Kopi TIMES

Ngopi Pagi: Emphaty

Sabtu, 27 Februari 2021 - 07:30 | 42.87k
Noor Shodiq Askandar.
Noor Shodiq Askandar.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setiap kali terjadi peristiwa yang tidak mengenakkan, saya selalu teringat cerita tentang Syeh Syari sahabat ngopi pagi. Cerita yang menjadi sebagian inspirasi untuk menumbuhkan empathy saat saudara yang lain mengalami kesusahan. Cerita yang memunculkan hal manusiawi akan tetapi tidak tepat dalam menempatkannya.

Syeh Sari adalah seorang ulama besar yang saya juga lupa negeri asalnya. Akan tetapi ini agak kurang penting untuk dicari, karena saya lebih ingin menyampaikan dari sisi perilaku ulama tersebut yang patut diteladani. Sisi yang sangat manusiawi, yang kemudian menumbuhkan kesadaran diri untuk berbagi.
Suatu saat terjadi kebakaran pada sebuah pasar dimana syeh Sari bertempat tinggal di dekatnya.

Kebaran yang meluluhkan lantakkan semua bangunan dan barang dagangan yang ada di dalamnya. Usai kebakaran, Syeh Sari kemudian melihat rumahnya dan ternyata aman dari amukan api yang datang di pasar tersebut.

Secara spontan Syeh Sari bergembira karena terhindar dari bencana tersebut, dan kemudian mengucap kalimat syukur alhamdulillah karena Allah swt telah menyelamatkan harta yang menjadi naungan hidup sehari hari. Makan, tidur, mengaji, mengajarkan ilmu dan berkumpul Bersama keluarga seringkali di tempatkan di rumah tersebut. Sebuah ucapan yang wajar dan rasa yang manusia dengan mengucap syukur karena terhindar dari musibah dan mara bahaya.

Syeh Sari setelah mengucap alhamdulillah, kemudian segera tersadar dan kemudian menundukkan kepala untuk menunjukkan rasa bersalah karena merasa bahagia saat yang lain tertimpa bencana. Sebuah pertanyaan dalam hatipun muncul : kenapa saya harus bahagia disaat banyak orang lagi kesusahan ?. Kenapa bukan perasaan sama dengan yang dirasakan oleh banyak orang ? Kenapa demikian ? Berbagai pertanyaanpun berkecamuk dalam hati Syeh Syari. Atas hal ini kemudian beliau merasa menyesal atas apa yang terjadi dan mengucap istighfar untuk memohon ampun kepada Allah swt selama bertahun tahun. Sebuah penyesalan yang tulus dari seorang ulama besar karena tidak munculnya empathy pada situasi yang kurang bagus pada ummat manusia lainnya.

Bagi kebanyakan kita, ketika selamat dari musibah yang terjadi pada banyak orang, rasa syukur bisa terhindar yang justru lebih dominan hadir terlebih dahulu. Memang ini sangat manusiawi. Akan tetapi, tentu harus segera dibarengi dengan munculnya kesadaran untuk saling membantu dan menyelamatkan diantara sesama.

Seperti saat sekarang ini. Musibah terjadi dimana mana. Rasa syukur terhindar dari mara bahaya itu baik. Akan lebih baik lagi, jika rasa syukur yang datang dibarengi dengan munculnya kepedulian dan kesadaran untuk berbagi agar meringankan beban bagi yang jadi korban. Bukan hanya kebahagiaan karena kita terselamatkan. Bagaimana dengan sahabat ngopi pagi ?

***

*) Oleh: Noor Shodiq Askandar, Ketua PW LP Ma'arif NU Jatim dan Wakil Rektor Unisma Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES