan, namun bagaimana negara mengatur melalui undang – undang agar industry melakukan riset untuk menggunakan campuran Mocaf ( Modified Cassava Flour ) pada mie instan dan produk lainya yang mereka hasilkan dengan tidak mengurangi kualitas produk yang di hasilkan. Termasuk kewajiban produsen dalam mempromosikan produk hasil riset kepada masyarakat .

Kita tahu bahwa mocaf adalah produk asli dalam negeri yang berbahan baku dari singkong yang di kembangan guru besar dari fakultas pertanian Universitas Jember sehingga singkong bisa manjadi tepung yang memiliki nilai ekonomis.

Saat ini Indonesia termasuk sebagai salah satu negara penghasil singkong terbesar di dunia. Lampung sebagai daerah penghasil singkong dengan kualitas bagus mampu menghasilkan 50 ton per hekar pada musim panen, ini bisa menjadi role model dan kekuatan kita dalan membangun industry mocaf. Sehingga pengaturan melalui undang – undang yang di lakukan pemerintah harus terintegrasi antara petani, industry mocaf dengan industry mie instan dan roti.

Jika produktivitas dan kualitas singkong di dalam negeri bisa di jaga maka kekawatiran terhadap ketergantungan pangan dari negara lain bisa dikurangi. Namun jika hal ini dibiarkan, maka beban negara dalam jangka panjang sangat berat. Pada akhirnya masyarakat juga yang akan menanggung beban tersebut. 

Kita memiliki harapan yang sama kepada para pemimpin bangsa ini untuk bersinergi dalam mengantisipasi kebutuhan pangan dalam jangka panjang dan berkesinambungan serta mengurangi ketergantugan sumber pangan dari negara negara lain.

***

*) Oleh : Sugiyarto.S.E.,M.M, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES